Penyakit diabetes adalah masalah kesehatan global dan merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Indonesia pun tidak terlepas dari masalah kesehatan ini. Menurut International Diabetes Federation, di tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia.
Jumlah penderita diabetes di Indonesia terus meningkat, terutama di perkotaan, di mana masyarakat cenderung mengadopsi gaya hidup tidak sehat, memiliki kondisi obesitas dan faktor risiko lainnya. Sehingga tren peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia cukup mengkhawatirkan.
Namun, tahukah Anda, ada fase “peringatan” sebelum seseorang divonis sebagai penderita diabetes? Fase ini disebut prediabetes, sebuah kondisi di mana kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tetapi belum cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.
Sebuah penelitian dari Universitas Indonesia memperkirakan jumlah penderita prediabetes sebanyak 29,1 juta orang pada tahun 2019, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penderita prediabetes tertinggi ketiga di dunia. Dengan demikian, sekitar 10 persen dari penduduk Indonesia menderita prediabetes yang beresiko berkembang menjadi diabetes dan komplikasi penyakit terkait yang harus diobati seumur hidup.
Mengabaikan kondisi prediabetes ibarat membiarkan alarm kebakaran terus berbunyi tanpa tindakan. Padahal, penderita prediabetes masih bisa sembuh. Fase prediabetes adalah kesempatan emas untuk memutar balik jarum jam dan mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Dari sisi medik, prediabetes adalah kondisi di mana sel-sel tubuh mulai menunjukkan resistensi terhadap insulin, hormon yang membantu gula masuk ke dalam sel untuk energi. Akibatnya gula menumpuk dalam darah. Diagnosis prediabetes umumnya ditegakkan jika hasil pemeriksaan menunjukkan kadar gula darah puasa antara 100-125 mg/dL, gula darah 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) antara 140-199 mg/dL, dan HbA1c (rata-rata gula darah 2-3 bulan terakhir) antara 5,7-6,4 persen.
Prediabetes sering kali merupakan bagian dari kondisi yang lebih luas yang dikenal sebagai sindrom metabolik. Ini adalah kumpulan faktor risiko yang terjadi secara bersamaan, secara signifikan meningkatkan peluang Anda terkena penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2.
Sindrom metabolik didiagnosis jika Anda memiliki tiga atau lebih dari kondisi berikut: lingkar pinggang yang besar (perut buncit), tekanan darah tinggi (hipertensi), kadar trigliserida tinggi, kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) rendah, gula darah puasa tinggi.
Jika Anda terdiagnosis prediabetes, sangat mungkin Anda juga memiliki satu atau lebih komponen sindrom metabolik lainnya. Ini adalah sinyal kuat bahwa tubuh Anda berada dalam kondisi “alarm merah” yang membutuhkan perhatian segera.
Apa yang harus dilakukan jika Anda memiliki kondisi prediabetes atau sindrom metabolik? Pasien tidak perlu khawatir, karena kondisi tersebut dapat dikelola dan bahkan diatasi dengan perubahan gaya hidup yang tepat. Dengan banyak bergerak dan mengonsumsi makanan sehat, Anda bisa mengambil kendali atas tubuh Anda dan memperbaiki kondisi sebelum berkembang lebih jauh.
Gaya hidup yang aktif sangat penting dalam penanganan prediabetes. Aktivitas fisik membantu tubuh menggunakan gula darah sebagai energi dan membuat sel-sel tubuh lebih responsif terhadap insulin, sehingga lebih mudah menyerap glukosa (gula) dari darah dan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas fisik membantu membakar kalori dan menjaga berat badan ideal, sekaligus bermanfaat untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah yang seringkali terkait dengan diabetes. Tidak sulit sebenarnya untuk melakukan gaya hidup yang aktif. Cukup dengan berolahraga 30 menit sehari, lima hari dalam seminggu, dan menghindari duduk terlalu lama.
Untuk berolahraga, Anda bisa memilih aktivitas yang menyenangkan, seperti jalan cepat, bersepeda, berenang, atau menari. Bahkan aktivitas ringan seperti berkebun atau membersihkan rumah pun bisa membantu. Selain aktivitas fisik, asupan makanan yang tepat merupakan syarat utama untuk menjaga kondisi dan menyembuhkan prediabetes.
Penderita prediabetes disarankan memilih karbohidrat kompleks, misalnya dengan cara mengganti nasi putih dengan nasi merah, roti gandum, atau ubi. Hindari minuman manis, makanan olahan, dan makanan tinggi gula, serta perbanyak konsumsi serat yang bisa didapatkan dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh.
Kurangi makanan digoreng, daging olahan, dan makanan cepat saji. Pilih sumber lemak sehat seperti alpukat, kacang-kacangan, dan ikan berlemak (salmon, tuna). Dan terakhir, makanlah dalam porsi yang wajar, tidak berlebihan.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat seperti metformin, terutama jika Anda memiliki risiko diabetes sangat tinggi. Namun, perlu diingat bahwa obat bukanlah pengganti untuk perubahan gaya hidup. Obat hanya berfungsi sebagai “pemadam kebakaran” sementara jika “api” pre-diabetes mulai membesar.
Pencegahan adalah kunci untuk mencegah prediabetes berkembang menjadi diabetes yang tidak bisa lagi disembuhkan. Ingatlah, tubuh Anda adalah aset paling berharga. Dengan mengambil langkah-langkah kecil melalui aktivitas fisik dan menjaga asupan makanan, Anda berinvestasi untuk kesehatan jangka panjang Anda. (*)