.
Saturday, December 14, 2024

Reformulasi Madrasah Masa Depan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

          Sebagai institusi pendidikan yang telah berakar cukup lama dalam sejarah Indonesia, madrasah memiliki peran yang sangat strategis dalam perkembangan peradaban di Indonesia. Dalam sejarahnya, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam yang diawali di surau, langgar, masjid, dan pesantren pada tahap selanjutnya melahirkan madrasah yang kita kenal saat ini. 

          Dalam buku Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya karangan Maksum, ada dua faktor yang melatarbelakangi berkembangnya madrasah di Indonesia, yaitu: sebagai respons pendidikan Islam terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda, dan dipengaruhi oleh gerakan pembaruan Islam di Indonesia yang memiliki kontak cukup intensif dengan gerakan pembaruan di Timur Tengah pada era kolonial.

          Artinya semangat madrasah secara tidak langsung muncul sebagai sebuah simbol “perlawanan” dari antitesa kebijakan pemerintah kolonial terkait pendidikan dan sosial.

          Saat ini madrasah seolah menemukan momentumnya lagi untuk lebih berkembang seiring dengan era “kebangkitan agama” seperti yang diungkap oleh Futurolog Jhon Naisbit dan Patricia Aburden yang meramalkan bahwa pada milenium ketiga ini, tidak diragukan lagi terdapat tanda-tanda kebangkitan agama dengan berbagai alirannya.

          Begitu juga pendapat Ariel Heryanto dalam bukunya Identitas dan Kenikmatan mengungkapkan bahwa salah satu ciri paling mencolok yang mewarnai dekade pertama Indonesia pasca orde baru adalah Islamisasi di berbagai lini kehidupan bangsa baik secara formal maupun kultural. Ini menjadi modal yang luar biasa, setidaknya mampu mendorong budaya Islam dikenal lebih luas termasuk bagaimana mengemas madrasah menjadi bagian dalam transformasi sosial budaya.

          Di sini madrasah dituntut untuk memiliki kemampuan merespon tuntutan zaman selain memberikan sisi optimisme melalui bekal yang dimiliki madrasah dengan karakternya yang agamis, populis, beragam dan memiliki jumlah yang besar akan menjadi model pendidikan utama di masa depan. Sudah saatnya bagi madrasah untuk bertransformasi mencari format yang lebih ‘futuristik’ menjadi madrasah masa depan.

Berkarakter Lokal

          Madrasah yang baik mampu berkembang sesuai dengan kondisi latar belakang peserta didik, mampu memaksimalkan berbagai sumber belajar yang ada dan kesemuanya disesuaikan dengan konteks kekinian serta ke-disini-an yang berkarakter kuat pada nilai-nilai keislaman dan sistem pendidikan nasional.

          Pengembangan madrasah harus diawali oleh grass roots atau dalam istilah lain disebut dengan pendekatan bottom-up, sehingga proses pengembangannya diawali dari keinginan dan kajian akademis yang muncul dari tingkat bawah, yaitu madrasah sebagai satuan pendidikan atau lebih mikro lagi adalah para guru.

          Keinginan ini diawali oleh kajian akademis yang dilakukan oleh satuan pendidikan terkait bagaimana kondisi riil yang terjadi dan didukung oleh hasil pengalaman yang dirasakan oleh seluruh stakeholderterkait. Bukan berarti acuan yang diberikan oleh Kemendikbud ataupun Kemenag tidak baik, akan tetapi perlu ada penyesuaian dengan kebutuhan dan potensi yang tersedia di lapangan.

          Madrasah masa depan tidak dapat diseragamkan dan tidak dapat di-copy begitu saja dari satu daerah ke daerah lain. Sehingga setiap madrasah mampu berkembang secara alami sesuai dengan potensi lingkungan dan karakteristik peserta didik yang ada sesuai dengan sinergitas berbagai pihak.

