Malang Posco Media – Di Indonesia, menjadi ASN dan PNS adalah idaman. Pekerjaan yang dianggap menjanjikan masa depan, karena setelah masa kerja usai ada masa pensiun. Jaminan pensiun ini yang dianggap masyarakat akan membuat hidup di masa tua akan bahagia. Tahukah Anda, siapa ASN dan PNS itu? Sebab faktanya dua kata ini meskipun sama, tapi pengertian dan statusnya berbeda.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, disebut bahwa ASN terdiri dari PNS dan PPPK. Aparatur Sipil Negara sebenarnya dibedakan menjadi dua, yakni PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Maka dapat disimpulkan, ASN belum berarti PNS, akan tetapi PNS sudah pasti merupakan ASN.
Dalam pasal 1 disebutkan, PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Fungsi PNS adalah sebagai pembina kepegawaian dan tujuannya untuk menempati posisi di pemerintahan yang sifatnya permanen.
Pada Manajemen PNS diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu, manajemen PPPK diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Adapun poin-poin manajemen PNS yang tidak ada pada manajemen ASN PPPK yang menjadi dasar perbedaan keduanya yaitu pangkat dan jabatan, pengembangan karir, pola karir, promosi, mutasi, jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
Peran dan Fungsi ASN
Merujuk pada Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014, pegawai ASN (PNS dan PPPK) berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Itulah kedudukan dan peran PNS dalam NKRI sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014. Selain sebagai pelaksana kebijakan dan pelayan publik, PNS juga berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Namun fakta di lapangan, masyarakat seringkali mengeluhkan kinerja para PNS. Baik itu di lingkungan desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat. Faktor pelayanan publik kadang menjadi persoalan yang menjengkelkan. Birokraksi terlalu berbelit belit, waktunya lama, dan membutuhkan biaya yang kadang tidak sedikit.
Keluhan masyarakat atas pelayanan itu mulai dari ASN yang memasang wajah cemberut dan tidak ramah ketika melayani masyarakat, mengutamakan kerabat dan koleganya saat masyarakat antre, birokrasi lambat sehingga membuat masyarakat sampai menunggu berjam-jam. Bahkan ada ASN yang membentak dan bertindak kasar terhadap masyarakat.
Survei Litbang Kompas pada 22-24 April 2020 merilis kekhawatiran terbesar publik di tengah pandemi Covid-19 ialah kesulitan mencari bahan pokok (38 persen). Kekhawatiran lain di antaranya: menurunnya profesionalitas ASN (9,2 persen), tidak mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas (23 persen), tidak dapat mengurus surat-menyurat dan perizinan yang berdampak pada bisnis (8 persen), serta tidak mendapatkan pekerjaan (7,3 persen).
Data Kemenpan RB yang dirilis Harian Kompas edisi Senin (13/4/2020) mencatat bahwa, seiring pemberlakuan WFH bagi aparatur sipil negara terdapat keluhan mengenai terganggunya pelayanan publik. Keluhan paling banyak terkait pelayanan administrasi kependudukan (153 laporan), dari total 348 laporan, disusul pelayanan kelistrikan (116 laporan), perpajakan (40 laporan), perizinan (20 laporan), keimigrasian (11 laporan), serta minyak dan gas (8 laporan).
Dari data di atas memberi gambaran tingginya akses warga masyarakat terhadap pelayanan publik di tengah pandemi Covid-19 tidak berbanding linier dengan kepastian pelayanan yang diperoleh, hal ini tercermati pada komplain pelayanan publik yang mengalami kenaikan.
Komplain dengan mekanisme voice (selain mekanisme exit) merupakan satu-satunya alternatif yang digunakan untuk mengeluhkan pelayanan yang bersifat publik, sekaligus kontrol terhadap aparatur pemerintah untuk memberikan pelayanan yang akuntabel.
Pelayan Masyarakat
Profesi ASN bekerja berlandaskan pada prinsip nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik, kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi akademik, jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas, dan profesionalitas jabatan.
Adapun, prinsip nilai dasar yang diterapkan oleh ASN mencakup berbagai hal. Seperti memegang teguh ideologi Pancasila, setia, dan mempertahankan UUD 1945 serta pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia, hingga menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.
ASN juga harus memiliki nilai dan jiwa melayani masyarakat. Karena secara teoritis makna atau arti dari aparat birokrasi pemerintahan adalah civil servant, yang maknanya adalah pelayan masyarkat. Akan tetapi masih banyak sekali ASN yang kurang menyadari bahwa mereka adalah pelayan yang harusnya mengabdi pada majikannya yaitu masyarakat. Karena pada dasarnya gaji ASN merupakan uang pajak dari masyarakat.
Pakar Administrasi Negara Universitas Indonesia Dian puji Simatupang mengatakan, ASN harus loyal pada negara, bangsa dan rakyat karena digaji oleh negara. Dengan digaji negara loyalitasnya adalah hanya pada negara dan rakyat banyak, bukan pada seseorang, individu, pejabat tertentu atau kelompok tertentu.(Tempo, 1/2/2019).
Fakta adanya ASN yang hanya mengabdi kepada pejabat tertentu sehingga mereka lupa akan fungsi dan tugas sebenarnya. Demi tujuan untuk mendapat perhatian atau caper kepada pejabat tertentu, tindakan ini justru melukai hati masyarakat dan tidak bermoral. Tindakan asal bapak senang (ABS) dan mengabdi pada pejabat dan sejenisnya ini rawan timbulnya potensi korupsi.
Betapa tidak, karena lalai akan pelayanan terhadap masyarakat dan demi menyenangkan pejabat untuk kenaikan karir, maka anggaran yang seharusnya diperuntukkan untuk masyarakat malah dikorup demi kepentingan pribadinya. Uang tersebut justru untuk ‘menyuap’ pejabat dalam bentuk yang lain.
Junjung Etika
Kode etik dan kode perilaku yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil menyebutkan ASN mampu menjadi insan yang baik serta menjunjung tinggi etika. Melayani masyarakat adalah tugas dan fungsi utama, sementara melayani pejabat secara personal adalah pelanggaran etika.
PNS bukan dilayani tapi melayani juga ditegaskan Presiden RI Jokowi. Menurut Jokowi ASN bukan pejabat yang justru minta dilayani, yang bergaya seperti pejabat zaman kolonial dulu. itu tidak boleh lagi, bukan zamannya lagi. Penegasan ini disampaikan Jokowi dalam Launching Core Values & Employer Branding ASN yang digelar secara virtual, Selasa (27/7/2021) seperti dikutip CNBCIndonesia (27/7/2021).
Ola Mangu Kanisius dalam tulisannya berjudul Evaluasi Pelayanan Publik Selama Pandemi yang dipublis website Ombudsman RI (5/8/2020) merekomendasikan, pemda diharapkan menciptakan ekosistem pelayanan yang tanggap selama pandemi, dengan memberikan pelayanan secara mudah dan cepat, regulasi yang tumpang-tindih perlu disederhanakan (deregulasi), dan prosedur pelayanan yang rumit perlu dipangkas (debirokratisasi) serta kemudahan pelayanan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (digitalisasi).(*)