spot_img
Thursday, May 2, 2024
spot_img

Polisi Tangkap Santri Penyiksa Junior

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Ahmad Firdaus, 19, pemuda asal Desa Sidoluhur, Kecamatan Lawang ditetapkan tersangka oleh Satreskrim Polres Malang. Dia dianggap terbukti melakukan kekerasan terhadap ST, 15, santri junior di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Lawang.

Dari hasil pemeriksaan, tersangka adalah santri yang tinggal satu ponpes dengan korban ST yang ditugaskan menjaga ruang laundry. “Tersangka melakukan penganiayaan karena emosi ketika ditanya korban terkait laundry,” ujar Kasatreskrim Polres Malang, AKP Gandha Syah Hidayat kepada wartawan, Kamis (22/2).

“Singkatnya, korban datang ke ruang laundry lantai empat dan berbicara kepada pelaku. Saat itu korban menanyakan ke tersangka apakah sudah selesai laundry. Pertanyaannya dianggap menyinggung, hingga korban langsung dianiaya di lokasi,” paparnya. Saat itu, tubuh korban dibawa ke atas meja dan langsung ditempel dengan setrika uap.

“Tersangka sempat mengarahkan setrika uap itu ke wajah korban. Namun diurungkan dan akhirnya diarahkan ke dada kiri,” lanjutnya. Perlakuan semena-mena yang dilakukan Firdaus, panggilannya terhadap ST ternyata tidak hanya sekali itu. Dia sering melakukan berbagai macam bentuk perundungan kepada korban.

Firdaus sering melakukan kekerasan fisik kepada korban dengan memukul tubuh ST, namun korban tidak pernah melawan karena takut. “Perbuatan itu dilakukan tersangka seorang diri. Motif tersangka melakukan perundungan karena iri kepada korban yang dirasa dekat dengan kiai pengasuh pondok,” tegas perwira Polri ini.

Saat ini, polisi mengamankan barang bukti seperti setrika uap, foto luka tubuh korban saat pemeriksaan medis dan surat keterangan visum. “Untuk mengungkap kasus ini, penyidik Satreskrim juga memeriksa lima orang saksi. Mereka adalah para santri hingga pengurus pondok,” ungkapnya.

Masih kata dia, sejak kelas X SMA, Firdaus menjadi petugas laundry khusus santri yang ditunjuk salah satu ustad ponpes. Ia juga masih pelajar aktif karena sempat tinggal kelas beberapa kali di waktu SD. “Kami tidak lakukan penahanan, meski usianya masuk dewasa tapi masih berstatus pelajar aktif kelas 12,” terangnya.

Informasi yang didapat, tersangka dan korban sebelumnya sudah sering melakukan upaya mediasi, namun gagal. Tersangka disangkakan Pasal 80 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU. No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. (tyo/mar)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img