MALANG POSCO MEDIA – Jajanan manis Puthu Lanang yang berada di Jalan Agung Suprapto Kota Malang tak asing lagi di telinga masyarakat Kota Malang. Keberadaannya sejak tahun 1935. Dengan konsep berjualan sederhana, menggunakan gerobak, jajajan legendaris tersebut selalu ramai dikunjungi pembeli. Termasuk saat Malang Posco Media mendatangi lokasi berjualan, di depan gang kecil itu terlihat pembeli mengantre.
Puthu Lanang tersebut milik Siswoyo, warga Jalan Grindulu Kelurahan Bunulrejo Kecamatan Blimbing. Pria usia 61 tahun itu meneruskan amanah orang tuanya bernama Supiah yang pertama kali berjualan. Siswoyo mulai berjualan sejak tahun 2000. Kini, dia dibantu oleh sedikitnya 6 hingga 8 pekerja.
Puthu Lanang dibuka dari pukul 17:30 hingga 20:30 WIB setiap hari. Ada empat jenis jajanan yang dijual di sana. Yaitu, lupis, puthu, klepon, dan cenil. Harganya masing-masing Rp 15 ribu per porsi. “Kepuasaan seseorang berbeda-beda. Kalau semua porsian delapan biji kue Rp 15 ribu. Puthu, lupis, klepon, dan cenil maupun campur-campur juga harganya juga sama, masing-masing Rp 15 ribu satu porsi,” urainya.
Bahan yang digunakan untuk menyajikan jajanan manis itu mulai dari beras ketan, beras nasi, tapioka, dan tepung ketan. Kalau digabungkan, menghabiskan sampai satu kuintal setiap hari. Ini dapat menyajikan 600 hingga 700 porsi jajajanan. Jumlah ini paling cepat habis saat pukul 20:30 WIB.
“Setiap harinya menyiapkan 600 sampai 700 porsi. Ini saya bungkus dalam rentang waktu dua sampai tiga jam. Selebihnya saya tidak mampu. Karena tangan dan tenaga tidak mampu,” ucapnya, Senin (19/6).
Keberadaan Puthu Lanang di Jalan Agung Suprapto Kota Malang ini sejak tahun 1985. sebelumnya di tempat lain, namun tidak jauh dari lokasi sekarang. Dulunya, berjualan menggunakan lampu templek atau lampu minyak. Di era digital, kini Puthu Lanang memanfaatkan internet untuk berjualan, melalui Grab Food. Namun, kata Siswoyo, jumlahnya dibatasi. Hanya 100 hingga 150 porsi.
Adanya Puthu Lanang ini, awalnya dijual oleh orang tua Siswoyo bernama Supiah, meninggal saat usia 109 pada tahun 2013 silam. Supiah selalu mengajarkan Siswoyo berjualan dan membeli. “Ibu saya selalu memegang prinsip kalau mau berjualan, juga mau membeli. Itu selalu ditanamkan kepada saya. Artinya, banyak orang yang menjual tapi tidak berani membeli,” ujarnya.
Saat diberikan amanah untuk meneruskan berjualan, Siswoyo awalnya sempat tidak berkenan berjualan, karena memiliki aktifitas dan pekerjaan sendiri. Namun, kata Siswoyo, anggota keluarga yang diberikan meneruskan tidak berhasil meningkatkan penghasilan, justru menurun.
“Dulunya, saya tidak langsung mau, karena punya pekerjaan sendiri saat itu. Tapi, kata ibu, tidak ada yang bisa meneruskan selain saya. Sudah diteruskan ke keponaan dan anggota keluarga lainnya, tapi tidak berjalan, ada penurunan. Akhirnya saya sendiri berani meneruskan,” cerita Siswoyo.
“Saya harus membuktikan dan punya prinsip. Ibu saya saya sudah tua saja bisa, masak saya yang masih muda tidak bisa,” tutupnya. (den/bua)