.
Friday, December 13, 2024

Peternak Ayam Petelur Terancam Gulung Tikar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Sering Merugi, Harga Pakan Tidak Seimbang dengan Harga Jual

MALANG POSCO MEDIA, MALANG-Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Malang terancam gulung tikar. Harga telur yang tidak stabil dan di bawah harga pokok produksi (HPP) menjadi penyebabnya. Mereka terus mengalami kerugian sejak awal tahun.

Syahroni, peternak ayam petelur di Desa Mendalanwangi Kecamatan Wagir ini salah satunya. Ia mengeluh lantaran tidak ada kepastian harga pasar yang membuatnya harus menelan kerugian.

“Naik turunnya harga telur di pasaran menjadi pukulan berat buat peternak. Para peternak sudah banyak yang angkat tangan. Modal pakan tidak seimbang dengan harga jual, sehingga banyak peternak yang rugi,” ucap Syahroni kepada Malang Posco Media.

Dikatakannya, ada sekitar 44 peternak ayam petelur di Wagir yang merasakan hal sama. Harga pakan dan harga jual telur tidak sebanding bahkan bisa lebih tinggi biaya pakan. Sebagian besar peternak mulai memikirkan untuk beralih ke peternakan lain atau pertanian yang lebih menghasilkan dan minim risiko.

Ia menyebut, peternak di Kabupaten Malang khususnya Kecamatan Wagir tidak akan bisa bertahan jika harga telur terus tidak stabil dan lebih sering di bawah harga pokok penjualan. Selain harga telur yang murah, harga pakan mahal membuat para peternak mengalami kerugian.

Dalam ketidakstabilan harga telur di pasaran, Syahroni mengeluhkan pengaruh dari pengusaha besar dengan skala produksi tinggi di pabrik-pabrik. Dimana dulu industri hanya memproses telur yang didapat dari peternakan, sekarang merambah ke peternakan hingga industri pakan.

“Mungkin peternak akan ganti ke pertanian yang lain atau peternakan lain. Sekarang ada industri besar yang memproses produksi lebih tinggi dari peternak. Beda dengan dulu, sekarang industri menguasai dari hulu hingga ke hilir, termasuk pakan,” ujarnya.

Syahroni menambahkan, harga telur di pasaran sempat menyentuh angka rendah Rp 12 ribu. Sementara rata-rata harga pakan berkisar Rp 17 ribu – Rp 19 ribu. Hitungannya bukan untung yang didapat, melainkan rugi biaya produksi.

“Dari pada utang semakin banyak, mending dijual ayamnya. Kami peternak kecil yang hanya sekitar 2.000 – 3.000 ekor tidak bisa melawan perusahaan besar,” tambahnya.

Ia berharap, pemerintah turun tangan langsung karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Syahroni yang pada kondisi normal bisa menghasilkan sekitar 2 ton telur per-hari sekarang tak bisa lagi.

“Menghasilkan telur satu kilo butuh operasional Rp 19 ribu. Sedangkan harga telur sekilo Rp 14 ribu, terus kita nombok dari mana? Itu hanya contoh kecilnya saja,” keluhnya.

Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang Agung Purwanto menanggapi, bahwa harga telur di pasaran dikatakannya masih aman. Ia menampik para peternak ayam petelur merugi. Penyesuaian harga menurutnya adalah wajar di tengah gejolak pasar.

“Harga telur broiler rata-rata Rp 19.167 dan telur ayam kampung Rp 45.648 masih normal. Jika rugi karena harga pakan yang mungkin naik,” jelas Agung.

Menurutnya, peternak di Kabupaten Malang tidak mengalami kesulitan. Hanya saja ada hukum pasar yang mengakibatkan naik turunnya harga komoditi.  “Di dalam hukum pasar jika harga stabil berarti antara supply and demand masih seimbang,” pungkasnya.(tyo/agp)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img