MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Menteri Dalam Negeri memberikan relaksasi terkait larangan rapat oleh Pemda maupun DPRD untuk menggelar rapat di hotel. Pelonggaran aturan dilakukan karena pemasukan hotel berkurang drastis.
Namun sangat aneh dan disayangkan serta perlu dipertanyakan, sejak tanggal 21-24 Oktober 2025, Banggar dan Timgar Kota Batu justru menggelar Rancangan Perda Kota Batu tentang APBD tahun Anggaran 2026 di salah satu hotel di Kota Malang.
Sontak kegiatan rapat penting ini mendapat kritik tajam dari masyarakat. “Dengan kondisi perekonomian saat ini dan diberlakukannya efisiensi, seharusnya Banggar bisa lebih bijak untuk menggelar rapat di hotel Kota Batu. Dengan begitu perputaran uang tetap terjadi Kota Batu,” ujar sumber yang wanti-wanti tak mau disebut namanya kepada Malang Posco Media, Kamis (23/10) kemarin.
Dengan kebijakan untuk membelanjakan uang di Kota Batu, maka uang yang diterima dari masyarakat Kota Batu (dari pajak dan retribusi, red) akan kembali lagi kepada masyarakat Kota Batu. Lebih lanjut, ia menguraikan bila rapat-rapat digelar di hotel-hotel Kota Batu, maka secara tidak langsung bahan baku dan kue yang disediakan merupakan produk dari UMKM lokal. Karena selama ini hotel-hotel banyak yang memesan kue ke UMKM dari Kota Batu.
“Selain itu jika rapat digelar di Kota Batu dipastikan anggaran akan lebih rendah dibanding dengan rapat di luar daerah. Sehingga akan ada sisa anggaran yang bisa dialokasikan untuk program-program lainnya yang bermanfaat dan dirasakan oleh warga Kota Batu,” terangnya.
Sebelumnya Ketua PHRI Kota Batu Sujud Hariadi mengatakan bahwa seluruh anggota PHRI Kota Batu telah menghadapi tantangan besar seperti dengan diterbitkannya Inpres No 1 Tahun 2025 yang mempengaruhi MICE di Kota Batu.
“Tahun 2025 akan menjadi tantangan lebih berat bagi PHRI Kota Batu dengan adanya efisiensi dan efektifitas anggaran yang dilakukan Pemerintah Pusat. Tapi kami yakin PHRI bisa melalui hal itu dengan adanya inovasi agar perekonomian terus di Kota Batu terus meningkat,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa dampak peraturan tersebut memang sangat terasa. Karena kebijakan itu mengharuskan pemerintah untuk mengurangi belanja perjalanan dinas, termasuk kegiatan rapat dan acara yang biasanya diselenggarakan di hotel.
Bahkan pengurangan tersebut mencapai hampir 50 persen untuk kegiatan yang melibatkan hotel. Sinyal itu sudah terasa dengan adanya beberapa anggota di Batu sudah banyak yang mengalami pembatalan kegiatan.
“Ini tentu membuat sektor pariwisata, baik hotel maupun restoran, semakin berat ke depannya. Meski begitu, PHRI Kota Batu tetap optimistis dengan berupaya mencari alternatif pasar, agar tidak hanya bergantung pada tamu dari kalangan pemerintahan,” tegasnya.
Salah satu cara, pihaknya akan bekerja sama dalam promosi pariwisata ke luar daerah. Sehingga tamu hotel tidak hanya berasal dari instansi pemerintah, tetapi juga dari sektor korporasi dan wisatawan reguler.
Sujud menambahkan bahwa dampak Inpres ini bervariasi di setiap hotel, dengan pengurangan tamu dari sektor pemerintahan berkisar 20 hingga 50 persen. Sementara itu, segmen corporate dan wisatawan reguler masih cukup stabil, terutama pada akhir pekan.
“Kalau tamu reguler biasanya datang di akhir pekan, dari Jumat hingga Minggu. Namun, untuk mengisi okupansi di hari Senin hingga Kamis selama ini kami mengandalkan kegiatan dari instansi pemerintah,” terangnya.
Dalam mengatasi dampak kebijakan ini, setiap perusahaan di Kota Batu mendorong karyawannya agar lebih kreatif dalam menarik wisatawan. Contohnya anggota PHRI juga menawarkan paket wisata hingga diskon menarik bagi corporate dan wisatawan reguler.
“Bahkan kami juga memberikan diskon besar-besaran. Pasalnya dengan keadaan tersebut hukum ekonomi akan tetap berlaku. Serta kami melakukan penurunan tarif hotel mungkin tidak dapat dihindari tanpa adanya perang harga,” pungkasnya.(eri/lim)








