Presiden Prabowo Subianto diwawancarai langsung oleh 7 jurnalis senior. Dalam sejarah kepemimpinan presiden di Indonesia, belum pernah sebelumnya seorang presiden diwawancari oleh 7 jurnalis selama 4 jam penuh tanpa sensor. Momentum ini menunjukkan bahwa Presiden Prabowo pro pada keterbukaan informasi dan tak anti kritik. Momentum ini mendobrak kebiasaan dan menjadi angin segar bagi kehidupan pers dan demokrasi tanah air.
Wawancara out of the box Prabowo dan 7 jurnalis lintas media dilangsungkan di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025). Para jurnalis senior yang hadir yakni Pemimpin Redaksi TVOne Lalu Mara Satriawangsa, Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis, Founder Narasi Najwa Shihab, Pemimpin Redaksi Detikcom Alfito Deannova Ginting, Pemimpin Redaksi SCTV-Indosiar Retno Pinasti, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, dan Valerina Daniel, jurnalis TVRI sekaligus moderator.
Interview terbuka tanpa sensor yang berdurasi tak kurang dari 4 jam ini membahas beragam isu penting yang menjadi perhatian publik. Presiden Prabowo menjawab semua pertanyaan sulit yang dilontarkan para jurnalis dengan jujur dan terbuka. Dalam wawancara ini Prabowo juga memberi penilaian jujur atas kinerja pemerintahannya dengan skor 6 dari 10. Prabowo mengakui masih banyak yang harus diperbaiki dari pemerintahan yang ia pimpin.
Meski sebelumnya pernah ada pertemuan antara Presiden Prabowo dan para Pemimpin Redaksi dari sejumlah media, tetapi tak pernah dilakukan secara terbuka dan wawancara on the record tanpa sensor seperti yang terjadi saat ini. Menurut salah satu pemimpin redaksi yang hadir, Prabowo tak mengetahui daftar pertanyaan yang akan diajukan sebelumnya. Hal ini terobosan baru yang mendobrak kebiasaan lama komunikasi politik kepresidenan.
Jangan Anti Pers
Dalam sistem demokrasi, seorang presiden atau pemimpin idealnya tak bersikap anti pers, karena pers adalah pilar keempat demokrasi yang berperan sebagaipenjaga transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Pemimpin yang memahami demokrasi akan melihat pers sebagai mitra kritis. Pers memberikan ruang bagi publik untuk mengetahui kebijakan, keberhasilan, maupun kegagalan pemerintah.
Seorang presiden, menteri, kepala daerah, dan semua pejabat publik perlu menyampaikan pesan, kebijakan, atau bahkan klarifikasi isu dengan saluran yang terpercaya dan menjangkau masyarakat luas. Jika pemimpin menjauhi pers, maka ruang komunikasi bisa diisi oleh spekulasi, misinformasi, atau disinformasi. Alhasil, informasi jadi keruh, simpang siur, hingga menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Seorang pemimpin idealnya menerima kritik sebagai proses pembelajaran dan koreksi. Pers sering kali mewakili suara publik yang tak terdengar langsung oleh pemimpin. Bersikap terbuka terhadap kritik menunjukkan kedewasaan dan keberanian politik.Jika seorang pemimpin bersikap anti pers, seperti membatasi akses, menstigmatisasi media tertentu, atau mengabaikan pertanyaan jurnalis, maka ini bisa mengurangi kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Pemimpin yang tak alergi pada pers memperlihatkan bahwa ia tak memiliki sesuatu yang disembunyikan. Hal ini bisa membangun persepsi bahwa pemimpin transparan, jujur, dan bertanggungjawab, yang secara langsung memperkuat kepercayaan publik. Dalam politik, kepercayaan publik adalah modal sosial yang sangat penting dan lebih berharga dari pada popularitas sesaat.
Pemimpin yang terbuka terhadap kritik pers cenderung bisa menghindari jebakan efek gema (echo chamber) di mana ia hanya mendengar pujian dari lingkaran dekat mereka. Dengan mendengar masukan dari media dan publik, seorang pemimpin bisa memperbaiki, menyesuaikan, atau bahkan mengganti kebijakan agar lebih cocok dengan kebutuhan masyarakat. Ini membuat kebijakan yang dihasilkan lebih inklusif dan responsif.
Keterbukaan Informasi
Di Indonesia, prinsip keterbukaan informasi dijamin oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).Keterbukaan informasi publik adalah pondasi dari pemerintahan yang demokratis, transparan, dan bertanggung jawab. Tanpa keterbukaan, kekuasaan bisa dengan mudah disalahgunakan, dan hak publik untuk tahu bisa dikebiri.
Keterbukaan informasi menunjukkan bahwa pemimpin tak menyembunyikan sesuatu dari rakyat. Ini memperkuat legitimasi moral dan politik, karena rakyat merasa diperlakukan sebagai mitra, bukan sekadar objek kekuasaan. Ketika informasi dibuka, kepercayaan tumbuh. Ketika disembunyikan, kecurigaan berkembang. Pemimpin yang enggan terbuka terhadap pers akan tertinggal.
Ketika pemimpin terbuka, narasi tak akan didominasi oleh rumor atau disinformasi. Media mendapat sumber resmi dan kredibel untuk menyampaikan informasi ke masyarakat. Ini mencegah kekacauan informasi yang bisa memicu keresahan sosial. Sikap terbuka dan tak anti kritik bukanlah kelemahan, justru itu tanda kekuatan dan kepercayaan diri seorang pemimpin. Dalam demokrasi, pemimpin yang berani membuka diri kepada pers sedang membangun warisan kepemimpinan yang berkelas dan berpengaruh jangka panjang.
Momentum presiden sendirian meladeni 7 jurnalis seperti yang dilakukan Prabowo ini semoga bukan sekadar pencitraan. Momentum serupa juga bisa diikuti para pemimpin pada semua level. Presiden telah memberi contoh bagaimana menerapkan keterbukaan informasi, berkomunikasi secara jujur, dan tak anti kritik. Selanjutnya giliran para menteri, kepala daerah, dan semua pejabat publik agar tak anti pers dan berkomunikasi yang jujur dan terbuka pada rakyatnya.(*)