.
Wednesday, December 11, 2024

Pemkot Beri Solusi Alih Komoditas ke Kopi

Petani Keluhkan Harga Sayur Tidak Stabil

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Sektor pertanian sayur kerap mengalami gagal panen. Bahkan ketika panen raya harga jualnya anjlok. Akibatnya para petani mengalami kerugian. Sehingga para petani jauh dari kesejahteraan.

Hal itulah yang menjadi gambaran dan menimpa petani hutan di kawasan Bukit Jengkoang, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Melihat permasalahan itu, program alih komoditas petani hutan dicetuskan Pemkot Batu.

Tujuan program alih komoditas tersebut untuk mengangkat kesejahteraan petani dan bagian melestarikan kawasan hutan. Tanaman yang diusulkan yakni kopi sebagai pengganti tanaman sayur mayur.

Penjabat (Pj) Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai secara langsung bertemu dengan para petani untuk mensosialisasikan alih komoditas penyanggah hutan di Bukit Jengkoang, Rabu (1/2) kemarin. Ia menyampaikan bahwa harga sayur mayur kerap fluktuatif. Berbanding terbalik dengan tanaman kopi yang cenderung stabil.

“Pertemuan ini adalah wujud dari keinginan baik kami untuk meningkatkan taraf hidup petani hutan. Karena menanam tanaman yang memiliki harga pasti. Terlebih kebutuhan kopi di Kota Batu luar biasa,” ujar Aries.

Sosialisasi ini diikuti para petani hutan yang akrab dijuluki petani pesanggem. Program alih komoditas tanaman pertanian ini dalam rangka pembangunan kawasan pedesaan. Agar program tersebut maksimal, Pemkot Batu akan memberikan pendampingan dan penguatan melalui bantuan modal dan jaring sosial.

“Setelah sosialisasi ini pemerintah tidak akan lepas tangan. Pemkot Batu akan terus melakukan penguatan, pendampingan budidaya hingga pendampingan pemasaran. Jika ada kendala segera laporkan kami dan akan segera ditindaklanjuti. Pemkot Batu akan terus memantau perkembangannya,” ujar Kepala BPSDM Pemprov Jatim tersebut.

Rencana Pemkot Batu ini disambut gembira oleh LMDH Kota Batu. Karena selama ini, saat menanam sayur di lahan pertanian hutan memang kerap mendapat hasil dengan ketidakpastian.

Oleh karena itu, Ketua LMDH Kota Batu, Heru Setyaji meminta campur tangan pemerintah untuk melakukan pendampingan budidaya kopi sekaligus pemasaran.

“Harga sayuran sekarang Rp 3000 per Kg. Sedangkan untuk pengeluaran ojek hasil panen Rp 100 ribu per kuintal. Dari situ saja kita sudah kehilangan Rp 1000. Itu belum kebutuhan operasional lainnya. Menanam kopi memang cukup menjanjikan,” ungkap Heru.

Dalam paparannya, Heru menjelaskan bahwa dalam pengelolaan kawasan hutan harus memenuhi 3 aspek yang tidak boleh ditinggalkan yaitu aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Semua aspek harus dipenuhi sehingga tetap menjaga kelestarian hutan.

Sementara itu, Herman salah satu petani kopi Kota Batu menjelaskan pengalamannya sebagai petani sayur yang akhirnya beralih ke kopi. Menurutnya permasalahan klasik petani sayur adalah harga yang tidak stabil dan cenderung lebih murah dibanding modal yang dikeluarkan.

Ditambahkan oleh Wahyu Eko, owner Kalamakara selaku penggiat pengolahan kopi menjelaskan jika kebutuhan pasar biji kopi sangat tinggi dibanding persediaan. Diungkapnya bahwa kebutuhan biji kopi 2022 mencapai 3 ton setahun.

“Namun ketersediaan biji kopi mentah masih sekitar 1,2 ton sampai 1,3 ton setahun. Sulitnya kebutuhan biji kopi membuat dirinya mendatangkan biji kopi dari luar Batu. Oleh karena itu pertanian kopi sangat menguntungkan dan terbukti saya bertahan 10 tahun dalam bisnis pengolahan kopi,” pungkasnya. (eri/nug)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img