MALANG POSCO MEDIA – Dibanding saudara kandung, tetangga adalah orang yang paling dekat secara geografis (baca rumah, red). Karena itu adab bertetangga pun diajarkan Nabi Muhammad SAW. Anjuran untuk berbuat baik dan tidak bermusuhan pun dijunjung tinggi dalam ajaran Islam. ‘’Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.’’(HR Muslim).
Menyaksikan video viral di media sosial antara oknum dosen kampus negeri di Malang dengan tetangganya, menjadi pukulan telak bagi etika sosial dan adab bertetangga. Viralnya video ini bukan menebarkan manfaat tapi justru menebarkan kejelekan dan menurunkan martabat dosen dan lembaganya di mata publik.
Ironisnya akibat video viral itu, oknum dosen dinonaktifkan hingga mengundurkan diri. Tak berhenti sampai di situ, kasus terus menggelinding. Aksi lapor balik di kepolisian bukan meredam persoalan, tapi justru makin memanaskan situasi dan keadaan.
Setiap invididu di dalam masyarakat memang punya hak asasi dan privasi. Namun jangan sampai hak asasinya melanggar hak tetangganya. Di lingkungan terkecil, bila ada persoalan sejatinya diselesaikan bersama di tingkat Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RW). Bila tak selesai dengan Ketua RT dan RW, maka persoalan bisa dinaikkan di tingkat dusun, hingga ke Kelurahan.
Itu pun bila persoalannya adalah hal-hal yang menyangkut hak antar warga di dalam wilayahnya. Tapi bila sudah menyangkut kasus pidana dan perdata, maka masing-masing punya hak untuk menempuh jalur hukum.
Kasus viralnya oknum dosen dan tetangganya menjadi pelajaran kita semua agar berhati-hati dengan media sosial. Apapun persoalannya, jangan mudah terprovokasi untuk menggunakan media sosial sebagai sarana menyelesaikan persoalan. Sebab bila tak tepat, apa yang sudah diunggah di media sosial justru bisa menjadi senjata makan tuan.
Kasus yang awalnya bisa diselesaikan dengan cara damai, justru makin rumit kalau sudah menyangkut pencemaran nama baik di media sosial. Harus benar-benar dipikirkan secara bijak untuk menggunakan media sosial. Viral di media sosial belum tentu menguntungkan. Lebih baik menggunakan cara-cara humanis agar hidup bertetangga kembali humoris. Rukun dengan Tetangga. Rukun dengan Warga. Hidup damai sejahtera.(*)