Ternak Musang di Perkotaan Jadi Sumber Ekonomi
Ternak musang membawa manfaat besar. Eka Bayu Irmandani merasakannya. Sebab bernilai ekonomi, asalkan tekun, tak mudah patah semangat.
Aroma pakan ternak berpadu bau mamalia kuat terasa kala memasuki ruangan lantai atas rumah Eka Bayu Irmandani, warga Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Rumah pemuda berusia 34 tahun itu dipenuhi puluhan kandang hewan.
Bukan kucing, anjing atau kelinci, tapi musang. Kandangnya begitu bersih dan terawat. “Ini musangnya sedang galak-galak, harus hati-hati karena bisa tergigit. Makanya harus pakai sarung tangan seperti ini,” kata Bayu.
”Pelan-pelan, jangan sampai kaget. Kalau merasa terancam, otomatis ada aroma tidak sedap yang keluar dari musangnya dan itu memang pertahanan dirinya,” sambung Bayu mengingatkan.
Bayu merupakan salah satu dari sedikit orang yang mau menekuni ternak hewan nokturnal tersebut di lingkungan perkotaan seperti Kota Malang ini. Ia mengenal hewan musang sudah sejak lama namun baru melihatnya secara langsung sekitar tahun 2015-2016. Ketika itu, Bayu langsung terpikat karena sekilas dia merasa hewan itu sangat lucu layaknya kucing.
Karena kecintaannya, ia pun kemudian mengadopsinya. Awalnya hanya satu pasang indukan musang. Sempat dititipkan temannya, ia kembali membeli indukan musang satu pasang lagi. Tidak lama, setelah masa kawin, ternyata beranak. Dia pun makin senang.
Namun karena belum mengerti seluk beluk cara memelihara musang yang benar, Bayu kemudian menjual musang anakan hasil peliharaannya. Tidak diduga sama sekali, musang itu ternyata langsung laku. Nilainya cukup lumayan baginya.
“Lama-lama ketagihan, akhirnya ya aku tambah lagi musangnya sampai banyak. Harga satu ekor anakan musang Rp 500 ribu,” sebut Bayu.
Dari situ makin semangat memelihara musang. Sejak saat itu, ia pun berkomitmen untuk konsisten beternak musang. Pun belajar ke sana kemari cara memelihara musang. Mulai dari pakan yang tepat, tanda-tanda birahi ingga masa beranak.
“Tidak bisa dicampur langsung jantan sama betina. Harus tahu benar apakah keduanya birahi. Tanda-tandanya itu yang harus kita tahu. Kalau tidak justru nanti malah berkelahi. Pernah saya kawinkan, berantem, saya pisah saya tunggu ternyata tidak isi, gagal,” jelas dia.
Singkat cerita Bayu makin memahami bagaimana memelihara musang dengan baik. Tidak hanya pemeliharaannya, Bayu juga berhasil memasarkan musang.
Namun tidak disangka, beberapa tahun kemudian, datanglah pandemi. Bayu yang pekerjaan utamanya berjualan makanan saat itu langsung jatuh perekonomiannya kala ada larangan untuk bertatap muka dengan masyarakat luas.
“Waktu itu, ya benar-benar tidak bisa jualan. Padahal ada keluarga yang harus dihidupi. Ternyata, justru musang-musang inilah yang menyelamatkan saya. Benar-benar tidak disangka,” katanya.
“Selama pandemi banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk hobi. Termasuk hobi musang ini, ternyata makin meningkat permintaan waktu itu. Ada saja yang beli dan bertambah terus,” kenang pria kelahiran 5 Juli 1989 ini.
Musang yang dipelihara Bayu jenisnya cukup beragam. Mulai dari musang Jawa, musang pandan, hingga musang platinum. Harganya cukup bervariasi tergantung jenisnya. Untuk anakan musang berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta, sementara indukan musang bisa mencapai belasan hingga puluhan juta.
“Terakhir saya pernah kemarin jual harga Rp 17 juta untuk musang jenis pandan super mozaik. Tapi pendapatan ya tidak mesti, tidak bisa dipukul rata. Kadang ada berhenti, beda kayak ayam yang selalu bertelor. Satu bulan sedikitnya 10 ekor, tapi ada beberapa yang biasa, yang seharga Rp 500 ribu,” ungkap Bayu.
Meski sangat menggiurkan, beternak musang ini dikatakan Bayu jatuh bangunnya sangat berkesan baginya. Ia pernah merugi sangat besar, lantaran musang mati mendadak. Tidak tanggung- tanggung, saat itu sebanyak 10 ekor musang yang mati mendadak. Diduga karena virus dan faktor cuaca.
Tidak hanya itu saja, sebelum menikmati hasilnya ini, dulu ia pernah sampai tergigit musang. Bahkan gigitan musang ini sampai membuat tangannya bolong dan mengeluarkan darah sangat banyak.
“Tekanan gigitan musang itu kuat sekali, ya sampai bolong tangan saya. Dia gigit itu karena reflek takut. Beberapa kali saya mengalami, tidak sekali saja,” beber alumnus SMK Nasional ini.
Menurut Bayu, ternak musang yang ditekuninya akan konsisten dilakukan. Meski saat ini sudah mulai bermunculan peternak musang seperti dirinya. Ia pun selalu mendapat restu dari keluarga besar dan sangat mendukung kesibukannya itu.
“Karena kecintaan saya, biasanya itu yang saya jual anakannya. Kalau indukan jarang. Apalagi kalau belum dapat anak dari indukannya, biasanya saya belum mau menjualnya. Tapi kadang pun saya berikan secara cuma-cuma ke teman-teman, istilahnya biar dirawat sama teman saja,” tambahnya.
Potensi dan peluang penjualan musang hingga sekarang masih cukup menjanjikan. Sebab beternak musang tidak terlalu sulit sama seperti kucing atau anjing. Bahkan, musang tidak harus divaksin rutin seperti anjing.
Tidak hanya pecinta dan penghobi musang, namun banyak juga pecinta hewan yang menjadi pembeli musang. Makin unik corak atau motif tubuh, biasanya harganya makin mahal. Namun bagi Bayu terpenting adalah hewan musang selayaknya harus sehat.
Ayah dua putri ini pun berharap makin banyak yang mau memelihara musang. Bagi peternak hewan musang, ia meminta agar tidak patah semangat ketika membudidayakannya.
“Pesan saya jangan cepat menyerah, karena kegagalan itu pasti suatu saat membuahkan hasil. Jangan malu sharing tanya-tanya ke yang lebih senior,” tutup ‘arek’ asli Malang tersebut. (ian/van)