.
Sunday, December 15, 2024

Resolusi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Bagi seorang muslim, sesungguhnya setiap pergantian satuan waktu adalah momentum untuk melakukan evaluasi dan menghadirkan resolusi. Melakukan perbaikan dari waktu ke waktu melalui instrospeksi diri atau muhasabah.

Muhasabah merupakan keniscayaan bagi orang-orang beriman. Sebab Allah SWT telah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. 59 : 18).

Melalui Al Qur’an tersebut, Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk melakukan muhasabah. Waltandhur nafsum maa qoddamat lighad. Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Seluruh Ulama Mufassirin sepakat bahwa makna “ghad” pada ayat ini adalah akhirat. Sehingga muhasabah yang paling utama adalah terkait dengan apa yang sudah kita lakukan untuk akhirat, sembari menatap masa depan dengan perencanaan terbaik.

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan “Hitung-hitunglah diri kalian sendiri sebelum kalian dihitung (di akhirat nanti).” Maka kualitas iman, ibadah, dan amal mestinya menjadi bahan muhasabah. Karena itulah yang akan menjadi bekal masa depan akhirat kelak. Bagaimana salat yang telah kita lakukan, karena amal pertama dan utama yang nanti akan dihisab di akhirat.

Pangkal segala apa yang kita laksanakan adalah salat, mengingat salat adalah tiang agama. Sebaik-baik salat apabila dilaksanakan secara berjama’ah, dan implikasinya besar untuk kehidupan dunia dan akherat. Dengan salat berjama’ah Allah melipatgandakan pahala hingga 27 derajat. Salat yang dilaksanakan secara berjamaah akan berimplikasi pada kehidupan sosial di dunia. Misalnya “salat dikaitkan dengan kepemimpinan”, karena dalam salat harus mencari imam yang fasih dan figur teladan, gerakan-gerakanya yang selalu diikuti makmum, begitu juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bila ingin baik harus cari pemimpin yang cakap, profesional, melindungi, mengayomi, mampu mnyelesaikan masalah, harmoni, menyejahterakan, dan menjadi teladan bagi yang dipimpin, sehingga yang dipimpin merasa nyaman dan tenang.

Salat dikaitkan dengan keadilan, siapapun yang hadir duluan berhak di shaf terdepan, tidak membedakan kaya atau miskin, memiliki status sosial tinggi atau rendah semua punya kesempatan yang sama. Salat dikaitkan dengan kesucian dan kebersihan, kalau tidak maka salatnya tidak sah.

Begitu pula manusia hidup harus berbuat sesuai yang dihalalkan oleh Allah SWT, mencari rezeki yang halal agar dapat dimakan dengan halal pula. Dus segala sesuatu dikembalikan pada ketentuan Allah SWT.

Salat dikaitkan dengan Kesehatan, karena dalam salat diawali dengan takbir, berdiri, rukuk, sujud, duduk, dan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri. Ini berarti ada gerakan-gerakan badan, lisan, pendengaran, hati dan pikiran yang membuat aliran darah bisa berjalan lebih lancar dan sempurna, dan menjadikan manusia sehat lahir dan batin.

Begitu juga salat dikaitkan dengan kehidupan sosial karena dalam ibadah itu gerakan-gerakan yang sama, dimensi waktu karena salat itu selalu ada standar waktunya, ajakan beribadah mahdlah melalui adzan dan seterusnya.

Sisi lain bagaimana tilawahnya, sudahkah kita membiasakan membaca Al Qur’an dan menambah hafalan Al Qur’an? Yang di akhirat kelak akan menentukan ketinggian derajat surga, maka para sahabat demikian mesra dengan Al Qur’an dan selalu sigap mengamalkannya. Sehingga Sayyid Qutub menyebut mereka “Jailul Qur’anil Farid”, generasi Qur’ani yang unik.

