MALANG POSCO MEDIA, MALANG– Kasus eksekusi pengosongan Hotel Mandala Puri di Jalan Panglima Sudirman Kota Malang menyisakan polemik. Indah Sri Widoretnowati, pemilik hotel tersebut mengaku mengalami kerugian puluhan miliar rupiah akibat peralihan kepemilikan aset hotel yang disebutnya sarat kejanggalan.
Kuasa hukum Indah, Robbi Prasetyo, SH mengatakan awal mula persoalan terjadi pada 2019, ketika kliennya berniat meminjam dana sebesar Rp 1 miliar untuk keperluan renovasi hotel. Proses peminjaman itu difasilitasi oleh seorang rekan berinisial S, yang dipercaya Indah untuk mengurus kelengkapan dokumen administrasi.
“Klien kami hanya mengandalkan kepercayaan kepada rekannya. Ia menandatangani dokumen yang dikira berkaitan dengan pinjaman, tapi ternyata ada indikasi manipulasi,” jelas Robbi, Selasa (10/6).
Dia mengungkapkan bahwa dalam dokumen yang ditandatangani, ternyata tercantum sejumlah akta yang mengarah pada jual beli. Di antaranya adalah Akta Perjanjian Pengingatan Jual Beli Nomor 80, Akta Kuasa Menjual Nomor 81, dan Akta Perjanjian Pengosongan Nomor 82.
Bahkan, muncul Akta Jual Beli (AJB) Nomor 044 Tahun 2020 tertanggal 22 Februari 2020. Dalam AJB, tercantum nilai transaksi sebesar Rp 6 miliar. Namun, Indah menegaskan tidak pernah merasa menjual hotelnya, dan uang itu tidak pernah diterimanya secara penuh.
“Jual beli itu tidak pernah terjadi. Yang ada hanya pinjaman sebesar Rp 1 miliar,” tegasnya. Lebih lanjut, Robbi menyebut ada kejanggalan lain berupa aliran dana kompensasi pengosongan hotel sebesar Rp 500 juta, yang hingga kini belum diterima Indah secara utuh.
Menurutnya, dana sebesar Rp 300 juta ditahan oleh notaris, sementara Rp 150 juta dibawa oleh mantan pengacara berinisial AC. Ia hanya menerima Rp 50 juta.
“Aliran dana yang tidak jelas ini menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi, dan kuat dugaan ada praktik mafia tanah yang bermain dalam kasus ini,” tegasnya.
Proses penandatanganan dokumen disebut telah didokumentasikan secara profesional dengan kamera DSLR oleh pihak notaris. Foto dan video tersebut kemudian dijadikan bukti dalam proses hukum.
“Padahal, klien kami merasa saat itu dalam kondisi tidak sadar dan dijebak. Tapi karena dokumentasi tersebut dinilai sebagai akta otentik, justru menjerat beliau di pengadilan,” terang Robbi.
Kini, hotel yang memiliki nilai riil sekitar Rp 30 miliar (berdasarkan NJOP sebesar Rp 14 miliar), beralih kepemilikan hanya dengan nilai Rp 1 miliar. Pihak Indah pun merasa dirugikan secara materiil maupun hukum.
Meskipun gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) telah dikabulkan di sejumlah tingkat pengadilan dan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pihak lawan ditolak, pihak kuasa hukum menyatakan belum menyerah.
“Kami masih menempuh upaya hukum lanjutan, termasuk kasasi. Ada banyak kejanggalan dalam proses jual beli ini. Kami optimistis hasilnya akan berpihak pada keadilan,” tandas Robbi, dari Kantor Advokat Didik Lestariyono.
Robbi berharap publik terus mengawal kasus ini agar hak-hak kliennya dapat dipulihkan. “Semua pihak yang terlibat, termasuk oknum yang bermain curang, harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” pungkasnya. (mar/van)