Pesantren Salafiyah “PPAI Darun Najah” Karangploso
Pondok Pesantren Salafiyah “PPAI Darun Najah” Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang bukan pondok pesantren modern. Sebaliknya pondok ini masih tradisional dengan tetap memprioritaskan pelajaran kitab sebagai dasar ajarannya.
====
Pengelola pondok menyediakan sekolah formal untuk santri belajar di luar ilmu keagamaan. Namun bukan tanpa alasan pengelola masih mengedepankan pelajaran kitab. Lebih pada menjalankan amanah.
“Almarhum umi saya Hj Halimatus Sakdiyah berpesan agar tetap menjadi pondok Salafiyah dengan mempelajari kitab sebagai prioritasnya,” kata Dr Hj Luluk Farida, pengasuh PPAI Darun Najah.
Ning Ida, sapaan akrab Dr Hj Luluk Farida mengatakan PPAI Darun Najah Karangploso berdiri sekitar tahun 1969. Pondok pesantren ini berdiri tanpa kesengajaan. Saat itu sang ayah KH Ach Muchtar Ghozali yang mondok di PPAI Ketapang Kepanjen pulang ke rumahnya di Karangploso. Saat pulang itulah tiba-tiba banyak warga datang untuk belajar mengaji. Bahkan banyak di antaranya yang tidur di sana.
“Abah KH Ach Muchtar Ghozali waktu itu belum selesai mondoknya. Tapi beliau kemudian tidak memutuskkan tidak kembali ke pondok, mengingat yang datang belajar mengaji terus bertambah saat itu. Bahkan ada yang menginap,” katanya.
Hingga akhirnya sedikit demi sedikit rumah yang tadinya dihuni keluarga sang ayah pun mulai dibangun. Dimulai dengan membangun musala sebagai tempat mengaji. Selanjutnya dibangun gubuk-gubuk untuk tempat tinggal santri. Dan terus berkembang hingga saat ini. “Saat itu abah ingin mengabdikan diri dengan terus mengajarkan kebaikan melalui mengaji kitab, dan itu diterima oleh warga atau santri,” katanya.
Seiring waktu jumlah santri pun terus meningkat. Yang tadinya hanya dari lingkungan sekitar wilayah Karangploso, selanjutnya datang santri dari luar wilayah Karangploso, bahkan ada yang dari luar kota. “Sampai kemudian abah menikah dengan umi Hj Halimatus Sakdiyah. Bersama-sama keduanya mengajarkan kitab di PPAI Darun Najah,” katanya.
“Selain pesan dari ibu saya, dalam kitab yang kami pelajari ini banyak ajaran baik yang bisa dipraktikkan dan diamalkan para santri. Sehingga Ponpes Salafiyah tetap kami pegang teguh sampai sekarang,” sambung dia.
Ning Ida menceritakan konsentrasi penuh membangun dan mengembangkan PPAI Darun Najah baru dilakukan tahun 2016 lalu. Itu saat dia kembali ke Malang. Ning Ida terjun dan mengabdikan diri sepenuhnya di PPAI Darun Najah setelah ibunya wafat tahun 2014. Ning Ida yang bekerja sebagai Konsultan Australia-Indonesia Basic Education Program (AIBEP) di Jakarta pernah berjanji kepada ibunya untuk pulang dan betul-betul mengabdikan diri di PPAI Darun Najah.
“Saya tidak memperpanjang kontrak kerja tahun 2016. Memilih kembali, dan sepenuhnya membangun pondok ini,” katanya. Sebelumnya, saat dia didapuk menjadi ketua Yayasan Ma’had Darun Najah As – Salafy, Ning Ida harus bolak-balik Jakarta – Malang. Meskipun tidak berada di lingkungan pondok karena bekerja di Jakarta, tapi Ning Ida tidak pernah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai ketua yayasan.
“Perkembangan pondok saya pantau terus. Hampir setiap minggu saya pulang untuk melihat secara langsung perkembangan pondok. Sampai akhirnya tahun 2016 itulah, kemudian saya memilih kembali ke pondok. Bersama keluarga besar kami ingin bersama-sama membangun pondok ini lebih besar lagi,” katanya.
Di PPAI Darun Najah Ning Ida dibantu dua kakak dan seorang adiknya. Bersama-sama mereka terus berinovasi agar PPAI Darun Najah berkembang. “Yang terjun langsung saya dan adik Abu Yazid, M. Ag yang sekarang menjadi ketua yayasan. Sedangkan saya pembina yayasan sekaligus pengasuh pondok pesantren. Dua kakak kami Gus Masyfuk Zuhdi dan Hj Anif Faizah, MPd sebagai pengawas yayasan. Itu karena kedua kakak saya ada di luar kota,” ungkap alumnus IAIN Sunan Ampel Malang.
Saat ini konsentrasi Ning Ida mengembangkan PPAI Darun Najah. Seperti para pengasuh pada umumnya, Ning Ida memilih kekuatan alumni menggaet santri baru agar belajar di PPAI Darun Najah. ” “Andalan kami mengenalkan pondok ini dari alumni. Juga kami sendiri yang mengenalkan pondok saat datang ke beragam kegiatan. Alhamdulillah, seperti yang saya katakan, setiap tahun jumlah santri terus bertambah,” pungkas alumnus Pascasarjana Unisma ini.(ira/van/habis)