MALANG POSCO MEDIA – Menyambut Hari Raya Waisak 2568 BE, para bhikkhu dari Vihara Dhammadipa Arama Kota Batu menjalankan tradisi Pindapata, Minggu (19/5) kemarin. Tahun ini tradisi tersebut kembali digelar di kampung sadar kerukunan umat beragama Dusun Ngandat Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo Kota Batu.
Prosesi Pindapata diikuti oleh dua bhikkhu, 10 samanera dan enam atthasilani dengan membawa wadah berupa periuk atau mangkok yang berbentuk bulat. Mereka berjalan menghampiri puluhan warga berjejer di pinggir jalan untuk menerima makanan dan minuman yang diberikan oleh umat Buddha dan warga sekitar.
Seksi Humas Panitia Waisak, Suwono mengatakan Pindapata merupakan tradisi mengumpulkan makanan oleh para bhikkhu. Bukan hanya untuk dimakan oleh para bhikkhu, tapi juga oleh umat yang hadir.
“Ini (Pindapata.red) bukan meminta, tapi sesuai tradisi Buddha, para bhikkhu akan berjalan terus. Selama ada yang memberi maka pemberian tersebut akan diterima tanpa memandang agama apapun yang memberi,” ujar Suwono kepada Malang Posco Media usai mengikuti rangkaian Pindapata.
Ia menjelaskan bahwa makanan yang diberikan ke para bhikkhu, dalam konteks pemberian ada empat kebutuhan pokok. Pertama makanan, kedua ada obat-obatan, ketiga dalam bentuk pakaian jubah dan terakhir tempat tinggal atau kuti.
“Jadi empat kebutuhan pokok ini yang bisa diberikan ke para biku saat Pindapata. Prosesi pengumpulan dana makanan ini harapannya untuk memunculkan rasa sifat memberi. Sifat memberi ini bukan hanya bagi umat Buddha, tapi umat beragama lainnya. Ketika hasil pemberian ada banyak sisa maka akan dibagikan ke lembaga sosial seperti panti,” urainya.
Suwono menyampaikan bahwa tradisi Pindapata ini dilakukan setiap Minggu oleh bhikkhu yang ada di Vihara Dhammadipa Arama. Namun sebagai wujud kampung kerukunan umat beragama, maka dilakukan setiap menjelang Waisak di kampung Ngandat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tradisi Pindapata dilakukan kembali setelah pandemi. Tepatnya sejak tahun 2023 lalu yang dilaksanakan di kampung Ngandat.
“Pelaksanaan di kampung Ngandat bukan tanpa alasan. Ini karena Ngandat telah menjadi ikon kampung sadar kerukunan umat beragama serta banyak warganya yang beragama Buddha. Selain itu juga untuk membangun toleransi antar umat beragama dan terima kasih ke masyarakat karena telah saling menjaga kerukunan dan saling menguatkan,” terangnya.
Bahkan, warga Ngandat sendiri telah saling mengenal tradisi masing-masing. Contohnya untuk agama Islam setiap Idul Adha menggelar pawai yang juga dibantu oleh umat Buddha, pun sebaliknya ketika umat Buddha menggelar kegiatan juga akan dibantu.
“Tepat menjelang Waisak nanti tanggal 23 Mei, kami juga akan menggelar pawai barongsai dimulai pukul 17.00 WIB dari kampung Ngandat menuju Vihara Dhammadipa Arama. Kemudian mengikuti detik-detik waisak pada pukul 20 lebih 54′ 42″ WIB,” paparnya.
Sebelum mengikuti detik-detik prosesi Waisak, akan dilakukan prosesi memandikan rupang Buddha atau bayi Siddharta kecil di depan pintu masuk pagoda. Rencana juga ada pemutaran film Hakiki yang dibuat tim Bhante Jayamedho dalam rangka membangun toleransi antar umat beragama. Pelaksanaan Pindapata diikuti seluruh pengurus Yayasan Padepokan Dhammadipa Arama, Bem Stab Kertarajasa Patria, Wandani, Magabudhi dan Cetya Setya Dharma. Kemudian dilanjutkan dengan Tabur Bunga di TMP sebagai bentuk hormat kepada para pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan Indonesia. (eri/van)