Desaku Wisataku
NEW MALANG POS, MALANG-Tak hanya alam yang subur dan indah, di Kabupaten Malang banyak bertebaran wisata religi yang memiliki sejarah. Salah satunya adalah Petirtaan Watugede yang ada di Kecamatan Singosari. Tempat ini kerap dikunjungi wisatawan dari luar Jawa Timur hingga Mancanegara.
Wisata ini terletak di Desa Watugede Singosari. Aksesnya tak jauh dari Stasiun Singosari. Petirtaan Watugede adalah destinasi wisata religi dan edukasi sejarah yang dilindungi. Tidak ada biaya masuk bagi pengunjung, hanya mengisi buku tamu dan mematuhi aturan wisata yang ada.
Agus Irianto, juru kunci Petirtaan Watugede mengatakan, pertama kalinya petirtaan ini ditemukan pada tahun 1925. Dimana tahun 1931 kemudian dibuka untuk melakukan proses konservasi alam saat masa kolonial.
“Awalnya ditemukan dan ditetapkan untuk kawasan pelestarian. Selama ini pengelolaan dan pemeliharaan selalu mendapat bantuan berbagai pihak,” katanya, Jumat (18/2).
Petirtaan ini merupakan tempat pemandian raja dan para putri raja di zaman Kerajaan Singosari (1222-1292). Ken Dedes juga disebutkan pernah mandi di Petirtaan Watugede.
Aksesnya sekitar 200 meter di sebelah timur stasiun kereta api Singosari, kawasan petirtaan ini memiliki suasana yang teduh dan indah dipandang mata. Letaknya di lereng pegunungan di mana banyak ditemukan sumber mata air membuat udara di sekitar petirtaan masih asri dan sejuk.
Menurut Agus, dahulu kala setelah raja atau putri-putri Kerajaan Singosari selesai mandi, mereka menuju Candi Sumberawan yang berada di sebelah barat pertirtaan. Di sana keluarga kerajaan melakukan sembahyang.
Petirtaan Watugede memiliki keunikan tersendiri dengan keluarnya air jernih dari mulut area. Air tersebut mengalir hingga saat ini. Petirtaan Watugede terdiri dari satu kolam yang panjangnya sekitar 7 meter dengan lebar sekitar 3 meter. Di kolam tersebut, ada pancuran berbentuk area yang bentuknya tidak lagi sempurna.
Pria berusia 57 tahun itu mengungkapkan bahwa para pengunjung yang datang ke pemandian tersebut tidak hanya berasal dari Jawa Timur. Melainkan juga dari daerah lain seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Akses ke pertirtaan ini juga terbilang mudah, kendaraan roda empat bisa mencapai lokasi petirtaan.
“Di setiap lubang dulu ada arca yang menyimbulkan dewa. Digunakan sebagai tempat suci di era Tumapel untuk para putri raja, termasuk Ken Dedes anak Tumapel. Pada saat kecil, dimana adat leluhur putri harus disucikan dipingit, tidak boleh keluar dan dipersiapkan pendidikan untuk bisa mengenal hidupnya berkah dari alam,” ceritanya.
Beberapa mitos berkembang di luar, namun Agus tak mengatakan itu benar karena mitos menjadi milik masing-masing. Seperti halnya air yang digunakan untuk mandi yang dipercaya awet muda. Atau adanya hukuman jika pengunjung melanggar pantangan.
“Pernah ada yang meremehkan arca tanpa kepala karena rusak. Dia seorang ibu yang sedang hamil. Beberapa waktu kemudian datang lagi, menangis anaknya tidak punya telinga,” ungkap Agus.
Ia bersyukur bahwa pemerintah memberi perhatian dengan menggaji petugas pelihara dan juru kunci. Sejak rahun 60-an, lebih dari empat pergantian juru kunci yang dirasa memahami sejarah yang ada. “Kita merawat tradisi dan budaya, dimana alam yang sudah memberi kehidupan harus dijaga dan dilestarikan. Kalau budaya dan alamnya hilang bisa rusak semua,” terang Agus.(tyo/agp)