Fenomena El Nino dan Puncak Kemarau
MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Ancaman krisis air dan kekeringan menghantui beberapa daerah di Indonesia di musim kemarau tahun ini. Ancaman bencana ekologis tersebut dikarenakan Indonesia terdampak fenomena iklim El Nino dan musim kemarau.
Dari prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) fenomena perubahan iklim drastis ini diperkirakan akan membuat musim kemarau kali ini menjadi yang terkering selama 3 tahun terakhir. Dengan puncaknya terjadi pada Agustus dan September 2023.
Namun untuk Kota Batu, Jawa Timur menjadi daerah yang relatif aman dari dampak ancaman bencana El Nino. Pasalnya karena kondisi geografis Kota Batu yang ada di ketinggian dan memiliki sumber mata air yang melimpah. Hal itu disampaikan oleh Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu.
Data resmi terakhir yang didapat, terdapat 111 mata air yang masih lestari hingga saat ini di Kota Batu. Dengan Sumber air utama dan terbesar ada di Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji yang menjadi hulu dari Sungai Brantas.
“Fenomena El Nino tahun ini sangat berdampak di beberapa daerah. Namun untuk Kota Batu dampaknya tidak terlalu signifikan. Kemungkinan beberapa dampak yang terjadi di Kota Batu seperti menurunnya debit air setiap musim kemarau, apalagi ditambah dengan fenomena El Nino,” ujar Agung kepada Malang Posco Media, Kamis (3/8) kemarin.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, Kota Batu merupakan daerah penghasil pertanian. Beruntung Kota Batu memiliki banyak sumber yang masih lestari sehingga musim kemarau dan El Nino tidak akan mempengaruhi sektor pertanian. “Dengan kondisi ini biasanya petani akan menerapkan pengairan secara bergantian karena sumber daya air yang menurun. Jadi kalau biasanya petani bisa menyiram sewaktu-waktu, maka saat kemarau dibatasi dengan bergantian,” bebernya.
Meski tidak ada dampak kekeringan yang signifikan, seperti gagal panen dan tanah pertanian yang retak-retak karena kekeringan masih ada beberapa permasalahan yang dialami peternak. Yakni adanya kenaikan harga pakan ternak (rumput, red.) karena harus mencari di luar Kota Batu sebagai tambahan suplai.
“Namun selama El Nino dan puncak kemarau ini yang menjadi ancaman di Kota Bar adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga banjir bandang. Bencana tersebut kerap terjadi di Gunung Arjuna dan Panderman,” ungkapnya.
Bencana karhutla yang menjadi fokus antisipasi BPBD Kota Batu. Pasalnya, jika tidak dimitigasi dengan baik, maka potensi banjir bandang seperti pernah terjadi pada 2021 lalu di Desa Bulukerto bisa saja terulang.
Seperti diketahui, banjir bandang terjadi akibat dari kejadian karhutla di hulu sungai Brantas yang terjadi pada 2019. Saking besarnya, waktu itu aktivitas pemadaman sampai menggunakan helikopter. Di kemudian hari, akibat kebakaran ini membuat banyak material pohon-pohon sisa kebakaran yang menumpuk dan menyumbat aliran air dari gunung. Hingga pada 2021 itu, sumbatan itu pecah dan terakumulasi menjadi banjir bandang.
“Dari hasil mitigasi, penyebab karhutla ini rata-rata memang terjadi akibat perilaku manusia. Entah dari puntung rokok yang dibuang sembarangan hingga aktivitas pembakaran lahan. Sedangkan karena faktor alam kami belum pernah mengetahuinya,” urainya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pj Wali Kota Batu telah menerbitkan SK Wali Kota untuk mempersiapkan kesiapsiagaan jika terjadi kejadian darurat, terutama karhutla. Tindak lanjut dari SK itu nantinya memberikan kemudahan untuk BPBD melakukan intervensi darurat. Baik penambahan SDM, peralatan, logistik, perijinan dan sebagainya. (eri/udi)