MALANG POSCO MEDIA-Suasana tegang dan sedih menyelimuti umat Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi, Janti, Sukun, Jumat (18/4) kemarin. Itu saat mereka menyaksikan penampilan visualisasi atau drama perjalanan Yesus Kristus saat memanggul salib dalam Peringatan Jumat Agung, Wafatnya Yesus Kristus.
Sebagian umat bahkan tidak kuat menahan air mata ketika menyaksikan adegan beratnya siksaan yang dirasakan Yesus, sampai sengsaranya pengorbanan di kayu salib. Dengan kostum yang terlihat profesional dan iringan musik penuh khidmat, visualisasi cerita Yesus Kristus itu pun sukses diperankan dengan baik oleh para kaum muda selama kurang lebih dua jam lamanya.
Fransiskus Pungky Hariadi, Pendamping Kaum Muda atau Moderator dari visualisasi tersebut menjelaskan, total ada 100 kaum muda yang terlibat untuk menampilkan kisah sengsara Yesus tersebut.
“Tahun ini juga banyak sekali monolog dalam visualisasi, sehingga diajak untuk merenungkan kehidupan juga. Ini inspirasinya dari film The Last Supper, kemudian dikombinsasi dengan film The Passion of the Christ,” ungkap Pungky, kepada Malang Posco Media.
Total ada 100 orang yang memerankan visualisasi kisah sengsara Yesus Kristus, berikut beserta para kru pendukungnya. Para pemainnya pun cukup beragam, ada yang masih usia SD, SMP, juga ada yang SMA hingga usia kuliah. Mereka berlatih untuk visualisasi ini selama kurang lebih tiga bulan lamanya.
Pungky menyebut, kesuksesan para kaum muda menampilkan visualisasi itu berkat pembinaan secara berjenjang yang selama ini telah dilakukan. Tidak heran, para kaum muda yang tampil itu, bisa memerankan masing-masing peran dengan penuh penjiwaan. Selain itu, ia bersyukur visualisasi itu berjalan apik lantaran didukung oleh para kaum muda dari paroki lain.
“Saya sangat mengapresiasi mereka, karena ini tidak hanya dari Janti, tapi ada dari paroki lain juga diajak. Ada yang teman main di sekolah atau teman di rumah itu diajak. Ada dari paroki sekitar, kurang lebih ada empat paroki,” beber Pungky.
Dijelaskannya, visualisasi kisah Yesus Kristus ini merupakan sebuah tradisi rutin di Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi, Janti, Sukun. Menurut Pungky, momen seperti itu merupakan sebuah kesempatan bagi seluruh umat untuk merenungkan dan memaknai Jumat Agung Wafatnya Yesus Kristus
“Yesus disalib sebagai bentuk cinta beliau kepada umat, sekaligus mengajak untuk selalu ingat dan berdoa,” tutur dia.
Sementara itu, Pastor Kepala Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi Romo Dr Alf Krismiyanto, Pr menjelaskan, Peringatan Jumat Agung ini menjadi sebuah makna penting bagi umat Katolik untuk memahami tentang salib yang diambil dari sejarah Yesus yang disalib.
“Peristiwa itu dulu hukuman, tapi ternyata karena kemudian bangkit, maka sebetulnya itu lambang kemenangan bagi Yesus dan umat yang mengikuti. Salib memang bukan disembah, tapi dihormati,” jelas Romo Krismiyanto.
Melalui sebuah visualisasi kisah Yesus Kristus, dikatakan Romo Krismiyanto merupakan sebuah upaya untuk mengenalkan sejak dini pada generasi muda tentang kisah Yesus Kristus. Tidak hanya bagi para jemaat yang menyaksikan, tapi juga para kaum muda yang memerankannya.
“Bagi saya sendiri, bukan melihat hasilnya, tapi proses bagaimana mereka memahami itu. Hampir tiga bulan lebih mereka memahami, sehingga nanti akan terbawa, mengingat dan memahami,” tutur dia.
Visualisasi kisah Yesus Kristus ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Peringatan Jumat Agung di Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi. Sebelum visualisasi, Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi menggelar Devosi Jalan Salib yang sifatnya lebih pada doa.
Setelah visualisasi kisah Yesus Kristus, ditutup dengan upacara liturgi untuk membacakan sabda dan kisah sengsara Yesus Kristus dan penghormatan salib. Romo Krismiyanto berharap, dengan momen Peringatan Jumat Agung ini, umat Katolik pada umumnya bisa merasakan rahmat Tuhan.
“Apalagi tahun ini adalah Tahun Yubelium, atau tahun rahmat Tuhan. Harapan kami, banyak umat Katolik bisa merasakan Allah yang maha rahim dan mengampuni di tahun Yubelium atau pembebasan dan pengampunan, yang ada tiap 25 tahun sekali,” tutupnya. (ian/van)