spot_img
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Respon Konflik di Wadas, 22 Seniman Galang Solidaritas Melalui Pameran

Berita Lainnya

Berita Terbaru

NEW MALANG POS, KOTA BATU – Sejumlah seniman ikut bersuara atas konflik agraria yang tengah berkecamuk di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sebanyak 22 seniman dari berbagai daerah, menyuarakan keberpihakan mereka terhadap warga lewat sebuah pameran bertajuk ‘Kepada Tanah : Hidup dan Masa Depan Wadas’.

Pameran diselenggarakan secara maraton di enam kota. Pameran tersebut dimulai dari Bali, Semarang, Jakarta, Bandung, Jogja dan di Kota Batu yang berlokasi di Galeri Raos. Pameran yang digelar oleh Jejaring solidaritas Jogja itu berkolaborasi dengan 22 seniman dan warga Desa Wadas sejak 12 hingga 17 Februari 2022.

Pameran ini berupa karya dalam kemasan berisi biji kopi robusta Desa Wadas. Para seniman melukis langsung kemasan bagian depan, dengan berbagai rupa dan warna. Sementara di sisi belakang kemasan terdapat teks berisi tentang keterangan singkat mengenai latar belakang kopi dan Desa Wadas.

”Seluruh karya seni ini dilelang mulai harga Rp 400 ribu. Semua hasil lelang akan didonasikan untuk membantu aktivitas warga disana yang kini tengah berjuang mempertahankan tanahnya,” ungkap Ahmad Kholili, salah satu perwakilan seniman.

Pameran ini mengambil objek utama kopi wadas, mengingat kopi adalah sumber penghasilan utama warga Desa Wadas. Biji kopi ini dirawat, dipanen, dan diolah oleh warga Desa Wadas secara turun temurun oleh petani sejak ratusan tahun lalu.

Namun, sejak 5 tahun terakhir, kehidupan dan segala aktivitas warga disana mulai berubah karena lokasi perbukitan disana masuk dalam lokasi rencana penambangan untuk material Bendungan Bener.

Ia menyampaikan dalam dokumen AMDAL, penambangan untuk material Proyek Strategis Nasional (PSN) itu akan menggunakan metode blasting (peledakan.red) dinamit sebanyak 5.300 ton selama 30 bulan. Penambangan tersebut akan menjarah 15,53 juta meter kubik batuan andesit, pada lahan seluas 114 Ha dengan kedalaman 40 m.

Warga menolak dan berupaya menggagalkan rencana tersebut dengan berbagai cara. Namun, semua upaya itu menemui jalan buntu. Bahkan, sejumlah warga dan tokoh disana mendapatkan intimidasi hingga kekerasan langsung. Seperti yang terjadi dalam peristiwa 23 April 2021 di Desa Wadas.

”Warga tetap bertahan dan menolak pergi dari tanah mereka, meski kemudian banyak dari mereka (tokoh masyarakat.red) disana kemudian ditangkap. Kami, sebagai seniman ikut prihatin dan bersolidaritas,” ujar Kholili.

Selain menggelar pameran, lanjut Kholili, nanti juga akam dilangsungkan diskusi membahas isu-isu konflik agraria untuk memperluas nafas gerakan kepedulian dan keselamatan lingkungan. Rencananya diskusi akan digelar pada 16 Februari 2022.

”Kami meyakini bahwa Wadas bukan satu-satunya ruang hidup yang mengalami ancaman. Kami berharap dari ini tidak ada lagi konflik-konflik agraria terjadi di daerah lain,” tandasnya.

Harapan senada dikatakan seorang pengunjung, Indri Dwi (22) yang menyayangkan atas terjadinya konflik agraria yang bukan pertama kalinya ini. Sebagai anak muda, dirinya ingin agar konflik tanah ini bisa diselesaikan dan ditangani dengan baik, bukan dengan intimidasi dan kekerasan.

”Sebaiknya konflik agraria yang terjadi di wadas ini bisa segera diselesaikan dan ditangani dengan baik. Tanpa menggunakan kekerasan dan intimidasi gitulah,” harapnya.

Dalam pameran ini juga dipamerkan sebuah tulisan panjang di tembok galeri. Berisi kronologi dan penjelasan terkait sepak terjang perlawanan warga Desa Wadas. Pesan pameran ditutup dengan manis lewat coretan ‘Tanah adalah daging, air adalah darah dan batu adalah tulang’. (ran/eri)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img