Pada 18-20 November 2022 lalu, ‘Aisyiyah telah melangsungkan Muktamar ke-48 di Surakarta dengan mengusung tema penting “Risalah Perempuan Berkemajuan.” Tema ini cukup krusial untuk mendeteksi bangunan gerakan perempuan dilihat dari berbagai aspek dalam rangka kontestasi dan aktualisasi diri perempuan menjadi manusia yang bermartabat. Kenyataannya, masyarakat umum masih menganggap perempuan sebagai manusia kelas kedua.
Fakta yang tak terbantahkan, perempuan ditekan sedemikian rupa oleh sistem patriarki yang menjadikannya sebagai manusia pelengkap. Bentuk represi tersebut terlihat dalam berbagai bentuk eksploitasi perempuan, salah satunya sebagai objek komoditas.
Ambil misal, perempuan sering dijadikan objek menjanjikan dalam sebuah iklan produk yang justru merendahkan martabat perempuan. Seperti halnya dalam iklan mobil dan produk peningkatan stamina, dan seksualitas, perempuan kerap dimodifikasi sebagai asesori perdagangan
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah hadir demi melahirkan perempuan-perempuan berkemajuan yang memiliki martabat sama mulia dengan laki-laki tanpa diskriminasi berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini Aisyiyah, dalam acara Seminar Pra Muktamar ke-48 Muhammadiyah ‘Aisyiyah di Yogyakarta menegaskan bahwa perempuan berkemajuan ialah perempuan yang alam pikiran dan kondisi kehidupannya tidak mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural.
‘Aisyiyah sejak awal pendiriannya hingga saat ini memang begitu gigih memperjuangkan hak-hak keperempuanan. Selain berbicara tentang perempuan untuk perempuan, ‘Aisyiyah bahkan melampaui dari itu, bagaimana peran perempuan dapat dirasakan untuk semua. Itu sebabnya, karakter gerakan perempuan Islam ini melekat dan menyatu bukan hanya saja pada jiwa dan alam pikir, namun terwujud dalam seluruh amal usahanya.
Karakter Perempuan Berkemajuan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sangat mengapresiasi ‘Aisyiyah yang telah berkiprah nyata bagi kehidupan. Hal tersebut diungkapkannya saat memberikan percikan amanah Milad ‘Aisyiyah Ke-105 tahun di Gedung Siti Bariyah Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Pada Acara puncak Milad ‘Aisyiyah tersebut Haedar Nashir membentangkan karakteristik dari perempuan Islam berkemajuan. Pertama, berpaham Islam berkemajuan. Islam yang berkemajuan tentu memiliki paham “Kembali kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah” sekaligus mengembangkan ijtihad berdasarkan rasionalitas, ilmu pengetahuan, dan kontekstualisasi kehidupan.
Kedua, bercita-cita membangun masyarakat terbaik (khaira ummah). Khaira Ummahselain bermakna umat yang unggul dalam aspek ibadah, akidah, dan akhlak, tetapi pada saat yang sama unggul dalam muamalah duniawiyah yang kemudian dikonstruksi menjadi peradaban utama.
Ketiga, bermisi dakwah dan tajdid yang mencerahkan. Kata mencerahkan yakni mendorong manusia keluar dari kegelapan menuju keadaan penuh cahaya. Dengan kata lain mengeluarkan manusia dari keterjeratan ke arah kondisi yang terbaik, termasuk pada pemenuhan dasar perempuan dalam kehidupan kolektif.
Keempat, menjunjung tinggi dan memuliakan martabat manusia, baik perempuan maupun laki-laki, tanpa diskriminasi. Dalam konteks ini diperlukan upaya-upaya untuk membangun kesetaraan dan keadilan sehingga laki-laki tidak mempunyai hak untuk mendiskriminasi, merendahkan, apalagi menzalimi perempuan hanya karena berbeda jenis kelamin.
Kelima, membangun keluarga sakinah sebagai basis dari masyarakat dan bangsa yang berkeadaban utama. Keluarga adalah fondasi terpenting dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Tanpa keluarga, musykil dapat membangun kehidupan secara kokoh.
Keenam, gerakan yang menguasai IPTEK dan pemikiran maju. Ketujuh, mengembangkan sumber daya insani. Tugas ‘Aisyiyah adalah menyiapkan pewaris masa depan bangsa. Kedelapan, berperan proaktif di dalam membangun umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. ‘Aisyiyah diharapkan turut andil menggerakkan roda kemajuan, ide-ide kemajuan, dan karya-karya kemajuan yang melintas batas untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.
Peta Jalan ‘Aisyiyah
Kini gerakan perempuan Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks baik dalam aspek keagamaan, ekonomi, politik, maupun sosial-budaya. Untuk menghadapi tantangan kompleks tersebut, maka gerakan ‘Aisyiyah dituntut untuk melakukan revitalisasi baik dalam pemikiran maupun orientasi praksis yang mengarah pada pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan menuju kemajuan yang utama.
Sebagai sebuah organisasi pergerakan ‘Aisyiyah telah meletakkan pijakan dasar tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut mencerminkan bahwa ‘Aisyiyah telah menempatkan perempuan dan laki-laki dalam peran kemasyarakatan yang setara. Oleh karena itu ‘Aisyiyah perlu mempertegas visi dan misinya, bukan lagi sekadar organisasi perempuan yang melengkapi organisasi induknya yaitu Muhammadiyah.
Gerakan pemberdayaan perempuan yang telah banyak dilakukan oleh ‘Aisyiyah senyatanya tidak dilakukan secara sporadis, tanpa melihat keterkaitan dengan program yang ada lainnya. Pergerakan ‘Aisyiyah haruslah terintegrasi dan komprehensif, dengan mengembangkan orientasi gerakannya bukan sekadar menciptakan kader-kader perempuan yang shalihah secara ritual. ‘Aisyiyah perlu melakukan reorientasi organisasi yang selanjutnya dikuti dengan penguatan dan optimalisasi praksis sosial.
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam dengan paham keagamaan yang moderat secara berkelanjutan mendorong bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di ruang publik, yang menempatkan perempuan sebagaimana nilai-nilai Islam yang memuliakan dan menjunjung tinggi martabat perempuan.
Semoga hasil Muktamar ‘Aisyiyah semakin terus mencerahkan, mencerdaskan, dan memajukan ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Islam berkemajuan untuk umat, bangsa, dan semesta.(*)