spot_img
Saturday, May 18, 2024
spot_img

Rupiah Melemah Lagi! Nyaris Rp 16 Ribu per Dolar AS, Begini Penjelasan BI

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Tren penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang berlangsung pada awal November tiba-tiba terhenti, menyebabkan rupiah melemah kembali. Dolar AS kembali mendekati level Rp16.000.

Menurut Refinitiv, rupiah melemah 0,38% pada perdagangan Rabu pagi (1/11/2023) sebesar Rp15.940/US$, kemudian pada pukul 13.00 WIB, rupiah bertengger di Rp15.914/US$.

Kondisi ini berbeda dengan hari sebelumnya, saat rupiah ditutup dengan penguatan sebesar 0,03% menjadi Rp15.880/US$ pada perdagangan Selasa (31/10/2023).

Edi Susianto, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), menjelaskan bahwa situasi ini disebabkan oleh perkembangan terbaru dalam ekonomi AS. Salah satunya adalah peningkatan data tenaga kerja, yang menjadi indikator bahwa inflasi masih tetap tinggi. Situasi ini memperkuat keyakinan bahwa suku bunga acuan AS akan kembali naik pada November atau Desember 2023.

“Diduga the Fed akan memberikan tone yang hawkish,” ujarnya Edi Susianto mengutip CNBC Indonesia, Kamis (1/11/2023).

Dalam pertemuan September, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di level 5,25-5,50%. Namun, bank sentral AS masih memberi isyarat tentang rencana kenaikan lebih lanjut pada tahun ini.

Perangkat FedWatch Tool menunjukkan bahwa 97,1% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya, turun dari proyeksi sebelumnya yang mencapai 98,4%.

Perkembangan China juga menjadi penyebab lainnya. Biro Statistik China (NBS) telah merilis data PMI Manufaktur untuk Oktober, yang dianggap penting bagi para pelaku pasar untuk menilai kondisi manufaktur China di tengah lesunya perekonomian negara tersebut.

PMI Manufaktur China secara tak terduga turun menjadi 49,5 pada bulan Oktober 2023 dari 50,2 pada bulan September. Hal ini meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,2. Penurunan ini disebabkan oleh pertumbuhan output yang lebih lambat dan menurunnya pesanan baru, sementara penjualan asing juga menurun lebih cepat, yang diikuti dengan penurunan lapangan kerja.

Selain itu, PMI Non-Manufaktur NBS untuk China juga turun menjadi 50,6 pada Oktober 2023 dari 51,70 pada bulan sebelumnya. Sementara Indeks Output PMI Gabungan NBS di China turun menjadi 50,7 pada Oktober 2023 dari 52,0 pada bulan sebelumnya, mencatat angka terendah sejak Desember 2022.

Penurunan yang di luar perkiraan ini menegaskan bahwa perkembangan China, baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur, relatif lambat dan memiliki potensi untuk mempengaruhi arus investasi dan produksi yang juga mengalami penurunan.

“Kemudian BoJ yang dianggap oleh pelaku pasar yang hanya melakukan langkah yang minor dalam kebijakan moneternya,” terangnya.

BoJ (Bank of Japan) merilis data suku bunga pada (31/10/2023), menunjukkan bahwa suku bunga kembali dipertahankan pada angka minus 0,1%, keadaan ini telah bertahan sejak 2016 atau selama kurang lebih tujuh tahun terakhir.

Keputusan ini mengejutkan bagi sebagian pelaku pasar yang mengharapkan BoJ akan mengakhiri suku bunga ultra rendah dan menghentikan praktik Yield Curve Control (YCC) pada akhir 2024. Namun, kebijakan BoJ masih mempertahankan suku bunga ultra rendahnya di zona negatif 0,1% sejak 2016, dilakukan dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jepang.

Efek dari keputusan tersebut adalah penguatan indeks dolar AS kembali. Tekanan ini juga terasa pada mayoritas mata uang di Asia.

“Perkembangan hari ini diwarnai hampir semua mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap USD, kecuali JPY yang sedikit menguat dan itupun diduga BoJ melakukan intervensi yang cukup besar,” papar Edi.

Edi memastikan, pelemahan rupiah masih terkendali. Baik secara harian maupun dibandingkan sejak akhir tahun lalu atau year to date (ytd) yang lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga.

“Pelemahan rupiah masih relatif terkendali, Thailand Baht dan Korean Won melemah lebih tajam dari rupiah,” terangnya.

BI akan selalu berada di pasar untuk memonitor perkembangan nilai tukar, termasuk melakukan intervensi jika dibutuhkan. Rupiah akan dijaga sesuai dengan level fundamental.

“Tentu kami masuk pasar untuk smoothing dan memastikan keberadaan supply valas di market, dan saya melihat supply valas dari pelaku pasar masih sangat terjaga,” tegas Edi. (bua)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img