.
Sunday, December 15, 2024

TEROKA

Perjalanan Spiritual ke Tanah Suci

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Kini saya berada di tengah jutaan umat Islam yang berkumpul di Tanah Suci Makkatul Mukarromah. Mereka berasal dari berbagai negara se antero dunia, melintasi udara. Air mata pun meleleh karena meninggalkan sanak saudara, bercampur dengan hati gembira hendak menjumpai Tuhan di Baitullah, rumah pertama yang ditunjuk oleh Allah SWT yang berada di Makkah.

Berbagai kemampuan ia siapkan; mulai dari materi, tenaga, pikiran, mental dan segala hal untuk mendukungnya dalam melaksanakan ibadah haji, merupakan kegiatan spiritual yang diidam-idamkan oleh seluruh umat Islam, untuk mencari kepuasan batin yang sulit dicapai dalam beribadah di tanah air.

Di antara calon jamaah haji yang bersama-sama saya dengan latar belakang pendidikan beragam. Ada yang tidak lulus sekolah dasar, ada yang lulusan sekolah dasar, lulusan sekolah menengah pertama, lulusan menengah atas, lulusan pesantren bahkan ada yang lulusan perguruan tinggi. Dengan jenis pekerjaan yang berbeda pula; yakni sebagai petani, pedagang, pegawai negeri, dokter, tentara, polisi, birokrat, pegawai swasta, seniman, guru, dosen, kiai, muballigh hingga politisi.

Dalam perjalanan pun sangat unik mulai di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, ada yang bisa tidur nyenyak saat di asrama, ada yang tidak bisa tidur karena belum pernah haji dan umroh, bahkan belum pernah naik pesawat dan membayang-bayangkan naik pesawat. Mereka ada yang sudah pernah menunaikan ibadah haji, ada yang sudah pernah umroh, ada yang belum pernah haji dan umroh, dus semua punya pengalaman yang berbeda-beda.

Uniknya saat di pesawat, ada yang kelelahan duduk sehingga berdiri dan jalan-jalan hingga duduk di pintu pesawat dan dapat peringatan keras dari pramugari. Ada pula yang berdiri saat pesawat hendak landing dan menuju ke kabin saat pesawat hendak landing, pramugari pun berteriak agar penumpang duduk kembali. Namun ada yang kurang menggubris, hingga masker yang dikenakan pramugari dilepas agar suaranya lebih lantang. Pokoknya unik-unik gambaran situasi perjalanan naik pesawat ini.

Saat saya melihat antre ke kamar kecil di pesawat, hampir tidak ada yang mengunci pintu dari dalam, sehingga pintu kamar kecil di pesawat itu sering dibuka oleh penumpang lain karena tidak dikunci dari dalam oleh penggunanya, karena mereka tidak paham.

Keragaman latar belakang pendidikan, pekerjaan dan pengalaman itu tidak menyurutkan niat untuk bersama-sama segera nenjumpai Allah SWT, di Baitullah dengan bersimpuh di hadapan Allah melalui bacaan takbir, tahmid, tahlil, istighfar, shalawat, kalimat-kalimat thoyyibah dan membaca Al Qur’an melalui tawaf, sa’i dan salat di Masjidil Haram.

Ada yang berlinangan air mata saking terharunya melihat Kakbah. Ada yang biasa saja, ada yang emosi karena terdesak saat tawaf. Ada yang menunjukkan kekuatan fisiknya dan menghempas orang di sekitarnya. Ada yang sabar dan mengikuti lenturnya perjalanan, bahkan ada yang kurang peduli apa yang ada di sekitarnya. Bermacam-macam karakter terlihat di saat beribadah di lingkungan kakbah Mekah ini.

Tapi yang harus dipahami secara umum, pada umumnya jamaah haji satu sama lain saling membantu. Kebersamaan terlihat dalam gerak dan langkahnya menuju Masjidil Haram begitu semangat, dalam hati dan pikiranya dibalut dengan janji Allah 100.000 (seratus ribu pahalanya) bagi orang yang salat jamaah di Masjidil Haram, dan 1.000 (seribu) pahalanya salat di Masjid Nabawi.

Bila mereka ibadah karena transaksi pahala yang dikejar dan bukan karena menghambakan diri sebagai hamba Allah dengan mencari ridla-Nya, maka kualitas ibadah yang seperti ini, perlu direnungkan kembali. Agar kita dalam beribadah itu disebabkan oleh kebutuhan ketenangan hidup manusia, bukan karena Allah yang butuh kita.

Tapi yang harus dipahami, bahwa spirit di tanah suci juga membuat mereka hati-hati dalam berbicara, bersikap dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Mereka selalu disadarkan bahwa mereka berada di tanah suci dan perlu selalu menjaga bicara, hati dan pikiran orang lain agar tidak tersakiti. Ini bagian menuju kemabruran dalam berhaji. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img