Para sahabat Nabi hingga pahlawan Islam yang namanya abadi hingga saat ini, mereka adalah orang-orang yang demikian mesra dengan kitab suci. Para ulama hingga para pembebas negeri seperti Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad Al Fatih, ternyata mereka adalah para penghafal Al Qur’an. Bahkan sudah hafizh sejak kecil. Bagaimana dengan kita, sudah bertambah berapa hafalan Al Qur’an dalam setahun lamanya?

Bagaimana sedekah kita? Yang akan menjadi benteng dari musibah di dunia dan benteng dari api neraka. Para sahabat mencontohkan dalam keadaan lapang dan sempit mereka bersedekah. Hingga ada yang sambil menangis membawa segenggam kurma, karena hanya itu yang sanggup mereka infakkan.

Maka suatu Ketika Rasulullah bersabda “asshodaqatu syaiun ‘ajibun, asshodaqatu syaiun ‘ajibun, asshodaqatu syaiun ‘ajibun”, hingga tiga kali beliau mengungkapkan bahwa shadaqoh itu sesuatu yang ajaib. Secara matematis berkurang jumlahnya, tetapi yang Allah kembalikan kepada orang yang suka shadaqoh begitu berlipat ganda, inilah ajaran Rasulullah dan kekuasaan Allah SWT.

Jembatan Kehidupan Manusia

Introspeksi diri harus bermuara pada kesimpulan bahwa amal-amal kita masih sedikit sedangkan dosa-dosa kita banyak. Bekal kita untuk masa depan akhirat masih sangat kurang. Sehingga introspeksi yang benar akan melahirkan resolusi dan perbaikan pola pikir, sikap dan perilaku baik di rumah, masyarakat, tempat kerja maupun di mana saja berada.

Kalau perusahaan dan orang-orang membuat resolusi untuk kinerjanya mengejar kesuksesan dunia, semestinya kita membuat resolusi berbasis muhasabah untuk kesuksesan dunia dan akhirat. Tentu boleh kita memiliki target kesuksesan dunia, namun tujuan akhirnya tetap akhirat. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi (QS. 28: 77).

Maka berangkat dari instrospeksi diri, semua perlu membuat resolusi yang lebih baik dan melejit kaitannya hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan sesama manusia dan alam sekitar. Resolusi juga untuk perbaikan ibadah shalat, shadaqoh, zakat, kerja, hubungan sesama, dan mengembangkan karya dalam kehidupan nyata. Tidakkah kita ingin seperti Said bin Musayyab yang 50 tahun tak pernah ketinggalan salat jamaah. Tidakkah kita ingin seperti Muhammad Al Fatih yang sejak baligh tak pernah meninggalkan salat jamaah. Tidakkah kita ingin demikian mesra berkomunikasi dengan Allah sebagaimana Rasulullah dan para Sahabat menemukan kenikmatan terbesar dalam salat, dan dijadikan penyejuk hatiku dalam salat (HR. Nasa’i dan Ahmad)

Ali bin Abu Thalib pernah terkena panah. Di zaman itu belum ada anestesi seperti sekarang. Umumnya orang di zaman itu menggunakan khamr agar tidak merasa kesakitan saat anak panahnya dicabut. Namun Ali tidak mau. Ia minta anak panah itu dicabut saat salat. Dan demikian khusyu’nya salat, Ali tidak mengerang kesakitan saat anak panah itu dicabut. Kalau kita sudah muhasabah tentang tilawah dan hafalan, maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini tilawah kita lebih banyak, tadabbur kita lebih lama, dan hafalan juga bertambah.

Kalau kita sudah muhasabah tentang sedekah, maka perlu menghadirkan resolusi agar di tahun baru ini sedekah harus lebih banyak. Ini juga membuat kita lebih semangat untuk kerja lebih keras, kerja lebih cerdas, tentunya kerja lebih tuntas dan ikhlas. Semoga dengan resolusi ini, tumbuh dan berkembang ketaqwaan kita kepada Allah SWT dan bekal ke akhirat semakin banyak, karena kehidupan duniawi adalah sebagai jembatan kehidupan ukrowi yang lebih abadi. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img