Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM
Pemilihan Umum dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden baru saja berakhir, meski tahapan pemilunya belum tuntas karena masih ada rekapitulasi suara berjenjang dari tingkat kecamatan hingga KPU pusat, namun kerasnya tensi politik ditengah masyarakat masih cukup dirasakan.
Pesta demokrasi lima tahunan sebagai ajang untuk memproduksi para pemimpin bangsa, merupakan momentum politik yang wajib dijaga dan dirawat keberlangsungannya. Ambisi elektoral yang dilakukan oleh para partai politik dan para kandidat yang menjadi kontestan seyogyanya tetap dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa, tetap menjunjung tinggi keutuhan dan kepentingan bangsa, tetap harus mementingkan keberlangsungan bangsa, menuju bangsa Indonesia yang berdaulat dan maju.
Pergantian kepemimpinan setiap lima tahunan tidak bisa dipungkiri akan melahirkan pihak-pihak yang mendukung pemerintahan baru dan pihak-pihak yang bersebrangan dengan pemerintahan baru (oposisi). Model demokrasi perwakilan yang dianut di Indonesia dalam bingkai Pancasila, pada akhirnya dalam tahap implementasi tata kelola pemerintahan membutuhkan kerjasama yang baik antara dua instrumen bangsa, yakni eksekutif dan legislatif.
Hal ini disebabkan karena kedua instrumen penyelenggara pemerintahan ini memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah kemajuan bangsa. Rencana besar eksekutif melalui program-program jangka pendek, menengah dan panjangnya, hanya akan menjadi wacana ketika pihak legislatif tidak menyetujuinya. Begitupun sebaliknya rancangan undang-undang ataupun undang-undang yang sudah disahkan oleh legislatif, hanya akan menjadi produk hukum tidak berdampak apabila eksekutif tidak memiliki “good will” untuk menjalankannya.
Estafeta kepemimpinan dan pemerintahan yang terjadi pasca pemilu disetiap lima tahun seyogyanya merupakan arah tumbuh berkesinambungan dan vektor tumbuh berkelanjutan yang dilakukan oleh instrumen penyelenggara negara baik eksekutif ataupun legislatif, siapapun yang terpilih, siapapun pemimpinnya. Karena yang harus menjadi kesadaran bersama bahwa membangun bangsa ini tidak akan hanya cukup dengan satu periode kepemimpinan politik yang dilahirkan dari proses demokrasi lewat pemilu, dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mendesign bangsa ini sampai pada tujuan kemakmurannya.
Oleh karenanya semangat “rekonsiliasi” adalah hal yang harus diupayakan dengan semangat keutuhan bangsa dan kemajuan negara. Tantangan global bangsa ini semakin hari semakin tidak mudah, perubahan zaman dan kemajuan teknologi telah menuntut negara-negara diseluruh dunia untuk mampu beradaptasi atas perubahan itu.
Mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan kedaulatan dan kemajuan bangsa adalah inti dari semangat demokrasi bangsa ini. Oleh karenanya dalam tataran pelaksanaanya dibutuhkan kesatuan tekad dan kebulatan tindakan dari seluruh elemen anak bangsa untuk mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.
Semangat dan optimisme dalam mewujudkan Indonesia emas sebagai representasi kemakmuran bangsa harus terus digairahkan, dan pekerjaan ini tentu tidak bisa hanya dikerjakan oleh mereka yang memenangi pemilu, tidak bisa hanya bisa dikerjakan oleh mereka yang terpilih sebagai Presiden ataupun Wakil Presiden. Dibutuhkan kolaborasi yang kuat untuk saling menjadi batu pijakan dalam mewujudkan Indonesia emas.
Bangsa Indonesia dengan segudang resourcesnya memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa yang maju dan makmur. Indonesia sebagai pemilik penduduk terpadat ke empat di dunia memiliki sumber kekuatan ditengah “winter population” dunia yang tengah terjadi. Karena tidak bisa dipungkiri ketika berbicara kemajuan sebuah bangsa dalam sektor apapun, maka sumber daya manusia adalah “driver” utama yang dibutuhkan.
Belum lagi potensi alam yang dimiliki oleh Indonesia, baik dalam dalam sektor pertanian, perkebunan, kelautan dan pariwisata atau sumber daya mineral dan tambang yang sekaligus menambah kekuatan resources yang bisa jadi tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Seluruh elemen di bangsa ini memiliki tanggungjawab dan peran yang sigfinikan untuk mewujudkan itu. Pemerintah sebagai pemangku dan penentu kebijakan memiliki peran yang signifikan, masyarakat sipil yang terbagi dalam ormas, media masa, akademisi dan praktisi juga memiliki urun rembug serta peran yang tidak bisa dipisahkan.
Oleh karenanya rekonsiliasi demi kemajuan bangsa sudah selazimnya diperjuangkan. Mengikis habis egoisme golongan, kelompok dan organisasi demi kemajuan bangsa adalah perkara yang harus diutamakan. Perhelatan pemilu pasti akan melahirkan yang menang dan kalah, dan hal ini merupakan suatu yang lumrah. Namun menjadi tidak jumawa atas kemenangan dan legowo atas kekalahan demi keutuhan dan kemajuan bangsa adalah prinsip yang harus dijaga.
Rekonsiliasi akan menjadikan bangsa ini kuat dalam menghadapi persaingan global yang semakin tidak mudah. Rekonsiliasi akan menjadi sebuah patron etika berpolitik dan berdemokrasi di bangsa ini diatas nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Rekonsiliasi akan semakin menguatkan sendi-sendi kekuatan bangsa, yang atas itu akan menjadikan bangsa ini memiliki peluang yang besar untuk menjadi bangsa besar dan kuat di kancah internasional.(*)