          Sederhananya, madrasah yang ada di pesisir tidak akan sama pengembangannya dengan madrasah yang ada di gunung.  Untuk itu perlu ada pemikiran komprehensif dan holistik dari pengelola madrasah dalam memunculkan karakterisasi berdasar ‘grounded theory’ (berdasarkan data atau kajian akademis yang objektif) bukan karena ‘viral’ atau trend yang ada.

          Adapun penyusunan program peningkatan mutu madrasah masa depan dengan mengaplikasikan empat teknik; 1) school review: menelaah secara objektif keunggulan, kelemahan, tantangan dan peluang madrasah. Ini harus direview berbasis data; 2) benchmarking: menetapkan standar dan target yang terukur dalam suatu periode tertentu; 3) quality assurance: memastikan kualitas kinerja dengan apresiasi dan promosi. Prestasi harus dihargai apapun bentuknya; 4) quality control: Kinerja mesti dikontrol dengan medium yang valid dan objektif.

          Sudah bukan zamannya lagi melakukan asesmen kualitas pembelajaran guru dengan hanya mencatat kedisiplinan guru dalam menyusun perangkat pembelajaran. Guru harus diberi “raport” setiap periode tertentu dengan memperhatikan empat kompetensi guru, dimana data atau nilai diperoleh dari peserta didik yang diajarnya.

Paradigma Profetik

          Profetik dalam istilah bahasa Indonesia berarti kenabian. Secara khusus profetik yaitu perilaku atau nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi serta budaya dalam kehidupan sosial yang dilakukan oleh para Rasul serta Nabi dan para masyarakat yang menjadi pengikutnya sehingga menjadi petunjuk sebagai hasil interpretasi terhadap wahyu Tuhan yang diterimanya, tradisi itu pada Nabi Muhammad dinamakan Assunnah (hadits).

          Moh. Roqib dalam bukunya “Prophetic Education: Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam Pendidikan Islam” menyatakan pendidikan profetik merupakan sebuah proses transfer nilai serta pengetahuan kenabian yang memiliki misi untuk membangun akhlak mulia dalam rangka membangun komunitas sosial yang ideal. Tujuannya adalah agar peserta didik mampu mencapai kecerdasan yang utuh.           Dalam hal ini integrasi merupakan poin penting dan menjadi salah satu prinsip utama dalam pendidikan profetik. Ketika seorang pendidik memberikan sebuah materi dalam bidang tertentu, perlu dikaitkan dengan landasan yang terdapat dalam Al-Qur’an atau hadits sebagai penguat.

Di sisi lain, budayawan dan cendekiawan Kuntowijoyo menghadirkan gagasan profetik sebagai konsep perubahan untuk menjadikan paradigma Islam relevan saat ini dengan menggunakan konsep utama strukturalisme transendental dalam Al-Qur’an. Kuntowijoyo menyebutnya sebagai cita-cita perubahan sosial, yang meliputi cita-cita humanisasi/ emansipasi, transendensi serta pembebasan/ liberasi.

          Humanisasi merupakan pengamalan dari perubahan nilai amar ma’ruf, sementara itu liberasi merupakan pengamalan dari nilai nahi munkar dan transendensi sendiri merupakan pengamalan dari nilai tu’minuuna billah mengenai nilai-nilai ketuhanan serta spiritual. Ketiga landasan profetik ini tak dapat dipisahkan dan saling bersinergi. Titik tertinggi simpul kesatuan alam terdapat pada pilar transendensi termasuk manusia serta karakternya. Titik tertinggi ini memberikan arahan dan nilai agama agar manusia dapat berkomunikasi langsung secara harmonis dengan Allah SWT melalui ayat-ayatNYA yang selaras sehingga termanifestasi dalam perilaku sehari-hari kepada sesama manusia serta alam dalam bentuk pembebasan dan humanisme.

          Madrasah yang akan mewarnai perkembangan peradaban Islam masa depan adalah madrasah yang menjadi barisan terdepan dalam mempelajari kemodernan dengan berakar pada nilai-nilai keislaman yang kuat.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img