Wisata Akhir Tahun ala Karyawan MPM
MALANG POSCO MEDIA- Jon Soeparijono ke Lombok, NTB pada 24-27 Desember 2023. Rombongan lengkap, istri Ihda Khairun Nisa dan dua anaknya Ghea Rosweiss serta Ahmada Hilmy Rayyan Tsany juga ikut.
Liburan ke Lombok sudah direncankan lama. Apalagi masa liburan panjang tentu saja hotel maupun tiket penerbangan full booked. Izin cuti dari kantor sudah disampaikan sebulan sebelum keberangkatan. Sang istri Ihda Khairun Nisa yang bekerja sebagai guru sedang libur. Kedua anak juga masa liburan sekolah.
Usai mengantongi tiket keberangkatan dengan pesawat Air Asia, booking hotel juga dilakukan sebulan sebelumnya. Menginap selama tiga malam di dua hotel yang berbeda. Karena memesannya jauh-jauh hari, harganya pun tak terlalu mahal.
Tibalah saatnya berangkat. Minggu (24/12/2023) masih pagi berangkat dari Malang ke Bandara Juanda lalu terbang ke Lombok pukul 11.15 WIB. Tiba di Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok sekitar pukul 13.05 WITA.
Di bandara kami dijemput I Dewa Gede Arta. Ia dari Dewata Lombok Tour yang mengantarkan kami selama di Pulau Lombok. Beberapa minggu sebelumnya, kami menghubungi pihak travel dari referensi rekan-rekan di Backpacker Dunia Malang. Harganya per orang Rp 480 ribu untuk tur selama dua hari. Itu sudah termasuk tiket masuk obyek wisata dan makan siang.
Hari pertama, hanya jadwal penjemputan saja dari bandara ke Hotel Amaia di Jalan Nakula Cilinaya Kecamatan Cakranegara Kabupaten Lombok Barat. Dari bandara berjarak sekitar 30 kilometer.
Hari pertama belum mengeksplore destinasi wisata yang dilayani travel. Karena itu malam hari kami jalan-jalan ke Mataram Mall. Dari hotel tempat menginap berjarak sekitar 550 meter. Namun mall ini sepi.
Pilihannya balik kanan, mengalihkan tujuan. Yakni ke kawasan kampus Universitas Mataram sambil menikmati malam.
Dari Mataram Mall naik taksi online. Kemudian makan malam di Padi Food Center. Letaknya di sekitar Universitas Mataram. Menikmati makan malam diiringi musik akustik. Tempatnya sangat luas. Banyak wisatawan dari luar Lombok yang makan di tempat ini. Sekitar pukul 22.00 WITA balik ke hotel untuk istirahat.
Senin (25/12/2023) pagi hari sekitar pukul 09.00 WITA sarapan di Warung 62+. Letaknya di sebelah hotel. Pukul 09.00 WITA tepat, Arta, sapaan akrab
I Dewa Gede Arta sudah siap di depan hotel.
Tujuan kami enam destinasi wisata. Pertama ke Desa Banyumulek, tempat pembuatan gerabah. Di Banyumulek melihat proses pembuatan gerabah dan belajar membuat gerabah. Juga bisa melihat-lihat bentuk gerabah yang asli dari Lombok.
Tiba di Desa Banyumulek kami langsung ke UD Berkah Sabar. Mirip kawasan Keramik Dinoyo.
Lalu lanjut ke destinasi kedua. Yakni Desa Sukarara Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Perjalanan sekitar 30 menit.
Ini merupakan sentra pembuatan tenun, serta rumah adat Suku Sasak. Desa ini dikenal sebagai penghasil kerajinan tenun songket khas Lombok.
Di tempat tersebut pengunjung bisa mengenakan pakaian adat. Juga berfoto ria secara gratis. Di sini ada kepercayaan masyarakat, anak gadis yang belum bisa menenun belum boleh menikah. Jika sudah bisa menemun baru diizinkan naik pelaminan. Sebab kerajinan tenun digunakan untuk membantu keuangan keluarga.
Mayoritas penduduk di Desa Sukarara bekerja sebagai petani. Sedangkan perempuan menenun.
Tiba di tempat ini langsung disambut dua pemandu wisata. Mbak Fani dan Mbak Rida, menyambut ramah.
Pertama kali diajak melihat ibu-ibu menenun secara tradisional. Bahkan kami diajak menenun kain tenun dengan dipandu.
Desa ini punya banyak daya tarik. Salah satunya rumah tradisional khas Suku Sasak. Jika ingin menyaksikan bagaimana kehidupan Suku Sasak pada zaman dahulu, bisa berkunjung ke desa ini. Rumah yang ada masih terbilang tradisional. Bahan bangunannya menggunakan bahan alami. Dinding rumah berbahan anyaman bambu. Sedangkan atap dari alang-alang kering, serta tiang rumah menggunakan kayu. Terasa nyaman jika dihuni.
“Yang menenun hanya ibu-ibu. Bapak-bapak dengan posisi duduk seperti ini selama sekitar tujuh hingga delapan jam dalam sehari, tidak diperkenankan karena bisa tidak memiliki keturunan,” kata Fani, wanita keturunan Jawa yang telah dua tahun menetap di Desa Sukarara.
Setelah itu, kami diajak mengenakan pakaian adat Suku Sasak secara gratis. Pemandu bantu mengenakan pakaian adat yang benar. Lalu lanjut sesi foto.
Setelah puas berfoto ria, pengunjung diajak belanja oleh-oleh kain tenun. Harganya mencapai ratusan ribu rupiah.
Destinasi selanjutnya Desa Wisata Sasak Ende di Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. Sasak Ende merupakan perkampungan tradisional Suku Sasak yang masih menjaga tradisi budaya. Mulai dari bangunan tradisional, adat istiadat, serta keseharian masyarakat Suku Sasak Lombok. Di Desa Wisata Sasak Ende ini, wisatawan bisa melihat keseharian masyarakat Sasak, di rumah-rumah tradisional.
Semua masih menggunakan bahan bangunan tradisional. Seperti atap terbuat dari daun ilalang kering dan pagar bambu. Ada juga lantai tanah yang dilapisi kotoran sapi sebagai simbol kerja keras masyarakat Sasak yang mayoritas petani.
Tidak hanya bentuk bangunan rumah, Desa Wisata Sasak Ende juga menjaga tradisi keseniannya, seperti tari-tarian daerah dan musik tradisional. Latihan kesenian dilakukan rutin. Itu upaya pelestarian dan regenerasi.
Karena rombongan kami hanya empat orang, tidak ada sambutan khusus seperti tari-tarian. Jika rombongan dalam jumlah besar, akan disambut tari-tarian dan pemukulan gong. (jon soeparijono/van/bersambung)