spot_img
Saturday, October 5, 2024
spot_img

Rofi’i, Warga Penanggungan Bikin Pot Batu Tempel; Penjual Batu Jadi Pengrajin, Eksperimen Temukan Teknik Sendiri

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Di tangan Rofi’i, batu yang berserakan di sungai disulap jadi barang estetik. Bernilai ekonomi pula. Inovasi warga Kelurahan Penanggungan Kota Malang ini membuat Pot Batu Tempel.

Batu-batu kecil yang mudah sekali didapat di sungai, ia ikumpulkan. Lalu dipecah dan diolah menjadi bahan untuk membuat pot. Umumnya pot berbahan batu dibuat dengan memahat atau menghancurkan batunya.

Beda dengan pot karya Rofi’i. Pecahan batu hanya dipasang atau ditempel, disusun hingga terlihat cantik. Karyanya ini disebutnya Pot Batu Tempel.

Menurut Rofi’i, karya seperti ini sangat jarang ditemukan di lain daerah. Jika banyak yang  melihat di Malang dan sekitarnya, dipastikan merupakan hasil karyanya.

“Mungkin yang seperti ini satu-satunya, tidak ada di luar sana. Mungkin juga seluruh Indonesia. Saya belajar itu otodidak, saya cari tekniknya dimana-mana tidak ketemu,” cerita Rofi’i kepada Malang Posco Media.

Karya unik pria paruh baya ini  bermula sekitar tahun 2007. Sebelum menggeluti kerajinan Pot Batu Tempel,  Rofi’i cukup lama bekerja sebagai penjual batu. Suatu saat, terlintas di pikirannya membuat sebuah gentong besar dari susunan batu. Menurut dia, gentong akan menjadi cantik jika ada motif atau ornamen yang mencolok.

Meski di benaknya berpikir hal ini bakal sulit, ia tetap nekat melakukannya. Sebab dia juga berpikir jika batu diolah dan dikreasikan, maka pendapatannya akan menjadi lebih besar.

“Akhirnya saya eksperimen, dari gentong  dan plastik. Setelah dua tahun baru bisa dikatakan berhasil,” sebutnya.

Bukan saja waktu lama yang ia korbankan untuk bisa mendapatkan hasil yang sempurna. Tapi di masa eksperimen, banyak energi yang terkuras. Sudah tidak terhitung berapa banyak pot yang pecah ketika eksperimen. Semuanya ia lakukan secara otodidak.

“Malah pernah saya minta bantuan tukang, bukan yang ecek-ecek, yang profesional. Ternyata juga tidak bisa, malah pecah, tidak kuat. Kalau ini, kena hujan tidak apa apa, bisa bertahun-tahun. Alhamdulillah sebesar apapun Insya Allah tidak pecah,” bebernya.

Karya Pot Batu Tempel milik Rofi’i bervariasi. Mulai diameter 30 sentimeter hingga terbesar mencapai satu  meteran. Dari segi harga, bisa dikatakan sangat terjangkau. Untuk ukuran terkecil yakni 30 sentimeter, ia  menjual dengan harga Rp 100 ribu. Sementara  ukuran yang terbesar, yakni diameter satu meter dengan tinggi 1,5 meter dibanderol Rp 1,2 juta.

“Ada yang seperti bentuk botol, itu memang agak lebih sulit. Tingginya bisa 1,5 meter dan sulitnya nanti pas mengangkutnya. Kalau masalah harga, yang penting sudah balik modal, jadi harga memang tidak saya bikin mahal,” sebutnya.

Untuk membuatnya, kata Rofi’i, sebenarnya tidak sulit. Bahannya hanya semen dan pasir. Lalu dengan alat cetakan dan sebagainya. Dalam sehari, Rofi’i bisa memproduksi setidaknya tiga pot berukuran 30 sentimeter. Tiap satu pot, untuk menyusun batunya berkisar satu jam durasinya. Lalu untuk pengeringan minimal juga satu jam.

Proses pengeringan dan pelepasan cetakan ini yang krusial. Sebab jika salah langkah, otomatis pot pecah. “Makanya melepasnya (cetakan) pun tidak sembarangan, harus hati-hati dan ada caranya, apalagi kalau dalamnya masih basah bisa pecah,” tegasnya.

Untuk pasokan batu, Rofi’i tidak begitu menghadapi masalah. Sebab rumahnya sangat dekat dengan sungai. Tiap hari sedikitnya empat sak hingga lima sak batu yang ia dapatkan dari penambang batu.  Biasanya per sak harganya Rp 50 ribuan.

Dari menjual Pot Batu Tempel, bisa mendapat Rp 1 juta per hari. Target pasarnya kelas menengah ke atas. Pemasarannya pun ke kota-kota seluruh Indonesia.

“Pernah kirim ke Timika, kisaran 2010 jumlah semuanya Rp 25 juta. Dia mau ambil lagi tidak jadi, karena ternyata ongkos angkutnya mahal. Jatuhnya lebih mahal karena berat dan jumlahnya banyak,” ungkap dia.

Meski demikian, Rofi’i  mengaku penjualan Pot Batu Tempel ini masih sangat kurang maksimal. Betapa tidak ia hanya berjualan secara konvensional dan belum terdigitalisasi. Apalagi beberapa tahun kemarin sempat vakum dan kemudian terdampak pandemi.

Rofi’i pun mengaku dia juga menginginkan untuk membuat variasi produk, tidak hanya pot. Semuanya akan dimaksimalkan dalam waktu dekat.

“Sekarang belum terangkat, tapi bagaimana caranya supaya produksi saya jalan maksimal dulu, baru nanti jenis lain. Saya akui, istilahnya saya tidak fokus, sempat vakum jadi kemarin agak sepi. Ya kedepan saya akan maksimalkan lagi,” tutupnya. (ian/van)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img