spot_img
Tuesday, June 17, 2025
spot_img

SEHARUSNYA KOTA BATU DI TAHUN POLITIK

Berita Lainnya

Berita Terbaru

SEMUA WILAYAH di Indonesia sedang disibukkan kerja-kerja politik yang padat. Karena tahun ini sudah persiapan hajatan politik seperti pilihan legislatif, pilkada dan pilpres. Sebagai bagian dari Indonesia, warga Kota Batu mengalami kondisi serupa. Mesin-mesin partai politik mulai dipanaskan dan para politisi mulai menata konstituen masing-masing.  

Masyarakat juga berharap, seperti yang terlontar dalam Sarasehan Wong Batu Kini dan Nanti, yang diselenggarakan Kantor KesbangPol Kota Batu dan KNPI di Omah Kumpul, 30 November 2022. Suara-suara kepemimpinan Batu ke depan dipegang oleh Wong Batu asli hangat mengemuka.

Kondisi politik ini menjadi penting dan perlu dicermati, karena selain stabilitas politik merupakan cita-cita bersama, ia juga kondisi yang menentukan wajah kota ke depan. Seperti yang dinyatakan sosiolog Amerika Talcott Parsons, politik merupakan alat untuk pencapaian tujuan (goal attaintment) sebagai pelengkap dari fungsi adaptasi (lembaga ekonomi), pemeliharaan pola (lembaga kebudayaan)  dan peran integrasi warga (lembaga agama).

Persoalan Ke Depan

Sama dengan kota/ kabupaten lain, Kota Batu menghadapi persoalan ke depan yang meliputi persoalan lama dan persoalan baru. Apakah persoalan itu? Demi memudahkan penjelasan ini penulis menggunakan prinsip triple bottom line dari pembangunan berkelanjutan, yakni aspek ekonomi, ekologi dan sosial.

Persoalan ekonomi masih adanya dualisme ekonomi (sektor pertanian dengan sektor pariwisata) yang belum terdamaikan. Sektor pertanian bekerja di jalur pemasaran konvensional, sementara industri pariwisata mempraktikkan sistem ekonomi modern. Sekalipun pernah digagas kebijakan pertanian berkelas “organik”, tetapi tidak berkelanjutan. Dari sektor pariwisata sendiri kita melihat dikotomi antara wisata berbasis kapital (besar) dengan wisata berbasis komunitas. Sistem ekonomi yang cenderung liberal di kota ini membiarkan keduanya berkompetisi. Penilaian Anugerah Lingkungan 2022 menunjukkan industri pariwisata lebih unggul di atas pariwisata berbasis komunitas.  

Persoalan ekologi yakni krisis sumber daya alam baik air, lahan maupun hutan. Eksploitasi air yang tidak terkontrol, kegelisahan semakin berkurangnya debit air dan menjadi “ancaman” Kota Batu ke depan.

Persoalan kebijakan bahwa kewenangan pemerintah provinsi berbenturan dengan “kepemilikan” warga Batu pada tanah dan airnya. Krisis ini telah melahirkan banjir bandang, 4 November 2021, dimana jatuh korban. Bencana ini menjadi “pencitraan” tidak baik sebagai kota pariwisata.

Sedangkan persoalan sosial yang masih menjadi agenda yang belum terselesaikan yakni kemiskinan dan kekerasan seksual yang perlahan mulai merebak. Kemiskinan disebabkan hasil pertanian tidak kompetitif dan “gagal” adaptasi pada kota. Tidak heran jika warga kota liburan di Pasar Laron karena mereka tidak bisa menikmati makanan di kafe-kafe mahal atau restoran di hotel-hotel bintang lima.

