MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bagi peternak di Kota Batu sangat dikeluhkan para peternak. Pasalnya para peternak menilai Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu hanya mendata ternak yang mati. Tidak untuk ternak yang sakit.
Hal itu disampaikan oleh belasan peternak asal Desa Oro-oro Ombo dalam hearing bersama Komisi B dan DPKP di gedung dewan Kamis (6/10) kemarin. Mereka menyampaikan berbagai keluhan akibat wabah PMK.
“Akibat dampak PMK membuat produksi susu menurun drastis. Produksi susu untuk satu sapi saat normal mencapai 25 liter per hari. Karena terdampak PMK turun menjadi 8 liter. Penurunan produksi susu ini mengakibatkan kerugian bagi para peternak,” ujar Sukirman salah satu peternak.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan jika sapi yang pernah terdampak PMK dan sudah sehat ternyata produksi susunya sangat sulit untuk naik. Dalam tiga bulan setelah sapi sembuh hanya memproduksi 6 liter sampai 8 liter. Sehingga dibutuhkan nutrisi untuk ternak.
“Salah satu solusi untuk memperbaiki bahan makanan sapi adalah rumput gajah. Sementara keberadaan rumput gajah kondisi nutrisinya juga perlu ditingkatkan,” bebernya.
Ditambahkan oleh, Ketua Gapoktan Rukun Santoso, Karianto bahwa akibat PMK perputaran uang para peternak turun drastis. Contohnya di KUD Batu, sebelum PMK perputaran nilai per 10 hari bisa mencapai Rp 3 miliar. Sekarang tinggal setengah jadi Rp 1,5 miliar dalam 10 hari.
“Dengan begitu peran peternakan sendiri sangat besar untuk perekonomian Kota Batu. Sekarang para peternak berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan secara swadaya demi pemulihan ekonomi. Bahkan sampai pinjam uang ke sanak keluarga,” ungkapnya.
“Kami juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang hanya mendata sapi mati saja. Tapi tidak mendata sapi-sapi yang sakit dan produksi susunya berkurang. Padahal ini sangat butuh perhatian dan penanganan juga,” imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Heru Yulianto,penanganan terkait wabah PMK tidak bisa selesai dalam waktu satu atau dua tahun saja. Sehingga butuh waktu cukup panjang untuk penanganan.
“Untuk penangan PMK kami masukan ke BTT. Namun karena sampai pembahasan PAK maka BTT tidak bisa dilaksanakan. Pada akhirnya anggaran tidak bisa banyak,” ungkapnya.
Terkait bantuan terdampak PMK, pihaknya telah melakukan pendataan. Namun untuk pendataan dilakukan terhadap sapi yang mati sesuai aturan pusat. Dengan ganti rugi Rp 10 juta per ekor. Sedangkan untuk bantuan terhadap sapi sakit adalah obat-obatan.
“Nanti bantuan Rp 10 juta per ekor untuk sapi mati. Saat ini ada 170 yang ditampung oleh Pemerintah Pusat dalam gelombang satu dari Kota Batu. Selanjutnya bantuan tahap dua ada 912 yang akan mendapat bantuan,” pungkasnya. (eri/nug)