Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Kata pondok berarti tempat makan dan tempat untuk beristirahat. Dalam pengertian masyarakat pesantren identik dengan kata asrama-asrama bagi para santri. Dhofier mengemukakan bahwa perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe- di depa dan akhiran –an berarti tempat tinggal para santri.
M. Dawam Rahardjo memberikan pengertian pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, itulah identitas pesantren pada awal perkembangannya. Sekarang setelah terjadi banyak perubahan di masyarakat, sebagai akibat pengaruhnya, definisi di atas tidak lagi memadai, walaupun pada intinya nanti pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli, yang selalu dipelihara di tengah-tengah perubahan yang deras.
Bahkan karena menyadari arus perubahan yang kerap kali tak terkendali itulah, pihak luar justru melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan resistensi terhadap dampak modernisasi.(Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (LP3ES, 1994 hal 18).
Pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam Yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat. Pesantren mengajarkan ilmu-ilmu agama melalui madrasah ataupun kajian dengan kepemimpinan Kiai yang bersifat kharismatik dan independen dalam segala hal. Selain ajaran agama, bagi pesantren modern pelajaran akademik juga diterapkan di dalamnya. Para santri mengenyam pendidikan akademik dibimbing oleh seseorang yang ahli dalam bidangnya.
Setiap pesantren sudah pasti memiliki visi misi yang berbeda, sehingga mencetak lulusan yang berbeda-beda pula. Hampir seluruh masyarakat berpendapat bahwa anak yang diamanahkan ke pesantren akan menjadi anak yang baik, bermoral, memiliki tujuan dalam menuntut ilmu, menanamkan kemampuan untuk mengabdi pada masyarakat.
Sistem asrama pondok memaksa atau membiasakan santri untuk siap 24 jam dalam melakukan aktivitas selama belajar dengan menerapkan adab yang ada di dalamnya. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam pondok diharapkan dapat melahirkan pemimpin seperti Amirul Mukminin di kemudian hari.
Lalu apa yang disebut dengan Amirul Mukminin yang sesunguhnya? Bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin seperti Amirul Mukminin? Baru-baru ini dunia pesatren digemparkan dengan berita-berita bahwa pesantren dinilai bukan lagi tempat yang cocok untuk mengenyam pendidikan moral dan agama yang bermutu. Apalagi harus meningalkan anak di asrama bertahun-tahun untuk mengenyam pendidikan agama dan umum.
Informasi-informasi yang tersebar akhir-akhir ini menyebabkan masyarakat semakin ragu bahkan enggan untuk mempercayakan anaknya di pesantren. Tentu saja hal ini membutuhkan dukungan dan dorongan serta kepercayaan lebih dari masyarakat dan banyak pihak terhadap dunia pesantren.
Butuh tenaga ekstra bagi para pemimpin lembaga pendidika Islam seperti pondok pesantren untuk meyakinkan kembali masyarakat bahwa tidak semua pesantren seperti yang masyarakat pikirkan dan tudingkan. Bahwa pesantren harus tetap dilindungi dan diberi kepercayaan penuh untuk melakukan proses pendidikan yang sempurna.
Membentuk kepemimpinan Amirul Mukminin yang beradab membutuhkan dukungan lebih dari berbagai sisi. Seperti keluarga, teman, guru, orang tua, dan yang paling penting adalah dorongan dari hati santri itu sendiri. Julukan Amirul Mukminin memegang amanah yang sangat besar.
Mengutip Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern karya cendekiawan terkemukan John L Esposito, bagi analisis sejumlah sejarawan di abad pertengahan, istilah yang berarti pemimpin orang mukmin itu digunakan untuk otoritas pemberi komando dan wewenang kepada pasukan muslin selama periode awal penakhlukan. Baik selama masa Rasulullah SAW masih hidup ataupun usai wafat.
Dapat dipahami bahwa amanah yang dipikul bukanlah alat yang semata-mata hanya untuk mengumpulkan jabatan, kedudukan, maupun harta. Akan tetapi, memimpin rakyat semata-mata untuk menjalankan amanah.
Jika masyarakat berpikir mengapa harus mempercayakan anak di pondok? Toh, sekolah di luar pun tidak kalah dalam mengajarkan adab di sekolah. Bahkan nyatanya anak pondok pun bisa bersikap brutal dan tidak terarah.
Perlu dipahamkan bahwa semua guru, para ustadz dan ustadzah bahkan kiai di pondok-pondok pesantren bukanlah pencetak Amirul Mukminin. Bahkan pesantren juga tidak bisa memberikan jaminan mampu mencetak orang baik dan sempurna.
Namun pendidikan yang dilakukan pesantren adalah mengakarkan akhlak-akhlak Amirul Mukminin yang sederhana dan dapat dicontoh keteladanannya. Selebihnya akan diserahkan pada pribadi masing-masing santri dan cara orang tua memotivasi anaknya agar dapat dengan baik dalam menuntut ilmu.
Beribu-ribu orang yang bertemu langsung dengan nabi Muhammad SAW tidak semuanya dapat mengikuti ajaran yang disyiarkan. Apalagi hanya seorang ustadz dan ustadzah yang lagi-lagi juga seorang manusia. Selain itu, pengajar pesantren hampir 85 persen dibimbing dan diajarkan agama yang lengkap. Tidak sedikit pula guru dengan kriteria khusus diterima karena mampu menghafal Alquran serta terjemahan Alquran di luar kepala.
Berbicara mengenai kasus kekerasan dan kejahatan siswa, apakah hanya terjadi di lingkunan sekolah non-pesantren? Jawabannya adalah tidak. Pesantren juga bisa memiliki kasus yang sama dengan sekolah-sekolah non-pesantren lainnya.
Akan tetapi, bisa dikatakan hal tersebut jarang terjadi. Karena keseluruhan kegiatan santri dicoverdengan adab, dan aqidah serta aturan yang ketat. Namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa terjadi.
Adab dan moral seseorang bisa didapatkan dimana saja. Bahkan sarang penjahat pun dapat mengajarkan adab dan moral pada diri seseorang. Layaknya air yang terdapat dimana saja bisa di gunung, rawa, sungai, mata air, oase dan lain sebagainya. Tinggal air mana yang akan dipilih. Begitu pun orang tua hanya dapat berikhtiar, ikhlas, mendidik anaknya dengan pilihan-pilihan yang paling baik.
Pesantren memang tidak otomatis menjadikan anak menjadi Amirul Mukminin, tapi pesantren mampu mengenalkan santri terkait dengan akhlak, adab, aqidah, akademik dan ajaran agama dengan benar. Mencontohkan dengan perbuatan dan mengajak serta orang tua dalam dekapan ukhuwah islamiyah yang diajarkan oleh Amirul Mukminin.(*)