MALANG POSCO MEDIA- Dinamika politik jelang Pilpres 2024 makin dinamis. Apalagi Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie beri pesan khusus.
Ia mengatakan putusan MKMK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK akan berdampak pada pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Nanti tolong dilihat di putusan yang akan kami (MKMK) baca, termasuk jawaban atas tuntutan supaya putusan itu (putusan MKMK) ada pengaruhnya terhadap putusan MK sehingga berpengaruh pada pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Jimly usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (3/11) kemarin.
Jimly menyatakan bahwa putusan MKMK yang nantinya akan berdampak terhadap pendaftaran bakal pasangan calon presiden-wakil presiden membuat MKMK menjadwalkan penyampaian putusan pada 7 November, atau sebelum penetapan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 pada 13 November 2023.
Ketua MKMK itu menekankan bahwa putusan MK terkait dengan syarat batas minimal usia capres/cawapres harus dikawal melalui putusan MKMK agar adanya kepastian.
“Yang salah harus dibilang salah, yang benar harus dibilang benar, yang jauh lebih penting adalah tradisi negara hukum dan demokrasi kita terus berjalan untuk meningkatkan mutu dan integritas,” kata Jimly.
Menurut Jimly, pengawalan kasus ini harus dilakukan mulai dari sistem etika politik hingga etika bernegara.
“Indonesia negara hukum terbesar keempat di dunia, tetapi indeks kualitas hukum negara kita nomor 64, masih jauh kualitasnya,” ujar Jimly.
Jimly meminta masyarakat bersabar menunggu putusan MKMK. Itu terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK.
“Banyak ‘kan laporan ada 21, ad hoc (MKMK) ditugasi hanya 30 hari. Akan tetapi, alhamdulillah, kami selesaikan hanya 15 hari,” kata Jimly.
Dari 21 pelaporan yang diterima oleh MKMK, kata Jimly, sebagian besar meminta agar putusan MKMK menganulir putusan MK terkait Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menetapkan syarat usia capres/cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
MKMK menjadwalkan pemanggilan Ketua MK Anwar Usman untuk kedua kalinya. Pemanggilan Ketua MK itu akan digelar secara tertutup sekitar kemarin.
Lebih lanjut Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa seluruh bukti terkait dengan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh MK telah lengkap, termasuk keterangan saksi dan ahli.
“Sebenarnya kalau ahli, para pelapor ahli semua,” kata Jimly kemarin.
Ia menuturkan bahwa tidak sulit untuk membuktikan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim terkait dengan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Apalagi, kami sudah memeriksa CCTV. Kenapa ada perubahan yang kemudian ditarik kembali? Kenapa ada kisruh internal? Beda pendapat kok sampai keluar (publik)?” kata Jimly.
Ia mempertanyakan informasi rahasia yang bocor kepada publik. Hal tersebut membuktikan adanya masalah.
“Tentu ada masalah kolektif, ini sembilan hakim ada masalah. Ada soal pembiaran, ada soal budaya kerja,” katanya.
Jimly mengemukakan bahwa hakim MK seharusnya bersikap independen, boleh memengaruhi antarhakim asal menggunakan akal sehat.
“Akal sehat pakai ya, jangan akal bulus. Kasak-kusuk kepentingan itu ‘kan akal bulus juga,” ujar Jimly.
Seluruh saksi, kata Jimly, telah dimintai keterangan, MKMK tinggal merumuskan putusan atas 21 laporan yang diterima.
Sementara itu Ketua MK Anwar Usman bersumpah bahwa dirinya benar-benar sedang sakit sehingga harus absen dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) saat memutus tiga perkara uji materi undang-undang pemilu soal syarat batas usia capres dan cawapres.
“Demi Allah, saya memang sakit. Saya sakit, tetapi tetap masuk. Saya minum obat, lalu ketiduran,” kata Anwar, usai dimintai keterangan MKMK.
Anwar mengaku telah melakukan hal benar selama dia menjadi hakim sejak tahun 1985. “Alhamdulillah saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini,” katanya.
Pemeriksaan di Gedung II MK, Jakarta, Jumat, menjadi kali kedua bagi Anwar Usman sebagai terlapor perkara dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi oleh MKMK.
Sebelumnya, Anwar Usman dituding berbohong atas alasan ketidakhadirannya dalam RPH perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan Nomor 55/PUU-XXI/2023. (ntr/van)