Laskar Pangeran Diponegoro, Lawan Kolonialisme Juga Syiar Islam di Malang (2)
BERSEJARAH: Masjid At-Thohiryah Bungkuk, Singosari mejadi saksi perjuangan Laskar Pangeran Dipenogoro, Kiai Hamimuddin dalam melawan kolonialisme dan menyebarkan ajaran Islam di Malang Raya.
MALANG POSCO MEDIA-Sebelum menetap di Singosari dan mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Bungkuk, perjuangan Kiai Hamimuddin (Mbah Bungkuk) sebagai Laskar Pangeran Diponegoro melawan Belanda dalam Perang Jawa membawa kisah yang membakar semangat kemerdekaan waktu itu.
Dalam berperang, Pangeran Diponegoro dan laskarnya menerapkan beberapa strategi utama. Itu dilakukan dalam Perang Jawa (1825-1830) yang menjadi kunci dalam perlawanan mereka melawan penjajah Belanda.
Salah satu Cucu KH Mohammad Thohir mantu dari Kiai Hamimuddin, KH Moensif Nachrowi menuturkan kembali sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro beserta laskarnya. Mereka menjalankan beberapa strategi perang gerilya sebagai strategi utama. Karena menyadari kekuatan militer Belanda yang lebih superior dalam hal persenjataan dan jumlah.
Pangeran Diponegoro dan pasukannya memilih untuk tidak melakukan konfrontasi langsung di medan terbuka. Sebaliknya, mereka menyerang secara tiba-tiba dan cepat di berbagai tempat, kemudian mundur ke daerah yang sulit dijangkau oleh Belanda, seperti pegunungan dan hutan.
“Taktik tersebut membuat Belanda kesulitan dalam menangkap dan mengalahkan Laskar Pangeran Diponegoro,” ujarnya
Selain itu, Laskar Diponegoro dikenal memiliki mobilitas yang sangat tinggi. Mereka sering berpindah-pindah lokasi, membuat Belanda kesulitan melacak pergerakan mereka.
“Pangeran Diponegoro juga memanfaatkan pengetahuan lokal tentang medan perang, seperti jalur-jalur tersembunyi dan daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh musuh, untuk menghindari pengepungan dan serangan,” imbuhnya.
Meskipun strategi-strategi tersebut awalnya berhasil membuat Belanda kewalahan, pada akhirnya, Belanda mampu mengadaptasi strategi mereka dengan membangun benteng dan memperkuat kehadiran militer mereka, yang akhirnya mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro dan laskarya. Hingga akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Sedangkan Laskar Pangeran Diponegoro berpencar ke beberapa daerah.
Seperti diberitakan oleh Malang Posco Media sebelumnya, setelah Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda, beberapa Laskar Pangeran Diponegoro seperti Kiai Hamimuddin menyebar ke beberapa wilayah di antaranya Malang. Ia berjuang dengan membawa ajaran agama Islam yang diajarkan oleh Pangeran Diponegoro dan menuju Singosari dengan membangun Masjid At-Thohiriyah.
Masjid At-Thohiryah menjadi saksi sejarah bahwa Laskar Pangeran Diponegoro selain berjuang untuk kemerdekaan juga berjuang menyebarkan agama Islam yang diamanahkan oleh Pangeran Diponegoro.
Saat ini, siapa pun yang masuk Masjid At-Thohiriyah atau Masjid Bungkuk Singosari akan melihat empat tiang yang berdiri tegak tepat di tengah-tengah masjid. Tiang itu terbuat dari kayu. Namun tidak banyak yang mengetahui, bahwa tiang kayu itu bernilai sejarah yang tinggi.
Peninggalan Sang Legenda, perintis dan pendiri pertama Pondok Bungkuk, Kiai Hamimuddin. Kayu itu dibawa sendiri oleh Sang Kiai. Kayu jati yang kokoh berdiri hingga saat ini. Hanya saja kayu-kayu itu sudah tidak tampak seperti aslinya. Seiring dengan renovasi Masjid At-Thohiriyah, kayu-kayu itu dibungkus dengan triplek dan ukuran kayu jati yang baru.
Saat ini, Masjid At-Thohiriyah tempatnya sudah bergeser dari posisinya yang semula. Menyesuaikan dengan besar dan lebar masjid saat ini agar tegak lurus dengan kubah masjid. Sehingga posisinya tepat berada di tengah.
Di bawah setiap tiang itu ada ada batu gilang (batu kuno) peninggalan Kerajaan Singosari. Batu itu ditemukan saat renovasi pertama Masjid At-Thohiriyah. Lokasi penemuannya tepat di bawah masjid, di kedalaman sekitar dua meter.
Bangunan Masjid At-Thohiriyah saat ini sudah berkonstruksi modern. Tiangnya sudah pancang. Dengan menara yang tinggi. Terlihat megah dari ujung gang.
Masjid At-Thohiriyah menjadi salah satu saksi sejarah hebatnya Pondok Pesantren Miftahul Falah alias Pondok Bungkuk. Terutama saat kepemimpinan KH Mohammad Thohir. Di masa itu, lahir tokoh-tokoh hebat panutan umat yang berkiprah besar terhadap perkembangan agama Islam hingga Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
“Di makam Bungkuk sendiri terdapat nama tokoh kemerdekaan dan tokoh pendidikan di Malang seperti Mbah Bungkuk, Kiai Masykur, Kiai Thohir dan Kiai Tolchah Hasan. Banyak para peziarah yang datang untuk medokan hingga saat ini,” tutup Kiai Moensif. (hud/van)