spot_img
Saturday, June 14, 2025
spot_img

Ribuan Pelaku Usaha Kecil Bebas Pajak

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Perda PDRD Kota Malang Didok Dewan

MALANG POSCO MEDIA– Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) didok dalam rapat paripurna DPRD Kota Malang, Kamis (12/6) kemarin. Saat perda ini diberlakukan maka sekitar 1.085 pelaku usaha bakal bebas pajak.  (baca grafis)

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita SS pembahasan perda ini  sudah dibahas secara serius. Juga mempertimbangkan berbagai aspek. Prinsipnya untuk masyarakat kecil.

“Sudah dimusyawarahkan secara mufakat dengan mempertimbangkan satu hal dan lainnya. Yang namanya membuat Perda itu kan memang membutuhkan sebuah evaluasi. Kalau kemudian sudah didok, pelaksanaannya ya harus kita evaluasi, kita kawal, termasuk Perwalnya,” tegas Mia sapaan akrab Amithya Ratnanggani Sirraduhita SS. 

Mia menyampaikan, nantinya perlu dipetakan berapa banyak pelaku usaha yang beromzet minimal Rp 15 juta per bulan. Sehingga diketahui berapa besar dampaknya ke pelaku usaha kecil atau PKL. Apakah cukup banyak atau bahkan hanya sedikit.

Malang Posco Media

“Jadi basisnya sekarang omzet dulu, pendapatannya dulu. Karena kita bicara tentang PDRD, baru kemudian di bawahnya kita melihat kalau ternyata di Kota Malang yang beromzet Rp15 juta per bulan itu sekian persen dan itu adalah sekian persen dari PKL. Nah ini harus kita lihat bersama jadi nanti pasti akan kami lakukan pengawasan,” jelas dia.

Menurut politisi PDI Perjuangan ini, meski akan banyak pelaku usaha yang nantinya terbebas kewajiban pajak, tentu implikasinya adalah terhadap PAD. Namun demikian, Mia tidak ingin menganggapnya sebuah ‘loss’ atau kehilangan pendapatan.

Sebab wakil rakyat dari Dapil Kedungkandang itu  meyakini pembahasan ranperda ini semata untuk melindungi dan menjaga perekonomian masyarakat. Terutama pelaku usaha kecil, PKL dan UMKM.

“Jangan melihat itu sebagai loss. Karena kalau ngomong loss, jatuhnya kayak bisnis saja, untung rugi. Jangan. Jadi kami melihat bahwa ada objek pajak yang harus kami lindungi untuk bisa berkembang. Nah harapan kami, setelah ini terlindungi, kemudian atmosfernya terbentuk, usahanya baik, otomatis nanti kita akan dapat gantinya kok. Dapat ganti potensi yang lebih baik,” tutur Mia.

Di sisi lain, Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin yang hadir pada rapat paripurna kemarin menyampaikan, dinamika selama pembahasan ranperda PDRD ini tentu telah dipertimbangkan dengan matang dan memiliki rasionalisasinya masing masing. Menurut Ali, pihaknya juga sudah menganalisis, batas angka kewajiban pajak itu nominalnya sama dengan yang diterapkan di daerah lain, contohnya seperti Surabaya.

“Lalu soal PKL, bisa jadi nanti ada perhatian khusus. Kalaupun ada inisiatif dari dewan, boleh juga bahwa perlindungan terhadap PKL ini ada perdanya khusus untuk mendetailkan. Nanti kalau kemudian ada catatan itu, kami masukkan ke perwal. Itu bisa kami jamin untuk masuk ke sana sebagai perlindungan itu,” jelas Ali.

Kepala Bapenda Kota Malang Handi Priyanto menambahkan, dengan adanya aturan ini nanti, bakal ada ribuan pelaku usaha yang terbebas dari kewajiban membayar pajak. Dari ribuan pelaku usaha yang terbebas pajak itu, konsekuensinya adalah adanya potensi kehilangan PAD senilai miliaran rupiah.

“Ada sekitar 1.085 (pelaku usaha) yang harus dirilis (bebas pajak). Tetapi nanti akan kami lakukan verifikasi lagi untuk memastikan jumlahnya. Estimasi, berkurangnya (PAD) sekitar Rp 7 Miliar,”  papar Handi.

Sementara itu saat rapat paripurna kemarin  diwarnai abstain dari Fraksi PKB.  Sebabnya, Fraksi PKB bersikeras untuk tetap pada usulan batas minimal omzet sebesar Rp 25 juta per bulan sebagai kriteria pelaku usaha yang sudah wajib membayar pajak daerah.

Berbeda dengan yang ditetapkan sebesar Rp 15 juta per bulan sebagai batas omzet minimalnya. Adanya pembahasan Ranperda PDRD itu, lantaran selama ini batas omzet minimal dirasa terlalu kecil dan akhirnya membebani masyarakat. 

Arief Wahyudi dari Fraksi PKB menilai, dengan angka Rp 15 juta per bulan, maka ada potensi pelaku usaha kecil seperti PKL masih terkena kewajiban pajak. Maka ia menilai angka Rp 25 juta sebagai nominal yang lebih pas.

“Kami berpikir, kalau omzet Rp15 juta itu dibagi 30 hari, itu sehari dapat Rp 500 ribu. Lha kalau Rp 500 ribu itu kan yang jual gorengan saja bisa masuk (jadi wajib pajak). Nah maka kami usul naikkan di angka Rp 25 juta karena di situ angkanya sehari harus menyentuh Rp 800 ribu,” tegas Arief.

Selama pembahasan di pansus, Fraksi PKB melalui dua utusannya juga selalu kekeuh mengusulkan angka Rp 25 juta. Namun demikian, rupanya kalah jumlah dengan yang mengusulkan Rp 15 juta. Padahal semua pihak telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan terhadap PKL.

Selain itu di Perda juga tidak ada sama sekali menyinggung soal perlindungan PKL, sehingga nantinya realita di lapangan, dikhawatirkan bakal berdampak pada PKL.

“Sehingga karena tidak tercapai kesepakatan, ya saya interupsi tadi. Karena saya tetap bertahan pada suara masyarakat, suara Fraksi PKB di angka Rp 25 juta. Saya sangat kecewa karena hanya di angka Rp 15 juta. Saya ini sudah tua, perjuangan saya ini murni untuk masyarakat,” tambah Arief.

Akhirnya dalam penetapan keputusan kemarin, Fraksi PKB menjadi satu satunya yang tidak menandatangani kesepakatan karena abstain. Sebelum penandatanganan, rapat paripurna kemarin pun sempat diskors 15 menit karena pembahasan cukup alot. Meski demikian, ranperda telah diputuskan dengan angka yang ditetapkan yakni Rp 15 juta sebagai minimal omzet pelaku usaha yang terkena kewajiban pajak.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menjelaskan, pembahasan yang cukup alot ini merupakan sebuah hal yang wajar dan memang berjalan dinamis.

Apalagi di DPRD Kota Malang terdapat tujuh fraksi dengan pastinya ada pertimbangan masing-masing. Yang pasti, pihaknya tentu bakal mengawal pelaksanaan perda nantinya.  (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img