spot_img
Sunday, September 8, 2024
spot_img

Pesta Demokrasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM

Perhelatan pesta demokrasi sudah tinggal menghitung hari, suasana hangat suhu politik dalam negeripun tidak bisa dielakan. Model pemilihan langsung dan terbuka menjadi salah satu hal yang semakin menyemarakan momen pemilu kali ini, baik persaingan antar kandidat Capres/Cawapres atapun para Calon Anggota Legislstif (CALEG) dari level pusat sampai kabupaten/kota.

Bangsa kita yang telah melewati setidaknya duapuluh lima tahun perjalanan reformasi, tentu ada banyak harapan terkait dengan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Harapan agar kehidupan berbangsa dan bernegara semakin baik, masyarakat mendapatkan keadilan sosial sebagaimana janji konstitusi yang termaktub didalam Pancasila dan UUD 1945.

Debat hangat Capres dan Cawapres yang menghiasasi perjalanan masa kampanye merupakan etalase yang digunakan masayarakat untuk mengetahui seberapa kuat visi/misi para kandidat, seberapa tajam pemahamannya dalam mengelola negara, dan seberapa besar keberpihakannya terhadap masyarakat dan bangsa.

Namun seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, kemudahan akses informasi yang terjadi, dan membludaknya fenomena “citizen jurnalism” menyebabkan perbincangan dan bahkan saling hina antar pendukung kandidat terjadi secara masive. Berita bohong dan framing beritapun menjadi konten yang bersliweran di media sosial hari ini.

Banjir bandang demokrasi di ranah digital ini mau tidak mau telah membawa dampak hebat terhadap keberlangsungan demokrasi. Sebut saja misalkan peristiwa kalahnya Donald Trump atas Joe Biden di pilpres Amerika Serikat, yang menjadi ramai karena Trump tidak menerima kekalahannya dan memproduksi berita bohong untuk memutar balikan fakta, sampai terjadinya kerusuhan di gedung Capitol Amerika Serikat yang sebagaian besar orang menyebut sebagai “flawed democracy” terparah di negara kiblatnya demokrasi tersebut.

Pesta demokrasi yang terjadi seiring dengan banjir bandang digital informasi hari ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Indonesia, terlebih bangsa kita yag memang berdiri diatas kemajemukan ini. Ada 17.000 pulau, 710 bahasa, 1.340 suku dan beragam agama yang ada, yang ini menunjukan bahwa bangsa kita yang majemuk ini harus dijalankan diatas toleransi dan persatuan serta kesatuan bangsa.

Data We Are Social-Hootsuite pada Januari 2020 menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 175,4 juta orang dari total penduduk 272,1 juta. Data ini menunjukan peningkatan yang cukup tajam jika dibandingkan dengan tahun 2019. Apalagi, menurut data dari We are social digital in 2020, pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berselancar di dunia maya dibandingkan dengan negara lain di dunia, yakni 7 jam 59 menit, dan 96% pengguna internet di Indonesia mengaksesnya melalui telepon pintar alias smartphone, sehingga dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun mereka tetap aktif berinteraksi dan terkoneksi dengan media sosial.

Pesta demokrasi yang terjadi pada era keberlimpahan informasi dan kemudahan akses internet khususnya media sosial ini, memicu terjadinya distorsi dalam hal berita dan pemberitaan. Media sosial sebagai platform yang paling banyak digunakan oleh masyarakat belakangan didistorsi oleh maraknya hoaks, berita palsu, ujuran kebencian, higga persekusi. Hal ini terjadi hari ini jelang pemilu yang sudah mengihitung hari, yang mau tidak mau menyebabkan masyarakat terbelah dan sangat rawan terjadinya konflik horizontal.

Indonesia adalah bangsa “gemah ripah lohjinawe”, kekayaan alam dan keunggulannya tidak diragukan lagi. Momentum pemilihan umum yang terjadi lima tahun sekali ini merupakan waktu berharga bagi arah tumbuh dan kemajuan bangsa kita tercinta. Suksesi kepemimpinan adalah inti dari perjalanan pemilu, dan inti dari suksesi tersebut adalah adanya proses arah tumbuh bagi bangsa untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang terus menjadi baik.

Dalam sudut pandang apapun itu, kita semua harus menjadi pribadi-pribadi yang bertanggungjawab atas apa yang kita kerjakaan, apapun posisi kita. Pilihan politik yang berbeda antar satu dan yang lainnya harus dimaknai sebagai sebuah kekayaan bangsa yang justru akan membuat bangsa ini maju, karena prinsip dari politik dan demokrasi adalah mempertandingkan gagasan dan menyatukan kepentingan bersama.

Pesta demokrasi memang lazim dimaknai sebagai peristiwa kebebasan masyarakat dalam menentukan afiliasi politik dan pilihan politik, namun nilai keluhuran pekerti dan adab sosial serta persatuan dan kesatuan harus menjadi hal utama yang wajib di dahulukan.

Janji reformasi duapuluh lima tahun yang lalu adalah hutang darah untuk mengembalikan hak-hak masyarakat sesuai dengan dasar-dasar konstitusi yang ada. Bahwa pesta demokrasi yang hari terjadi harus dimaknai sebagai upaya untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Baik dan buruknya pesta demokrasi kali ini ada ditangan kita masing-masing. sehat dan tidaknya demokrasi berada pada sikap dan pekerti kita masing-masing, cacat dan tidaknya pesta demokrasi kali ini juga terletak pada diri kita masing-masing, baik sebagai warga masyarakat, pejabat penyelenggra pemerintahan ataupun yang lainnya. (*)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img