MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kesedihan masih meliputi seluruh keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Hal itu masih tampak jelas di raut wajah Sugianto, 53, yang diundang untuk mendapatkan santunan dari Presiden RI Joko Widodo di halaman IGD RSSA Malang, Rabu (5/10) siang.
Dalam kesempatan tersebut dirinya menerima santunan dari Presiden RI sebesar Rp 50 juta atas meninggalnya M. Nizamudin, korban tragedy Kanjuruhan. Namun Sugianto nilai itu tidak bisa mengganti kepergian putranya untuk selama-lamanya.
“Waktu itu anak saya M. Nizamudin yang baru berusia 15 tahun, diajak temannya sambang ke rumah pakdenya. Karena ada pertandingan bola, jadi sekalian nonton terus pulang besoknya,” ungkap Sugianto.
Namun, nasib tragis menimpa Nizamudin. Pemuda asal Desa Karangpandan Kabupaten Pasuruan itu, pulang ke rumah hanya tinggal raga. Hati Sugianto tercabik-cabik. Putranya yang terkenal pandai dan periang itu, kini hanya tersisa nama.
“Saya hanya ingin ini diusut tuntas. Agar bisa membuktikan mana yang benar mana yang salah,” ungkapnya. Namun demikian, dirinya juga menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden Joko Widodo.
Meskipun harta tidak bisa menebus sebuah nyawa, tetapi perhatiannya bisa membantu menenangkan hati yang gundah gulana. “Entah ada apa di balik ini semua. Kami berharap adanya kehadiran Presiden RI ini, bisa mengusut tuntas kejadian tersebut,” pungkasnya.
Senada dengan Sugianto, salah satu orang tua yang putrinya turut menjadi korban, meminta kedatangan Presiden Jokowi ini bisa membawa percepatan. Khususnya terkait proses investigasi yang seharusnya bisa segera selesai.
“Saya tidak tahu pastinya, tetapi hal ini harus diusut tuntas. Ini tragedi melibatkan korban manusia, bukan binatang. Oknum-oknum yang menyebabkan ini harus diusut dan dihukum,” ungkap Han, 61, yang anaknya bernama Elisabeth Gustin, 16, siswi SMK Negeri 9 Malang, korban tragedi Kanjuruhan.
Han mengaku bahwa ia dan anaknya ini memang suka olahraga, termasuk menonton dan mendukung Arema FC bertanding. Saat itu dirinya berpikir bahwa sekitar pukul 02.00, dirinya mendapatkan kabar bahwa anaknya terlibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Padahal dirinya berpikir bahwa saat itu putrinya itu sudah sampai di rumah, usai menonton Arema FC.
Berita duka itu dikabarkan oleh sang adik. Dan saat itu pula istrinya bersama perangkat Desa menuju ke lokasi. Sekitar pukul 05.00 jenazah korban tiba di rumah duka di Dusun Kebonsari Desa/Kecamatan Tumpang.
“Tentu saja saya sangat sedih. Ini pertandingan sepak bola, bukan demo, kenapa harus pakai gas air mata. Apalagi saya dapat info kalau pintunya terkunci. Kami berharap perkara ini bisa segera dituntaskan. Mengingat jumlah korban yang banyak, dan perlu adanya penanganan khusus,” tandasnya. (rex/bua)