MALANG POSCO MEDIA – Indonesia patut bersyukur menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17. Meskipun dalam kategori kelompok umur, bahkan masih untuk anak remaja, namun event tersebut adalah kelas dunia. Treatment yang diberikan oleh FIFA pun bukan kaleng-kaleng.
Malang Posco Media yang melakukan liputan langsung di Surabaya tempat dimana Grup A berlangsung, juga merasakan bagaimana event ini benar-benar kelas dunia. Dimulai dari akreditasi bagi media. Tidak mudah untuk mendapatkannya. Selain pengajuan yang harus melalui persetujuan FIFA tentunya, hingga ketika pengambilan ID akreditasi pun di bawah pengawasan FIFA. Tak ada dispensasi perbedaan ID dan pengguna.
Bahkan, ketika bila foto dalam ID ketika pengajuan masih berbadan kurus, kini berubah jadi gemuk, maka petugas akreditasi akan mencecar dengan berbagai macam pertanyaan. Hingga akhirnya diminta foto ulang ketika petugas sudah yakin pemilik ID dan yang mengajukan adalah orang yang sama.
Di luar akreditas FIFA, panitia lokal bekerja sama dengan Kominfo pun menyiapkan Information Center. Di lokasi ini, benar-benar dimanfaatkan ratusan jurnalis nasional untuk mendapatkan banyak informasi. Terlebih di Surabaya, lokasi GBT yang jauh dari pusat kota, jurnalis memilih untuk menghabiskan waktu di pusat informasi yang berada di Swiss Belhotel Darmo Surabaya.
Dengan standar tinggi, para jurnalis tak kalah nyaman melakukan peliputan, mengolah data hingga membuat laporan di lokasi tersebut. Terdapat working area, interview area, bahkan mini studio yang bisa dimanfaatkan jurnalis televisi bila ingin mengadakan talk show.
Sementara itu di venue GBT, ketika hari pertandingan penjagaan pun super ketat. Dari radius tiga kilometer, merupakan batas akhir parkir bagi suporter yang membawa sepeda motor. Bahkan, mobil pribadi tanpa card pass, harus parkir lebih jauh lagi di Terminal Benowo atau Osowilangun lalu naik shuttle menuju stadion.
Ingin masuk ke stadion? Dipastikan tidak bisa. Di area ring 4 pun, sudah dijaga ketat oleh petugas. Begitu memasuki ring tiga, tiket dicek sebanyak dua kali. Pertama untuk memastikan suporter membawa tiket yang sesuai untuk hari pertandingan. Setelah itu, pengecekan barang bawaan. Botol minuman, korek api bahkan makanan, bisa kena sita petugas. Kecuali produk sponsor.
Pengecekan berikutnya scan barcode tiket. Hal ini untuk memastikan tidak ada suporter yang berbuat curang dengan menggunakan satu tiket untuk dua orang atau lebih. Ketika sudah check in, otomatis tiket tersebut tak akan terbaca lagi. Panitia tak menggunakan tiket fisik untuk Piala Dunia U-17 ini.
Yang menarik, selama bertahun-tahun saya bertugas, inilah helatan paling rapi dan minim adanya kecurangan. Meskipun susah, bila kita sesuai alur maka dipastikan merasa nyaman. Jelaslah, ini FIFA benar-benar mengatur dan memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat di Indonesia.
Memang, eventnya masih sekelas kelompok umur, tapi ini adalah agenda yang diikuti 24 negara di dunia. Saya membayangkan, event lainnya juga bakal seperti ini bila FIFA ikut serta.(ley/lim)