What Next

Kota ini harus kembali ke jati diri bahwa kondisi riil kota berupa ketergantungan tinggi pada sumber daya alam, kuatnya pengetahuan lokal dan maraknya pembangunan pariwisata. Kini para stakeholders tinggal pandai-pandai mengelola dengan mengacu pada komitmen berdirinya Kota Batu seperti dijelaskan oleh rekomendasi kelompok kerja berdirinya Pemerintah Kota Batu, Oktober 2001. Hemat penulis setidak-tidaknya ada tiga strategi yang bisa diterapkan oleh para pengelola kota sebagai berikut

Pertama, Strategi Struktural

Kesenjangan sosial menjadi agenda semua kota/ kabupaten. Ada sekelompok yang menikmati keuntungan lebih, sementara kelompok lain sulit mengais rezeki. Ada sekelompok orang yang memiliki gaji ratusan juta, tetapi ada yang berpendapatan “cekak.” Sederhananya, ada dikotomi konsumsi pada pembagian kelas sosial. Kondisi ini terjadi karena tidak semua orang/ kelompok menang dalam kompetisi. Untuk itu, langkah yang dilakukan yaitu pemihakan pada kelompok-kelompok yang “kurang” beruntung, dengan memasukkan pada setiap kebijakan pembangunan

Kedua, Strategi Kultural

Pengetahuan lokal di kota ini menjadi menonjol karena rata-rata kota ini memiliki karakter pedesaan. Beberapa bentuk pengetahuan lokal bisa penulis sebutkan yaitu slametan, gotong royong, wingit dan lain-lain. Penulis menggali nama-nama wilayah di kota ini dan ternyata banyak diambil dari nama pohon, seperti: Sengonan, Mojorejo, Bulukerto, Pandanrejo dan Gondang. Bisa disimpulkan kultur Kota Batu sangat kuat seperti dijelaskan perspektif ekologi budaya.  

Sekalipun perubahan ke kota telah menyuntikkan nilai-nilai baru, namun pengetahuan lokal harus tetap dipertahankan. Pertimbangan ini bukan saja karena pengetahuan ini berperan penting pada pengelolaan kota, tetapi ia memang merupakan karakter “melekat” dan asli Wong Batu. Langkah yang bisa dilakukan yaitu memasukkan nilai dan norma sosial pada setiap kebijakan pembangunan.

Ketiga. Strategi Kelembagaan

Kelembagaan yang penulis maksud yakni optimalisasi keorganisasian dan aturan yang diselenggarakan oleh pengambil kebijakan demi memaksimalkan tujuan. Organisasi dan aturan baik formal maupun informal. Langkah yang dilakukan yaitu memaksimalkan organisasi yang berkembang di kota.

Organisasi sebagai ujung tombak yakni pemerintah melalui organ OPD karena memiliki program kerja strategis. Kemudian, organisasi sukarela (voluntary association) yang sudah berkembang di Kota, seperti organisasi yang tumbuh secara alamiah di masyarakat maupun organisasi bentukan pemerintah.

Strategi ini sering menemui persoalan manakala birokrasi memosisikan sebagai “raja.” Lembaga politik ini merasa sok tahu dan sok bekerja yang akhirnya menafikan kerja-kerja masyarakat. maka, pemerintah harus pro aktif, kreatif dan mampu kolaboratif. Kini langkah yang terpenting yakni memastikan kontribusi organisasi dan aturan berjalan on the track. Pemerintah bekerja profesional dan  lembaga legislatif menjalankan kontrol efektif.

Kondisi politik yang secara langsung berpengaruh dan merupakan efek dari perubahan politik nasional perlu disikapi. Kondisi terkini misalnya, penunjukan Penjabat (PJ) Walikota yang menggantikan walikota seharusnya diambil sisi positifnya sebagai kesempatan politik (political opportunity). Peran PJ menjadi penting, sebab dua tahun waktu yang tidak pendek. Di tangan PJ semua strategi pengelolaan kota bisa dieksekusi. Untuk itu kontrol publik atas kinerja PJ dilakukan oleh baik partai politik dan masyarakat sipil. Dalam sistem yang demokratis, kontrol ini akan menentukan gagal berhasilnya kota melewati masa transisi ini. Penulis yakin, Wong Batu mampu melakukan langkah-langkah tersebut.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img