.
Thursday, November 21, 2024

Pilkada, Kebijakan dan Teknokrasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh: Yunan Syaifullah
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang

MALANG POSCO MEDIA – SEJARAH adalah cermin. Cermin kebenaran. Cermin dan kebenaran sejarah yang terjadi terkadang ada ruang untuk diuji karena polemik dan kontroversi. 30 September menjadi memori buram Indonesia. Selama 59 tahun selepas tragedi berdarah itu dijadikan refleksi kolektif bangsa untuk diingat, diperingati dengan berbagai caranya masing-masing.

Menariknya, saat 30 september sepanjang 59 tahun memori kolektf dilakukan tidak semata-mata dilakukan secara platonis –melihat peristiwa dari sisi historis—namun terlahir kajian pemikiran berdasarkan sejarah – melihat peristiwa dari sisi filosofi dengan mengkombinasikan sisi historis.

Pasca tragedi berdarah 30 September 59 tahun lampau, acapkali peristiwa apapun yang terjadi dan arahnya menjadi monumen sejarah, selalu dilihat dalam perspektif kajian pemikiran bukan lagi dalam pendekatan platonic. Akibatnya setiap peristiwa sejarah memiliki resonansi menarik yang bisa dijadikan pelajaran untuk kepentingan masa depan.

30 September periode kali ini, juga beririsan dengan masalah ekonomi politik yang berlatar peristiwa menarik diataranya 2 Tahun Tragedi Kanjuruhan. Tahun politik 2024. Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden. Terakhir Pemilihan Kepala Daerah yang akan berlangsung 27 November mendatang

Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, menggelar pemilihan umum yang diklaim terbesar di dunia pada 2024. Jumlah total pemilih diperkirakan mencapai 74 persen dari total populasi Indonesia, sebagian di antaranya adalah pemilih pemula.

Lebih dari 200 juta pemilih di dalam negeri dan 1,75 juta diaspora Indonesia di seluruh dunia akan mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih calon legislatif, calon presiden dan wakil presiden hingga calon kepala daerah di wilayahnya masing-masing.

Dari pemilu-pemilu sebelumnya, agenda demokrasi lima tahunan itu membawa beragam pengaruh bagi perekonomian nasional.

Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diperkirakan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut estimasi, kontribusi itu diharapkan mencapai 0,6 persen hingga 1,3 persen, yang setara dengan suntikan dana sebesar Rp 118,9 triliun sampai Rp 270,3 triliun ke dalam perekonomian nasional.

Pemilu bukan hanya berpengaruh dari aspek teknikal, tetapi juga dari aspek fundamental. Pemilu 2024 menjadi momentum krusial yang dapat mempengaruhi keputusan investasi, terutama oleh investor asing yang cenderung lebih hati-hati.

Pilkada 2024 dengan calon dan kandidat yang diusung setiap partai politik memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Sehingga hal ini akan akan berpengaruh pada keputusan investasi. Apalagi investor asing yang cenderung lebih berhati-hati daripada investor domestic.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti issue pangan akan menyertai dalam Tahun Politik 2024. Konsekuensi logis, tema dan issue ini tidak hanya di level presiden dan wakil presiden. Namun, di level daerah pun, Pilkada 2024 sudah seharusnya jadi pemikiran utama dalam visi misi yang diusung.

Idealnya, setiap pasangan calon untuk menyelesaikan masalah klasik bidang pangan berupa regenerasi petani dan penyusutan jumlah lahan pertanian. Masalah krusial yang wajib mendapatkan perhatian bagi calon pemimpin. Petani sebagai aktor utama dalam produktivitas mencapai hasil pertanian saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Rasio ketergantungan penduduk Indonesia terhadap pangan beras mencapai 97 persen. Sebagian besar penduduk menggunakan 60 persen pendapatan mereka untuk membeli kebutuhan pangan dan dari jumlah tersebut yang digunakan untuk konsumsi beras masih dominan sekitar 20 persen.

Hal itu menuntut harga beras yang stabil karena gejolak harga dan pasokan beras dapat mendorong instabilitas ekonomi dan produktivitas sektor industri (yang masih banyak menggunakan harga pangan sebagai dasar perhitungan upah), sehingga dapat berimbas kepada gejolak politik dan instabilitas nasional.

Beras menjadi salah satu komoditas utama yang penting dan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan bangsa kita. Pemenuhan beras untuk konsumsi masyarakat menjadi target pemerintah untuk mempertahankan dukungan masyarakat

Data menunjukkan bahwa rata-rata usia petani saat ini berada di atas 50 tahun karena banyak masyarakat tidak berminat lagi menjadi petani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 11,61 juta hektare. Sedangkan, luas panen padi pada tahun 2022 mencapai sekitar 10,45 hektare.

Sejak masa orde baru hingga reformasi, kebijakan sektor pangan dan pertanian khususnya beras mengalami perubahan yang diidentifikasi sesuai rezim kepemimpinan politik nasional.

Akibatnya, penataan sektor pertanian tidak mengalami kemajuan dan masih mewarisi masalah-masalah tata kelola pangan dan pertanian semakin memburuk

Perubahan kebijakan ekonomi pasca-pemilu dapat memengaruhi sektor-sektor tertentu. Peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan meningkatkan konsumsi masyarakat dan memberikan efek multiplier yang tinggi pada sektor-sektor. Seperti, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Sejarah mencatat contoh dampak langsung pemilu terhadap ekonomi. Pemenang pemilu, seperti pada masa orde lama, dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Sebaliknya, era reformasi di bawah BJ Habibie membawa stabilitas ekonomi dan peningkatan kepercayaan investor.

Pilkada 2024 pun dibayangi masalah fundamental di antaranya harga komoditas yang cenderung naik.

Sementara itu, periode September 2024, harga komoditas pertambangan mengalami penurunan, terutama karena permintaan global yang melemah dan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, harga komoditas pada 2024 dan 2025 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan setengah dekade sebelum pandemi Covid-19. Meskipun demikian, dampaknya diperkirakan tetap dapat menahan laju penurunan inflasi global.

Lagi, di era Reformasi, politisi parpol tidak terlibat banyak dalam tim manajemen ekonomi bangsa. Memang beberapa tokoh parpol yang berlatar belakang pengusaha masuk ke tim ekonomi, tetapi peran teknokrat masih mendominasi dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Namun, ke depan bukan tidak mungkin parpol akan mem-positioning mazhab ekonomi partai mereka sehingga di awal, konstituen akan bisa menebak ke mana arah kebijakan ekonomi ke depan jika partai tersebut berkuasa. Ini setidaknya mengurangi uncertainty ekonomi pada masa pemilu sehingga masa menunggu investor tidak akan lama.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img