Oleh: Tim Peneliti Biopelet, Universitas Brawijaya
Energi adalah masa depan. Barang siapa yang menguasai sumber-sumber energi, maka dia telah menggenggam kekuasaan di tangan. Dalam dunia yang semakin modern dan kompleks ini, energi menjadi kekuatan pendorong utama di balik pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi, dan stabilitas sosial. Penguasaan atas energi tidak hanya menentukan kemampuan sebuah negara untuk berkembang, tetapi juga posisi dan pengaruhnya di panggung global. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan akan energi, kita dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tanpa merusak lingkungan dan tanpa mengorbankan masa depan generasi mendatang. Di sisi lain, tuntutan atas pencapaian sustainable development goals (SDGs) dan penurunan jejak karbon (carbon footprint ) menjadi tugas bersama anak bangsa.
Di tengah krisis lingkungan yang kita hadapi saat ini, pemanfaatan sumber energi konvensional seperti bahan bakar fosil telah membawa dampak yang merusak. Polusi udara, perubahan iklim, dan penipisan sumber daya alam adalah sebagian dari konsekuensi negatif yang harus kita hadapi. Oleh karena itu, peralihan ke energi baru dan terbarukan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan suatu keharusan yang tidak bisa ditunda. Dengan mengembangkan teknologi dan mengadopsi prinsip energi bersih, kita tidak hanya menjaga kelangsungan hidup planet ini, tetapi juga memastikan bahwa kita dapat mewariskan dunia yang lebih baik kepada generasi mendatang.
Oleh karena itu, pengembangan energi baru dan terbarukan harus menjadi prioritas utama dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa, menawarkan alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, kita tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati dunia yang lebih hijau dan sehat. Transisi menuju energi terbarukan membutuhkan inovasi teknologi yang terus-menerus dan dukungan kebijakan yang kuat, yang hanya dapat tercapai melalui kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Oleh karena itu, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) bekerjasama dengan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) melalui skema riset inovasi bidang energi baru dan terbarukan untuk memberikan platform bagi universitas di Indonesia agar dapat berkontribusi mengatasi isu-isu tersebut.
Saat ini, sebagian besar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia masih mengandalkan batubara sebagai bahan bakar utama. Penggunaan batubara menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, seperti SOx, NOx, CO, dan CO2, yang mencemari udara dan berdampak buruk pada kesehatan manusia. Dalam upaya mengurangi dampak lingkungan ini, pemanfaatan biomassa yang diubah menjadi pelet (biopelet) membuka peluang untuk menggantikan batubara.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pengembangan biopelet berbasis biomasa untuk PLTU, terutama pada tahap awal penyalaan dan terbatasnya jangkauan panas. Panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa sering kali tidak mampu mencapai pipa-pipa penukar panas (heat exchanger) yang berada pada jarak yang cukup jauh dari sumber api. Meskipun suhu bara dari pembakaran biopelet sangat tinggi, jangkauan panasnya relatif pendek, sehingga penggunaan biopelet menjadi kurang efektif.
Untuk mengatasi masalah ini, tim peneliti bioenergi dan biomassa dari Universitas Brawijaya telah mengembangkan formulasi baru untuk biopelet, dengan tujuan agar panas yang dihasilkan dapat mencapai tabung-tabung boiler yang terletak jauh dari sumber api. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan biopelet ini adalah bonggol jagung dan bagasse tebu. Dalam formulasi ini, biopelet ditambahkan soda api (NaOH) sebagai aditif, sekitar 1-2,5% dari berat biomassa. Selain itu, bubuk zeolit juga ditambahkan untuk mengurangi potensi debu yang dapat menempel dan menutupi permukaan pipa-pipa penukar panas (heat exchanger). Diharapkan, selain meningkatkan efektivitas transfer panas, dinding-dinding pipa uap juga akan lebih tahan terhadap pembentukan kerak, sehingga tidak perlu sering dibersihkan. Selain itu, keberadaan natrium dalam formulasi ini juga diharapkan dapat mengurangi emisi gas-gas berbahaya seperti SOx dan NOx.
Gambar 1. Biopelet dari bagasse tebu dan nyala api pembakaran
Proses pencetakan biopelet dilakukan dengan tekanan tinggi. Biopelet yang mengandung tambahan zeolit dan NaOH ini diproduksi dengan tekanan 20 MPa dan 40 MPa menggunakan mesin hasil rancangan tim peneliti, yang dilengkapi dengan pompa sistem hidrolik. Proses ini memungkinkan pembentukan biopelet yang sangat padat tanpa memerlukan tambahan perekat. Akibatnya, biopelet yang dihasilkan memiliki densitas tinggi dan kandungan energi per satuan volume yang tinggi. Pembuatan biopelet tanpa perekat juga memberikan keuntungan signifikan dalam proses produksi karena mampu memangkas biaya bahan baku. Gambar 1. menunjukkan biopelet dan nyala apinya.
Hasil uji pembakaran menunjukkan perubahan spektrum warna api biopelet dari biru menjadi merah, bahkan mendekati inframerah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Perubahan ini menunjukkan bahwa biopelet mampu memancarkan radiasi dengan jangkauan yang lebih panjang, yang sangat cocok untuk digunakan dalam ruang bakar boiler yang besar. Keunggulan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pembakaran, tetapi juga menjadikan biopelet sebagai pilihan yang lebih baik dan berkelanjutan dibandingkan dengan batubara. Untuk itu, pengembangan atas riset dan inovasi biopelet ini akan terus dilakukan oleh tim peneliti Universitas Brawijaya, meliputi penggandaan skala, analisis kelayakan teknologi-ekonomi-lingkungan, serta komersialisasinya melalui inisiasi bisnis dan start-up.
Gambar 2. Spektrum hasil pembakaran biopelet bagase tebu dengan perlakuan penambahan zeolit dan NaOH.
Inovasi biopelet dengan tambahan aditif ini merupakan terobosan baru yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Diharapkan, inovasi ini dapat memberikan kontribusi signifikan, terutama dalam pengembangan energi bersih untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Juga, adanya biopelet ini dapat berkontribusi pada pencapaian SDG di Indonesia, khususnya poin 7 – energi bersih dan terjangkau, poin 12 – konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, dan poin 13 – penanganan perubahan iklim.
Tim Peneliti Biopelet DRPM Univ. Brawijaya : B.Susilo, S.Suhartini, ING Wardana, Nurhuda, B.Dwiargo, S.Maryanto, RP Samudra, Andhika, Novita dan WNF Azra
Ucapan terima kasih :
Tim peneliti DRPM Universitas Brawijaya mengucapkan terima kasih kapada PT SMI dan LPDP atas pembiayaan riset pengembangan Biopelet dari Tongkol Jagung dan bagasse tebu.