Malang Posco Media – Tiba-tiba bermunculan orang-orang super kaya (crazy rich). Mereka memamerkan kekayaannya lewat beragam platform media sosial (medsos). Aneka foto dan video saat berlibur ke luar negeri dibagikan di medsos. Rumah dan perabotan mewah diekspos. Deretan mobil mewah di garasi rumahnya dishare dan jadi konsumsi publik. Itulah beberapa gaya orang tajir melintir di negeri ini yang eksis di dunia maya.
Para crazy rich ini ada yang menyebutnya sultan. Figur sultan memang sangat memukau. Diantara para crazy rich itu ada yang iming-iming orang lain agar mengikuti jejaknya jadi kaya raya. Ada yang menawarkan investasi yang super menggiurkan. Tampilan tajir dengan barang serba wah sangat meyakinkan banyak orang. Tak sedikit masyarakat yang coba-coba ikut berinvestasi seperti yang ditawarkan para sultan itu.
Jadilah bermunculan kejahatan berkedok investasi bodong. Seperti diberitakan sejumlah media, Indra Kesuma Kentz, seorang crazy rich, yang diduga melakukan penipuan dengan modus investasi abal-abal. Indra Kenz resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan berkedok investasi lewat trading binary option Binomo. Indra Kentz dikenal sebagai crazy rich Medan dan sering membagikan gaya hidup mewah di beberapa medsos miliknya.
Aksi Indra Kentz didukung oleh para pemengaruh (influencer), pembuat konten (content creator), selebgram, TikTokers, dan selebtwit yang turut mengampanyekan penipuan itu. Rekomendasi dari para pesohor medsos itu memang ampuh dalam membujuk pengguna beragam platform medsos. Hal inilah yang menjadikan banyak korban terlena dan terjebak tipu daya pembuat aksi kejahatan digital itu.
Modus sejumlah influencer dalam menjalankan aksinya biasanya menjerat korban dengan memamerkan kekayaannya dan iming-iming keuntungan yang berlipat. Aneka konten pamer kekayaan itu dilakukan guna meyakinkan banyak orang bahwa mereka bisa kaya lantaran dari investasi yang dikelolanya. Pamer kekayaan dengan bermain binary option itu masuk kejahatan dan bisa berujung ancaman penjara 20 tahun.
Pseudo Informasi
Tampilan para crazy rich di dunia maya memang memesona. Beragam aksi pamer kekayaan yang ditunjukkan para sultan lewat unggahan konten di akun medsosnya sangat meyakinkan bahwa mereka memang benar-benar kaya. Tak semua masyarakat sadar bahwa dunia maya tak selamanya serupa dengan alam nyata. Di medsos bisa mungkin terjadi manipulasi pesan. Para orang kaya itu bisa jadi hanya kaya semu atau palsu alias pseudo crazy rich.
Mengutip pendapat Collins (2003) pseudo berarti semu, palsu, pura-pura, tiruan, tak nyata, dan rekayasa. Pseudo informasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu informasi yang dapat diterima secara logika namun sebenarnya bukan informasi yang benar. Informasi ini tidak valid dan memiliki banyak kekurangan, tidak bisa dipertanggungjawabkan dan cenderung meragukan. Dengan kata lain bisa disebut sebagai informasi semu atau palsu.
Konsep pseudo informasi berawal dari pemikiran Terence Moran (1978), seorang profesor dalam bidang ekologi media mengenai pseudo komunikasi. Moran menyatakan bahwa pseudo komunikasi bersumber dari adanya pseudo informasi yang dibuat dengan tujuan tertentu, misalnya dalam bentuk propaganda. Kini dengan maraknya medsos, pseudo informasi juga ditemukan dalam berbagai bentuk dan seringkali muncul dalam berbagai kesempatan.
Bentuk pseudo informasi bermacam-macam, seperti dapat berupa isu, kabar burung, hoaks, dan rekayasa informasi. Dalam kasus aksi sejumlah crazy rich dengan pamer kekayaan itu tak semuanya nyata dan benar adanya. Banyak di antara para sultan itu pamer di medsosnya dengan rekayasa simbol-simbol kekayaan. Salah satu tujuannya agar orang lain percaya bahwa pengunggah konten itu terlihat kaya padahal nyatanya sebaliknya.
Fenomena ini juga terkait dengan budaya dalam masyarakat tertentu. Pada masyarakat muncul perilaku demi terlihat kaya mereka melakukan segalanya. Misalnya saat orang membangun rumah atau membeli mobil mewah dengan cara berutang. Yang penting terlihat kaya raya, tak peduli utangnya menumpuk. Tak sedikit orang lebih mempercayai tampilan fisik (chasing) bukan esensi yang sesungguhnya. Budaya di sebagian masyarakat kita yang seperti inilah yang terus menyuburkan praktik pseudo crazy rich.
Fenomena Flexing
Dalam salah satu episode YouTube Rumah Perubahan, Rhenald Kasali membahas tentang fenomena flexing. Menurut Rhenald, flexing adalah bentuk pencapaian diri dalam wujud materi berlimpah dan dipamerkan lewat medsos dan pemberitaan.
Cara ini dilakukan seseorang dengan tujuan untuk memberikan motivasi, branding, maupun tujuan lain. Kebiasaan seperti ini dilakukan untuk membuat orang lain percaya dengan kekayaan yang dimilikinya dan ingin menunjukkan sebagai orang hebat.
Dalam kaitan ini, Rhenald mengutip pepatah yang menyatakan bahwa “Poverty Screams but Wealth Whispers,” bahwa sejatinya orang-orang yang asli kaya itu tidak berisik dan akan malu membicarakan kekayaannya. Biasanya semakin kaya seseorang maka mereka akan menginginkan privasi dan tidak ingin menjadi perhatian. Model-model Orang Kaya Baru (OKB) akan terus bermunculan dan aksinya mengisi konten-konten di berbagai platform medsos.
Tak sedikit crazy rich memanfaatkan medsos guna menampilkan dirinya dalam realitas yang berlebih. Melalui medsos memang sangat mungkin terjadinya pengungkapan realitas yang berlebihan (hiperrealitas). Apa yang terlihat indah, bagus, menarik, enak, mewah, dan wah di layar medsos tak ada jaminan sebagus itu kenyataannya. Hiperrealitas dan pseudo inilah yang sering menjadikan banyak orang tertipu.
Maraknya kasus penipuan berkedok investasi menandakan tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Kenyataan inilah yang justru dimanfaatkan sejumlah influencer untuk melancarkan aksinya. Tak banyak masyarakat yang mampu membedakan antara investasi dan judi. Lewat sejumlah aplikasi teknologi, kini bermunculan perjudian bergaya investasi. Tak jarang masyarakat yang hanya ikut-ikutan tren tanpa mempelajari dan memahami dengan baik.
Munculnya beragam kejahatan yang memanfaatkan teknologi, termasuk lewat medsos perlu disadari dan diantisipasi masyarakat pengguna medsos. Ulah beberapa crazy rich dengan beragam iming-imingnya tentu tak bakal memakan korban kalau masyarakat juga punya sikap kritis saat bermedsos. Kemampuan melek media digital menjadi senjata yang ampuh guna membentengi diri dari beragam kejahatan dunia maya. (*)