MALANG POSCO MEDIA – Persiapan ekshumasi dan otopsi korban Tragedi Kanjuruhan terus dimatangkan polisi. Namun RSSA Malang yang sudah siagakan dokter forensik belum mendapat pemberitahuan resmi.
Proses otopsi dijadwalkan Sabtu (5/11) pekan ini. Prosenya akan dijaga ketat. Sementara pendampingan dan perlindungan keluarga korban dilakukan jelang otopsi.
Polres Malang melakukan sejumlah persiapan. Di antaranya persiapan pengamanan di makam dua korban yang akan dibongkar. Dua korban Tragedi Kanjuruhan yang akan diotopsi yakni anak dari warga Bululawang, Devi Athok Yulfitri.
Proses otopsi rencananya dilakukan tim kedokteran forensik dan Dokpol Polda Jatim. Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana menjelaskan proses otopsi dilakukan di pemakaman Dusun Patuk Desa Sukolilo Kecamatam Wajak dengan metode ekshumasi atau penggalian. Selain pengamanan, tim Inafis Polres Malang juga bakal membantu proses otopsi.
“Peran Polres Malang sifatnya perbantuan. Teknis resminya dikoordinir langsung Ditreskrimum dan Biddokkes Polda Jatim, serta tim kedokteran forensik,” urai Putu, kemarin.
Ia menambahkan Polres Malang juga akan memberikan perlindungan kepada keluarga menjelang otopsi. Termasuk pengamanan rumah orang tua korban di Desa Krebet Senggrong, Bululawang, Kabupaten Malang.
Survei lokasi makam juga dilakukan untuk memastikan jalannya otopsi, Senin (31/10) lalu. Sejumlah pejabat utama Polres Malang datang ke lokasi usai melakukan koordinasi dengan muspika setempat.
“Kami cek kondisi sekitar TPU. Memeriksa ketersedian instalasi air bersih dan jalan sekitar TPU,” tambahnya.
Prosesnya akan dijaga ketat kepolisian. Putu menyebut ada 75 personel disiagakan di lokasi, sementara 25 personel siaga di Polsek Wajak. Tiga unit ambulans juga disiagakan.
“Nantinya rakor dan persiapan akhir dilaksanakan pada Kamis 3 November 2022 di Polres Malang,” imbuhnya.
Secara terpisah Ketua pendamping hukum dari Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) Imam Hidayat menuturkan, sejumlah persiapan juga dilakukan pendamping hukum. Salah satunya mengupayakan pendampingan psikologis bagi keluarga secara maksimal. Pihaknya juga berkomunikasi dengan Ditreskrimum Polda Jatim untuk pelaksanaan otopsi yang aman bagi psikis korban.
“Sejauh ini persiapan pelaksanaannya kami berkomunikasi dengan Ditreskrimum Polda Jatim menekankan agar pelaksanaan dilakukan secara aman dan objektif. Kepastiannya dilakukan 5 November pagi,” ujar Imam.
Ia memastikan pelaksanaan otopsi tidak dilakukan di rumah sakit. Namun dilakukan di pemakaman. Setelah dilakukan otopsi kembali diserahkan kepada keluarga korban. Mengenai korban lain yang bakal diotopsi, Imam mengaku belum ada yang mengajukan.
Pihaknya juga bekerja sama dengan LPSK. Keluarga korban yang akan diotopsi mendapat pendampingan oleh LPSK secara ketat. “Agar tidak ada pihak-pihak yang memengaruhi korban kami sudah ajukan ke LPSK untuk pendampingan melekat yang sudah dilakukan seminggu ini. Dia ditempatkan di safehouse agar tidak ada pihak-pihak yang berinteraksi yang menyebabkan keresahan keluarga,” jelasnya.
Secara terpisah tim dokter Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang menyambut baik rencana otopsi korban Tragedi Kanjuruhan. Hal itu terkait adanya rencana ekshumasi korban meninggal Tragedi Kanjuruhan oleh penyidik Polda Jatim, Sabtu (5/11) mendatang.
Pihak RSSA Malang telah menyiapkan satu tim forensik, yang siap bertugas kapanpun. Namun hingga saat ini belum ada tembusan surat ke RSSA Malang terkait adanya rencana ekshumasi yang direncanakan akhir pekan mendatang.
Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSSA Malang dr Syaifullah Asmiragani menjelaskan bahwa pihak forensik sudah berkoordinasi. Namun dirinya mengatakan masih akan menunggu surat resmi terkait permohonan bantuan pelaksanaan ekshumasi untuk korban meninggal Tragedi Kanjuruhan.
“Biasanya (surat permohonan) itu dari penyidik. Kalau kami diminta untuk melakukan, maka kami sudah menyiapkan satu tim. Intinya begitu menerima surat, maka kami datang dan sudah siap terkait hal itu,” jelasnya.
Saat ini tim forensik RSSA Malang terus berkoordinasi dengan Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI). “Memang tidak semata-mata dari pihak RSSA saja. Ini supaya bisa mendapatkan gambaran hasil otopsi secara objektif. Kami memiliki lima dokter forensik, tetapi untuk penunjukan dokternya siapa yang akan bertugas, itu sepenuhnya internal profesi dalam hal ini PDFI,” lanjutnya.
Syaifullah mengungkapkan pelaksanaan otopsi, biasanya membutuhkan lebih dari satu dokter. Lokasi biasanya di sekitar liang lahat korban yang akan diotopsi. (tyo/rex/van)