Malang Posco Media – Ia tak akan membiarkan kucing jalanan terlantar dan liar di tempat umum. Begitu mengetahuinya langsung diselamatkan. Itulah Sri Swastyanti Marhaeni. Karena aksi penyelamatannya itulah perempuan asal Lawang ini dijuluki ‘Ibunya Kucing’.
Dia tak tega melihat kucing tidak terawat dan terlantar. Apalagi kucing yang mengalami cacat fisik. Eni, sapaan akrab Sri Swastyanti Marhaeni pasti segera bertindak.
“Saya kasihan. Di rumah saya sekarang ada 180 ekor lebih kucing. Ya kucing-kucing kampung jalanan tak ada pemiliknya yang saya pelihara,” cerita Eni.
Kondisi fisik kucing yang dirawatnya pun bermacam-macam. Mulai dari buta, ada yang masalah saraf hingga kakinya hanya tiga. “Umumnya kucing-kucing itu dibuang begitu saja,” ujar perempuan kelahiran tahun 1962 ini.
Di area rumahnya di kawasan Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang banyak kucing yang berhasil diselamatkan. Ramai tingkah kucing. Mulai di dapur, garasi, ruang tamu dan halaman depan maupun halaman belakang.
Ia tidak masalah hidup bersama ratusan ekor kucing. Di rumahnya Eni tinggal sendirian. Tiga orang anaknya tidak bersamanya karena sudah memiliki keluarga masing-masing. Sementara sang suami sudah wafat tahun 2008.
Kehadiran kucing-kucing itu jadi hiburan tersendiri. Pasalnya sejak tahun 2016 lalu ia berhenti dari pekerjaannya karena alasan kesehatan.
“Saya dulu medis. Saya kerja dari laboratorium yang satu ke laboratorium lainnya. Terakhir kerja di Laboratorium Klinik Pattimura Lawang. Berhenti karena menderita Lupus,” jelas perempuan ramah ini kepada Malang Posco Media kemarin.
Saat berhenti dari pekerjaannya, Eni mengurus kucing-kucing terlantar. Sebelum berhenti kerja, ia sudah gemar merawat kucing liar dan dipeliharanya.
Namun sejak berhenti dari pekerjaan, kegemarannya semakin besar. Apalagi memiliki lebih banyak waktu mengurus kucing. Sebenarnya tidak hanya yang ditemukan saja. Ada juga yang menaruh di depan rumahnya.
“Jadi misal pagi-pagi buka pintu, tiba-tiba di pagar sudah ada kardus isi anak kucing. Kadang malah pakai kresek. Kasihan, ya saya pelihara,” tutur Eni.
Untuk memelihara ratusan kucing itu, Eni mengandalkan jatah bulanan dari tiga anaknya, uang pensiun dari almarhum suaminya dan donatur tetap.
“Tiap bulan kurang lebih Rp 13 juta yang dikeluarkan untuk rawat dan beri makan kucing. Alhamdulillah rejeki selalu ada,” katanya.
Ia dibantu dua orang merawat kucing peliharaannya. Dua petugas yang membantu Eni ini digaji Rp 3 juta per bulan.
Tak hanya merawat, Eni juga sterilisasi kucing peliharaannya. Tujuannnya agar tidak berkembang biak pesat. Karena ia aktif di berbagai komunitas pecinta kucing, maka sterilisasi mudah dilakukan. Itu lantaran dibantu teman-teman komunitasnya.
Perempuan kelahiran Sidoarjo ini mengatakan banyak warga yang menanyakan tentang kucing peliharaannya untuk diadopsi. Ia memang membuka kesempatan adopsi bagi siapapun yang mau memelihara kucing yang diselamatkan dari jalanan.
“Saya biasa upload di Facebook. Bagi siapapun yang mau adopsi monggo ke rumah. Tapi kebanyakan yang datang itu cari kucing yang bulu panjang, yang bagus. Memang ada yang seperti itu tapi kebanyakan yang saya ambil kucing-kucing kampung,” jelasnya.
Meski begitu hal ini tidak menurunkan semangatnya. Ia tetap menunjukan kepedulian tinggi pada kucing. Eni bahkan memiliki rutinitas setiap hari memberi makan kucing di luar yang diperliharanya di rumah. Di antaranya di Pasar Lawang. Selain itu keliling sekitar rumahnya untuk memberi makan kucing kampung.
“Jadi sebenarnya lebih dari 180-an kucing, ada 200 lebih mungkin kucing yang setiap hari saya beri makan. Di dalam rumah maupun di luar,” cerit Eni.
Meski begitu Eni berharap agar orang memberikan rasa empati terhadap kucing. Ia miris melihat banyak sekali kucing dibuang begitu saja. Apalagi anak kucing. “Kenapa tega sekali. Yang kecil belum bisa cari makan sendiri. Saya berharap jangan seperti itu. Rawat kucing seperti anak sendiri. Lebih baik disterilisasi jika tak bisa rawat banyak kucing,” pungkasnya. (sisca angelina/van)