Laily Masruro Octavia Pencetus Jelajah Malang
AWALNYA suka jalan-jalan, Laily Masruro Octavia lalu menemukan cara asyik mengenalkan sejarah Kota Malang. Tak hanya edukasi dan informasi, ia juga membuka walking tour melalui Jelajah Malang dengan biaya seikhlasnya.
=======
MALANG POSCO MEDIA – Perempuan yang akrab disapa Lely ini menceritakan awal idenya itu muncul di benaknya pada tahun 2022 lalu. Berawal setelah ia pernah mengikuti sebuah walking tour di Jakarta. Namun dia  belum pernah menemukan di Malang.
“Saya waktu jalan-jalan, sering mendengar cerita-cerita zaman dahulu dari teman sampai tour guide. Akhirnya terpikirkan untuk membuat walking tour dengan mengulik sejarah di tempat-tempat yang ada di Kota Malang,” ujarnya.
Perempuan 36 tahun itu kemudian mulai belajar sejarah di Kota Malang. Mulai dari akademisi, saksi sejarah hingga sejarawan, ia ajak untuk berbagi ilmu. Selain itu, tantangan lain adalah kebutuhan orang lain yang bisa membantu mewujudkan hal tersebut.
“Tantangan awalnya itu, mencari teman-teman satu frekuensi. Khususnya yang sama-sama menyukai kegiatan jalan kaki dan cerita sejarah. Untuk saya sendiri, mulai belajar sejarah Kota Malang saat mulai mendirikan Jelajah Malang ini. Saya mulai banyak tahu cerita tentang Kota Malang dari orang-orang yang saya temui,” lanjut Lely.
Perjalanan alumnus SMPN 3 Malang ini memang tak langsung mulus. Meskipun gagasannya merupakan hal positif dan sangat bermanfaat, namun ia tetap harus mengenalkan program yang digagasnya itu.
“Saya harus mengenalkan lewat cerita (story) di WhatsApp (WA), kemudian TikTok dan medsos lainnya. Awalnya yang ikut masih teman-teman saja, sekali tur antara dua hingga lima orang saja,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, Jelajah Malang mulai dikenal khalayak umum. Bahkan saat ini, dalam seminggu ia telah membuka dua kali tur yakni di hari Sabtu dan Minggu. Selain itu, Lely juga menyediakan lima rute tur yang dapat dipilih peserta.
“Kami punya rute, mulai dari Balai Kota-Splendid, Kayutangan – Sekabrom, Pecinan – Pasar Besar, Idjen Boulevard dan Tjelaket. Kami sistemnya ada booking fee Rp 5 ribu untuk satu orang setiap rutenya, dan setelah itu untuk biaya tur kami menerapkan as you wish alias seikhlasnya,” jelasnya.
Selain kejelian dan ketepatan penyampaian, Lely juga bisa melihat keinginan para turis yang mengikuti tur. Ada yang ingin mengetahui tentang kuliner, fotografi hingga urban legend di spot-spot tersebut.
“Sekarang yang ikut tur dalam satu kali perjalanan antara 10 hingga 40 orang. Semuanya masih turis lokal, ada dari Makassar, Pekanbaru, Palembang, sampai dari Banjarmasin. Kemudian juga banyak yang dari kota lain di pulau Jawa,” cerita perempuan yang pernah bersekolah di SMA Negeri 8 Malang, itu.
Lely mengatakan bahwa metode jelajah seperti ini, membuat belajar sejarah jadi lebih menarik dan menyenangkan. Peserta tur bisa langsung melihat lokasi, fasad bangunan, hingga foto yang ternyata punya cerita di masa lalu.
“Sehingga hal ini tentunya lebih mudah untuk diingat alias memorable. Selain itu, peserta juga nggak bosan. Daripada hanya belajar dan berada di dalam kelas,” sebutnya.
Ke depan, ia berencana menggandeng sekolah-sekolah yang ada. Sehingga, para generasi muda ini bisa mengenal lebih baik, lebih dekat dan lebih dalam lagi tentang Kota Malang.
“Kedepannya, saya ingin Jelajah Malang bisa masuk ke sekolah-sekolah untuk mengenalkan Sejarah Kota Malang kepada siswa siswi di sekolah. Mengajak para siswa untuk belajar sejarah di luar kelas, yang membuat pelajaran sejarah menjadi lebih menyenangkan,” tandasnya.
Kepekaannya melihat peluang dan mengeksekusi ini, juga tak terlepas dari hobinya yang suka menulis. Berawal dari seorang blogger, ia kini telah memiliki website hasil tulisannya sendiri di web www.rayuanmentari.com. Bakan ia juga menerbitkan sebuah buku, yang mengabadikan perjalanannya mendaki gunung Semeru dan Rinjani dengan judul buku Meru Anjani. (rex/van)