Dari Rumah Jadi Cahaya, Bangun Harapan untuk Anak Autisme
Mohammad Cahyadi, mendirikan lembaga terapi perilaku untuk autis dengan memanfaatkan sebagian bangunan rumahnya. Cahyadi juga mendirikan Malang Autism Center (MAC) terdorong dari pengalaman merawat anaknya yang menyandang autis. Melalui MAC, ia ingin mengedukasi masyarakat tentang autism.
MALANGPOSCOMEDIA – Rumah tinggal Cahyadi berada di Jalan Manggar, Sengkaling, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Luas totalnya sekitar 825 meter persegi. Sebagian dimanfaatkan untuk menampung anak autism.
“Saya tinggal di tempat yang sama. Satu gedung ada kamar untuk saya. Gedung lainnya yang masih bersebelahan untuk MAC,” ucap Cahyadi kepada Malang Posco Media, Senin (27/10) kemarin.
Anak yang dididik menginap atau boarding jumlahnya sebanyak 15 orang. Sedangkan anak didik yang per sesi sebanyak dua orang. Mereka berasal dari Kota Malang, Kalimantan dan Medan.
Anak autis di Malang Autism Center (MAC) rentang usia 4,5 hingga 26 tahun. Sementara itu, petugas yang melakukan terapi sebanyak 32 terapis.
Cahyadi menjelaskan, lembaga terapi autis yang dibentuknya tidak terlepas dari pengalaman merawat anak pertamanya yang didiagnosis autis sejak usia 2,5 tahun.
Ia telah memasukkan anaknya ke berbagai layanan kesehatan untuk terapi seperti ke Yogyakarta, Jakarta, dan Surabaya. Namun ia mendapati hasil yang kurang memuaskan.
“Sejak umur 2,5 tahun terapi sampai usia anak saya umur 12 tahun. Saya selalu memasukkan anak ke center-center yang katanya the best (terbaik) di kota-kota. Tapi, perkembangan tidak signifikan. Sehingga memutuskan berani untuk mendirikan sendiri,” jelas bapak lima anak tersebut.
MAC kemudian dibuka untuk publik sebagai lembaga terapi perilaku terhadap autis pada tahun 2015. Lembaga tersebut berkembang pesat dan telah mendapat izin dari Pemkab Malang.
Pria berusia 56 tahun tersebut menerangkan, autism bukanlah penyakit. Melainkan kondisi di mana adanya gangguan pertumbuhan pada anak. Penyandang autis dapat bertumbuh secara normal bila treatment atau metode digunakan tepat.
“Contohnya, sebelum ditreatmen, anak autis masih pakai pampes di usia 12 tahun. Pas masuk di kami, dalam waktu tujuh bulan pempesnya sudah bisa dilepas,” ujar Cahyadi seraya menjelaskan, metode setiap center berbeda-beda.
Lebih lanjut, alumnus UM tersebut juga memberdayakan anak autis dengan latihan olahraga dan seni seperti taekwondo, melukis, serta beberapa pelatihan lainnya.
“Di kami, satu anak dipegang oleh dua terapis yang boarding. Sedangkan, yang per sesi satu anak dipegang satu terapis,” lanjutnya.
Total 32 terapis di MAC. Kemudian adalagi bagian manajemen lainnya sesuai perannya masing-masing.
Dengan berdirinya MAC, Cahyadi ingin mengedukasi masyarakat terutama para orang tua yang memiliki anak autis. Sebab, ia melihat para orang tua masih belum paham apa itu autism.
Cahyadi sendiri setiap hari selalu menerima pertanyaan tentang autism oleh orang tua. “Dari praktek yang saya tangani, para orang tua tidak mengerti. Sehingga saya ingin memberikan pemahaman tentang autism,” jelasnya.
Selain itu, ia menginginkan agar masyarakat luas dan pemerintah lebih peduli serra memberikan support terhadap anakautism.
“Anak-anak autism ini memang harus disupport untuk bisa nantinya tumbuh baik menurut versi mereka masing-masing, pungkas Cahyadi.
Baru-baru ini MAC menggelar kegiatan di Malang Creative Center (MCC) Kota Malang. Kegiatan tersebut mendapat dukungan dari Walikota Malang Wahyu Hidayat. (khalqinus taaddin/jon)









