Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM
Presiden Nusantara Gilang Gemilang
Founder RSU Wajak Husada
Perhelatan pilkada serentak yang semakin dekat, situasi politikpun meninggi tensinya seiiring dengan hasrat para kandidat yang terus membuncah dan berbagai manuver kampanye yang mereka lakukan.
Jabatan seksi sebagai kepala daerah memang tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para kandidat yang ingin mengadu nasibnya dengan ikut kontestasi dalam pemilihan orang nomer satu di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Tidak terelakan Kota Malang, sebagai salah satu kota primadona di Indonesia karena ada 80an lebih perguruan tinggi dan lebih dari 300 ribu mahasiswa yang mengenyam pendidikan, menjadi sasaran para pejuang peruntungan untuk maju sebagai para calon kepala daerah di pilkada serentak november mendatang.
Munculnya banyak kandidat yang ingin bertarung di pilkada kota Malang disatu sisi merupakan bukti bahwa iklim demokrasi semakin membaik, selain itu hal ini juga menjadi klarifikasi bahwa semakin banyak masyarakat yang peduli dan merasa penting menjadi bagian dalam membangun Kota Malang.
Namun yang perlu disadari, menjadi kepala daerah bukanlah perkerjaan gurauan, bukan profesi jokian, bukan pula hanya sekedar pertaruhan gensi diri. Banyaknya kandidat yang muncul ke publik melalui media kampanye berupa bilboard, baliho, spanduk ataupun video konten pencitraan di sosial media seyogyanya diikuti juga dengan kesiapan kapasitas dan kompetensi masing-masing kandidat.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri masalah mendasar dalam proses pilkada adalah tentang rekomendasi partai politik pengusung kandidat. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan, “Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
Syarat 20% ini yang menyebabkan seorang kandidat tidak hanya cukup memiliki sumberdaya seperti pendanaan, strategi, tim sukses dan popularitas. Namun kemampuan mereka untuk meyakinkan para elite partai politik agar rekomendasi bisa dijatuhkan kepadanya adalah perkara yang tidak sederhana.
Perang jatah rekomendasi partai politik memang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan diberbagai kalangan di Kota Malang. Seluruh masyarakat kota Malang sedang konsentrasi menunggu calon siapa bergandengan dengan siapa dan dapat rekom dari partai politik mana.
Dalam sudut pandang partai politik, tentu keputusan memberikan rekom kepada kandidat calon kepala daerah harus di “mitigasi” melalui sederetan alat ukur yang bisa merasionalisasi kelayakanan seorang kandidat untuk mendapatkan dukungan.
Selain elektabilitas dan populatirtas yang tertuang dalam survey, yang tidak kalah pentingnya memang rekam jejak para kandidat dalam membangun “Approval ratingnya” ditengah masyarakat, yang hal ini secara umum akan dijadikan oleh partai politik dalam memutuskan rekom nya kepada siapa.
Approval rating hanya akan bisa di tracking jika kandidat tersebut memang memiliki rekam jejak dalam kebersamaannya dengan masyarakat, kemampuan dan kompetensinya dalam memecahkan permasalah-permasalahan ditengah masyarakat, serta narasi-narasi yang ia bangun sebagai buah fikiran atas komitmen dedikasinya kepada masyarakat.
“Rekom” partai politik memang menjadi isu “angker” jelang pilkada kali ini, namun yang perlu disadari oleh para kandidat adalah bahwa algoritma “rekom” itu akan seiring dengan algoritma popularitas, elektabilitas dan approval rating para kandidat.
Partai politik tentu tidak akan bertanding untuk kalah, oleh karenanya mereka butuh dalil kuat untuk menjatuhkan rekomnya kepada kandidat. Dalil shahih yang dibangun oleh para kandidat ditengah masyarakat, yang merepresentasikan kualitas, kompetensi, kekuatan kepemimpinan, kekomprehensipan strategi, dan kecakapan rekam jejak.
Kota Malang adalah Kota pendidikan, banyak ahli dan akademisi di Kota tercinta ini. Kontestasi pilkada 2024 ini seolah menjadi representasi dari eksistensi Kota Malang sebagai kota ilmu pengetahuan.
Banyak munculnya para kandidat hari ini, adalah cerminan dari seberapa tinggi kualitas kota ini, dan siapapun nanti yang mendapatkan rekomendasi dan bertarung dalam ajang kontestasi, seperti itulah kira-kira potret dari keberhasilan suksesi.