Ramadan selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, salah satu tradisi yang memperkaya suasana Ramadan adalah penyelenggaraan pesantren kilat. Pesantren kilat umumnya diadakan di sekolah-sekolah umum, masjid, atau lembaga pendidikan Islam selama liburan sekolah, terutama di bulan Ramadan.
Pesantren kilat telah menjadi bagian dari tradisi pendidikan Islam di Indonesia, terutama saat bulan Ramadan. Program ini memberikan kesempatan bagi peserta, terutama pelajar, untuk memperdalam ajaran agama dalam waktu singkat. Namun, di era modern yang dipenuhi dengan perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup, muncul pertanyaan: apakah pesantren kilat masih relevan sebagai sekadar tradisi atau justru menjadi kebutuhan zaman?
Di satu sisi, pesantren kilat dianggap sebagai sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai keislaman di tengah kehidupan yang semakin sekuler. Di sisi lain, tantangan zaman seperti digitalisasi, perubahan pola belajar, dan berkurangnya minat generasi muda terhadap metode pembelajaran konvensional membuat kita perlu mengevaluasi kembali efektivitasnya.
Oleh karena itu, penting untuk menelaah lebih dalam apakah pesantren kilat masih sebatas tradisi yang dipertahankan atau telah berkembang menjadi kebutuhan yang harus beradaptasi dengan zaman. Pesantren kilat telah menjadi fenomena yang semakin populer di kalangan remaja Muslim Indonesia. Program pendidikan agama singkat ini menawarkan pengalaman unik yang menggabungkan pembelajaran intensif dengan suasana pesantren tradisional.
Namun, apa sebenarnya tujuan utama dari pesantren kilat ini? Pesantren kilat atau yang juga dikenal sebagai pondok Ramadan merupakan program pendidikan agama Islam jangka pendek yang biasanya berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Berbeda dengan pesantren tradisional yang bersifat jangka panjang, pesantren kilat dirancang untuk memberikan pengalaman belajar agama yang intensif dalam waktu yang relatif singkat.
Konsep ini muncul sebagai adaptasi dari sistem pesantren konvensional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang memiliki keterbatasan waktu. Peserta dalam pesantren kilat dibagi menurut tingkat kemampuannya, mulai dari kelompok pemula sampai kelompok lanjutan.
Materi yang diajarkan dalam kelompok pemula adalah belajar membaca Al-Quran dan amalan agama sehari-hari. Sedangkan dalam kelompok lanjutan materi yang diajarkan adalah belajar membaca kitab kuning dan diskusi dalam masalah-masalah Islam yang bertemporer. Peserta yang mengikuti kegiatan pesantren kilat ada yang menginap dan ada juga yang tidak menginap (ini yang banyak).
Menurut Ahmad Tafsir menjamurnya pesantren kilat itu pada dasarnya akibat kemajuan sains dan teknologi, ditambah dengan kesibukan orang tua murid, sehingga tidak tersedianya waktu untuk mendidik anaknya di rumah, gejala kekhawatiran terhadap akhlak serta amalan agama anaknya, orang tua tidak menginginkan anaknya menjadi nakal dan sebagainya.
Dari beberapa penelitian kecil diketahui, hal-hal atau motif yang mendorong orang tua memasukkan anaknya ke pesantren kilat. Pertama agar anaknya tidak nakal. Tujuan ini sebenarnya lebih banyak untuk kepentingan orang tua itu sendiri dari pada untuk kepentingan anaknya.
Mereka tidak terlalu mementingkan tujuan lain seperti agar anaknya mengetahui ajaran agama atau agar anaknya tulus dalam beribadah. Akan tetapi ada juga orang tua yang menginginkan agar anaknya tidak nakal. Tujuan tersebut di samping untuk orang tua juga untuk kepentingan anak itu sendiri.
Kedua, motif mengisi waktu. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan energi, apabila tidak disalurkan dengan tepat, itu akan sangat berbahaya. Orang tua tahu bahwa waktu luang bagi anak dan remaja adalah waktu yang amat berbahaya bila tidak diisi atau dialihkan dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.
Ketiga, menutupi kekurangan pendidikan agama di sekolah. Pada kenyataannya pendidikan agama pada saat ini, yang diberikan di sekolah kurang memuaskan. Misalnya masih banyak anak yang belum dapat membaca Al-Quran banyak anak yang tidak menjalankan salat, banyak tawuran dan banyak anak yang masih suka berbohong, menjauhkan sebentar anak-anak dari kecanduan game dan gadget.
Berdasarkan pengamatan, motif-motif orang tua memasukkan anak-anaknya ke pesantren kilat seperti yang diterangkan di atas sangat beralasan. Karena mereka merasa khawatir dengan perkembangan kebudayaan yang bersamaan dengan terjadinya proses globalisasi kehidupan, kemewahan hidup dan sebagainya, dimana perkembangan di atas sangat berpengaruh terhadap kehidupan remaja.
Pada perkembangan selanjutnya, pesantren kilat (disadari atau tidak) diadakan hanya sebatas menjalankan kewajiban undang-undang yang jauh dari makna sebenarnya, yang dari segi materi sama seperti pelajaran agama. Hemat penulis jika pesantren kilat ingin digalakkan pada dunia pendidikan, berikanlah materi ajar yang terencana dan tertata dengan baik, baik metode maupun tenaga pengajarnya.
Walaupun hanya singkat, pesantren kilat diharapkan dapat memberi pengaruh signifikan terhadap perubahan tingkah laku dan emosi peserta didik. Jangan sampai ilmu yang diberikan sekejap, hanya melekat pada saat dilaksanakan program tersebut, setelah selesai maka selesailah semuanya. Artinya setelah selesai pesantren kilat, maka pengaruh tersebut hilang dan tidak kentara kalau telah diadakan pesantren kilat.(*)