Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur IX digelar. Kota Malang jadi salah satu tuan rumah utamanya. Ribuan delegasi datang dari kota dan kabupaten di Jawa Timur. Sport event regional ini punya multi player effect yang besar. Perhelatan kompetisi olahraga ini diharapkan tak hanya jadi ajang seremonial lima tahunan belaka namun bisa muncul warisan (legacy) yang sangat berarti bagi penyelenggara dan pengembangan olahraga di Malang Raya.
Kota Malang, Batu, dan Kabupaten Malang atau Malang Raya sebenarnya bukan pemain baru dalam bidang olah raga. Sejarah panjang Arema, kampus dengan program keolahragaan, banyaknya atlet, dan lahirnya banyak klub olahraga di Malang Raya menunjukkan daerah ini telah jadi atmosfir bidang keolahragaan yang kondusif. Kultur dan infrastruktur olahraga juga sudah cukup mendukung.
Walau demikian, Malang Raya masih perlu terus meningkatkan upaya pembinaan atlet dengan lebih profesional. Beragam sarana olahraga perlu peremajaan menyesuaikan dengan kebutuhan atlet masa kini. Ajang audisi pencarian atlet-atlet baru untuk semua cabang olahraga (cabor) perlu terus dilakukan dengan sistematis dan terencana. Anggaran yang berfokus pada bidang olahraga juga perlu dialokasikan dengan memadai dan tepat sasaran.
Sebelum Porprov digelar, ada kabar viral tentang atlet binaraga yang harus makan ayam tiren (ayam yang sudah mati sebelum disembelih) karena tak cukup anggaran. Seperti yang telah diberitakan banyak media, anggaran yang diberikan Pemerintah Kabupaten Malang, melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), dinilai tak cukup memenuhi kebutuhan gizi atlet binaraga, terutama kebutuhan protein. Kenyataan seperti ini tentu tak boleh terulang lagi.
Tak Sekadar Event
Perhelatan Porprov sedang berlangsung hingga akhir pekan ini. Upacara pembukaan di Stadion Gajayana telah berlangsung spetakuler dengan aneka suguhan hiburan musik, tari, drum band, atraksi tak kurang 150 drone dilengkapi lampu yang membuat konvigurasi beraneka ragam tulisan di udara, dan pesta kembang api. Pesta pembukaan telah berjalan spektakuler dan sukses serta viral di beragam platform media sosial.
Di sisi ekonomi, ajang Porprov ini dapat mendorong perputaran uang di sektor riil. Hotel, restoran, transportasi, UMKM lokal, hingga pedagang kaki lima turut kecipratan rezeki. Pusat-pusat oleh-oleh dan tempat wisata diserbu oleh ribuan atlet, pelatih, official, dan keluarga mereka. Dalam jangka pendek, efek ekonominya bisa dirasakan nyata. Kenyataan ini membuktikan bahwa event olahraga bisa memberi manfaat lebih luas.
Porprov tak diukur hanya lewat capaian-capaian jangka pendek. Porprov bukan hanya jadi ajang keramaian sementara. Kita pernah menyaksikan bagaimana stadion atau venue olahraga yang dibangun untuk satu event besar kemudian terbengkalai. Kita juga sering melihat atlet muda berprestasi yang tak lagi terdengar kabarnya setelah kompetisi berakhir. Semua ini menunjukkan bahwa event tanpa legacy adalah investasi yang cepat usang.
Porprov tak bisa hanya dipahami sebagai event, maka yang dikejar adalah aspek permukaan yakni keramaian, kemegahan, kecepatan persiapan. Fokusnya bisa melenceng pada siapa yang menjadi sponsor, siapa yang duduk di kursi VIP, atau siapa yang tampil di panggung pembukaan. Semua jadi seremonial. Lalu, setelah medali terakhir dibagikan dan stadion kembali sepi, kita pun kembali ke rutinitas lama.
Bangun Legacy
Legacy adalah warisan yang tertinggal setelah event selesai. Ia tidak selalu tampak dalam bentuk fisik, tapi terasa dalam dampaknya. Legacy bisa berupa fasilitas olahraga yang bisa dimanfaatkan publik, sistem pembinaan atlet yang berkelanjutan, atau perubahan cara pandang masyarakat terhadap hidup sehat dan olahraga. Setelah penutupan, stadion kembali tak boleh sepi. Jangan sampai Porprov hanya jadi panggung event olahraga yang gemerlap, tapi kosong makna setelah lampu padam.
Atlet berprestasi tak boleh diabaikan karena tak ada sistem lanjutan. Tak benar jika hotel dan UMKM hanya laris saat Porprov, tapi tak dikaitkan dengan program ekonomi jangka panjang. Legacy bisa dibangun dengan semakin banyak warga merasa menjadi bagian dari Porprov, semakin kuat ikatan emosional dan tanggung jawab kolektif terhadap pembinaan dan pengembangan bidang olahraga.
Sebagai kota dengan identitas kuat di bidang pendidikan, Malang Raya memiliki modal sosial dan kultural untuk menjadikan Porprov sebagai model pembangunan olahraga berbasis warga. Malang bisa menunjukkan bahwa sebuah event olahraga bukan hanya tentang kemenangan di arena, tapi juga tentang bagaimana warga merasa menjadi bagian dari proses itu. Event olahraga yang bisa memberi kemanfaatkan secara ekonomi dan kesejahteraan warga.
Porprov bisa jadi pesta. Tapi pesta yang baik adalah yang meninggalkan kenangan dan manfaat. Jangan sampai kita sibuk mengejar sukses seremonial, tapi gagal mewariskan sistem dan semangat. Jika Porprov hanya jadi event, ia akan berlalu seperti angin. Tapi jika kita menanamkan nilai, membangun sistem, dan melibatkan warga, maka Porprov akan jadi legacy yang hidup. Bukan hanya untuk atlet, tapi untuk seluruh masyarakat.
Porprov adalah event. Tapi ia harus ditransformasikan menjadi legacy. Jika tidak, maka kita hanya sedang mengulang pola lama yakni pesta besar yang berakhir dengan kehampaan.(*)