MALANG POSCO MEDIA– Per 1 Februari 2025 lalu, BBM Non-Subsidi mengalami penyesuaian harga. Khususnya BBM jenis Pertamax. Di Malang Raya pun kenaikan harga BBM ini sudah berlaku. Dan diyakini dapat berdampak situasi ekonomi yang kurang baik.
Kenaikan harga BBM Non Subsidi pada level pusat dan daerah termasuk Malang Raya ini dibenarkan Pertamina. Penyesuaian per 1 Februari 2025 ini, diperuntukan bagi BBM Pertamina jenis gasoline untuk Pertamax, Pertamax Green dan Pertamax Turbo, serta produk gasoil yaitu Pertamina Dex dan Dexlite.
Ini dijelaskan Humas PT Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Silvani saat dikonfirmasi Malang Posco Media, Minggu (2/2) kemarin.
Dijelaskannya, kenaikan harga BBM non subsidi Pertamina tetap dipastikan berada di tingkat kompetitif. Penyesuaian harga dipengaruhi tren harga rata-rata publikasi minyak, yaitu Mean of Platts Singapore (MPOS) atau Argus dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dengan penyesuaian di awal Februari ini maka harga Pertamax Rp 12.900 per liter, Pertamax Green Rp 13.700 per liter, Pertamax Turbo Rp 14.000 per liter, Dexlite Rp 14.600 per liter dan Pertamina Dex Rp 14.800 per liter.
“Harga ini berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen yang salah satunya di wilayah Jawa Timur,” jelas Silvani.
Menurut pantauan di lapangan, Minggu (2/2) kemarin, beberap SPBU sudah memberlakukan kenaikan harga BBM Non-Subsidi tersebut. Salah satunya di SPBU Lowokdoro Kota Malang. Antrean di line Pertamax pun tidak sebanyak line pengguna Pertalite.
Salah satu petugas jaga SPBU Lowokdoro, Dikri Ardiansyah, mengatakan kenaikan BBM jenis Pertamax sudah berlaku sejak 1 Februari.
“Iya sudah naik. Sekarang jadi Rp 12.900, sebelumnya kan Rp 11 ribuan,” kata Dikri.
Warga Kota Malang pengguna BBM Pertamax pun turut mengeluh. Salah satunya disampaikan Maulana, warga Kelurahan Merjosari Kota Malang. Ia mengatakan baru mengetahui kenaikan BBM Pertamax belum lama ini karena mengisi bensin.
“Ya biasanya isi Rp 30 ribu pertamax, ini tadi kayak tak penuh banget. Saya cek harga BBM naik ya. Wah kok naik lagi gini. Bisa repot ini, semuanya kok harga naik,” tutur Maulana.
Hal sama disampaikan pengguna roda empat asal Kelurahan Sawojajar, Wahyunigtyas. Ia mengatakan di tengah ketidakpastian ekonomi seperti saat ini, pemerintah dikatakannya belum bijak memberikan kebijakan-kebijakan yang esensial.
Menurutnya, kenaikan BBM akan berdampak erat pada kebutuhan ekonomi warga. Khususnya kelas menengah.
“Harga sembako saja tidak stabil ya. Ini kebutuhan esensial semua termasuk BBM. Kenapa tidak menunda dulu atau kebijakannya yang lebih bijak kalau seperti ini bisa-bisa pada susah kan. Sehari dipakai kerja lumayan lho BBM, belum lagi macet,” tutur Wahyuningtyas.
Analis Ekonomi Kota Malang Prof Dr Imam Mukhlis SE MSi membenarkan kekhawatiran warga. Menurutnya penyesuaian harga BBM Non Subsidi bisa berdampak tidak baik bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah tingkat inflasi, termasuk di Malang Raya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang (UM) ini menjelaskan kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap kelompok pengeluaran transportasi masyarakat secara umum hingga kelompok bisnis khususnya.
“Dimana ini (pengeluaran) akan meningkat. Bagi warga, dampaknya tidak hanya pada pengeluaran langsung untuk pemenuhan kebutuhan energi dan transportasi tetapi juga berdampak pada pengeluaran lain dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya,” tegas Prof Imam sapaannya.
Hal ini, lanjut dia, dikarenakan BBM merupakan komoditi inti sebagai bahan untuk berlansungnya kegiatan produksi dan distribusi bagi pelaku usaha. Otomatis bila komponen biaya produksi ini naik maka produsen juga akan meningkatkan harga produk yang dijualnya.
Prof Imam menegaskan lagi jika ini bisa menyebabkan inflasi. Dikatakannya, Inflasi yang disebabkan karena kenaikan biaya produksi (karena kenaikan BBM) merupakan jenis cost push inflation (kondisi ketika harga barang dan jasa naik secara pesat karena biaya produksi meningkat).
Meski begitu, ditambahkannya dalam perspektif agregat adanya inflasi perlu mendapatkan perhatian serius agar terjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri lokal dalam keberlangsungan usahanya.
“Perkembangan ekonomi di Malang Raya masih menunjukkan daya saingnya dalam hal investasi produksi dan konsumsi. Tetapi dengan kenaikan BBM bisa berdampak pada daya beli konsumen dan kenaikan biaya produksi bagi produsen,” tegas Prof Imam. Namun demikian, tambahnya, respon kebijakan ini juga dipengaruhi oleh ekpektasi rasional dari masyarakat dan antisipasi kebijakan terkait mitigasi dampak kenaikan BBM dari pemerintah daerah. Khususnya Malang Raya. (ica/van)