Rektor Unika Widya Karya Malang
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Ciri khas Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yakni menciptakan lingkungan dengan kebebasan dan cinta kasih juga mengembangkan dan memperdalam pengetahuan tentang dunia agar kehidupan manusia diterangi iman. LPK memiliki mutu pendidikan unggul dan berpihak pada yang miskin.
Meskipun begitu, LPK perlu berubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Karena perubahan itu mengandaikan pembaruan pola pikir.
Hal itu disampaikan Rektor Unika Widya Karya, Fr. Dr. Klemens Mere, S.E.,M.Pd., M.M.,M.h.,M.A.P.,M.Ak saat menjadi pemateri dalam Kegiatan Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Agama Katolik Tingkat Sekolah Menengah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2023. Kegiatan ini diselenggarakan Bimbingan Masyarakat Katolik Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur di Great Diponegoro Hotel Surabaya, beberapa waktu lalu. Temanya, Pandangan Gereja Katolik Mengenai Kurikulum Merdeka.
Dalam materinya Frater Monfoort, sapaan akrabnya mengatakan, bahwa satuan pendidikan dapat menentukan pilihan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) pada Tahun Ajaran 2022/2023.
Pertama, Mandiri Belajar. Yaitu menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka, dengan tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2013 yang disederhanakan. Kedua, Mandiri Berubah, yaitu menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. “Dan yang ketiga, Mandiri Berbagi, yaitu menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar,” terangnya.
Frater Monfoort menambahkan, dalam upaya menciptakan dan memanfaatkan peluang untuk perubahan, harus memperhatikan lima unsur. Yaitu kesetiaan terhadap kekhasan pendidikan Katolik, komitmen terhadap inti aktivitas pelayanan, pendidikan yang lebih berpihak pada orang miskin, peningkatan kualitas sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan dan dana pendidikan yang memadai.
“Sementara itu, alasan mempelajari mata pelajaran pendidikan Agama Katolik adalah membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang bersumber dari Kitab Suci, Tradisi, Ajaran Gereja (Magisterium), dan pengalaman iman mereka,” paparnya.
Pria asal Flores ini menjelaskan, pendidikan agama mendorong peserta didik menjadi pribadi beriman yang mampu menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Juga memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran iman Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain.
Adapun profil pelajar Pancasila, kata dia, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri dan bernalar kritis serta kreatif. Sementara kemampuan yang perlu dicapai pelajar setelah mempelajari mata pelajaran Agama Katolik adalah agar peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap membangun hidup yang semakin beriman dan berakhlak.
“Mendidik peserta didik menjadi manusia paripurna yang berkarakter mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebinekaan global sesuai dengan tata paham dan tata nilai yang diajarkan dan dicontohkan oleh Yesus Kristus sehingga nilai-nilai yang dihayati dapat tumbuh dan membudaya dalam sikap dan perilaku peserta didik,” pungkasnya. (imm)