Sunday, September 28, 2025
spot_img

Selamat Tinggal Indonesia, Singgah berlibur di Turki

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Ingin pergi ke negara Eropa, bebas visa untuk Warga Negara Indonesia (WNI), bisaaa dong! Turki adalah salah satu negara yang bisa dikunjungi oleh paspor Indonesia tanpa ribet. Sebelum benar-benar kembali merantau, kami sempatkan waktu sejenak untuk singgah berlibur di Turki. Istanbul menjadi kota turis yang kami pilih, satu-satunya kota di dunia yang membentang antara dua benua, Asia dan Eropa. Kok bisa??

Makanan khas turki, roti tipis dan daging

Selamat tinggal Indonesia, terima kasih telah menerima kami selama 3 minggu di Indonesia. Tidak akan lupa dengan cita rasa khas kuliner makanan Indonesia. Alhamdulillah selama mudik di July 2025 kemarin, kami diberikan kesehatan terutama untuk DoubleZ yang belum begitu mengenal makanan Indonesia. 12 jam perjalanan dari Jakarta ke Istanbul cukup membuat badan lelah dan capek. Sebelum terbang lagi ke Lisbon, kami merencanakan untuk liburan singkat di Istanbul – Turki.

Mencoba naik tram menuju pusat kota

Liburan ini menjadi momen spesial karena bisa dibilang ini liburan pertama di negara baru setelah penantian residence card Portugal selama 2,5 tahun. Kawan pembaca yang telah mengikuti perjalanan keluarga kecil kami pasti tahu bahwa kami tidak bisa keluar Portugal sejak tahun 2022 karena kendala birokrasi pembuatan kartu residence atau KTP yang prosesnya lamaaa sekali. Kami tiba di Portugal sejak tahun 2022, baru punya KTP Portugal tahun 2024. Setelah resmi memiliki KTP, kami terbang kerumah kedua kami di Swiss tahun lalu. Lanjut terbang ke negara kelahiran Indonesia tercinta tahun 2025, dan sekarang bisa liburan keluarga di Istanbul. Masya Allah.

Suasana dalam Blue Mosque

Kota Istanbul bagian Asia dan Eropa dipisahkan oleh Selat Bosporus. Salah satu kota di dunia yang sangat unik. Mayoritas orang Turki beragama Islam. Sehingga cukup mudah menemukan perempuan yang menggunakan hijab. Saat melihat turis yang memakai hijab seperti saya, mereka sudah tidak kaget lagi. Berbeda dengan suasana kalau mengunjungi negara Eropa pada umumnya. Tidak semua orang Turki bisa berbahasa Inggris padahal itu di kota turis -Istanbul.

Halaman luas Blue Mosque

Turki memiliki perpaduan budaya barat dan timur. Salah satu yang bisa kami rasakan adalah cara mereka memperlakukan tamu atau customer. Khas budaya timur yang segan, sopan, dan menghargai customer. Saya pernah mendapatkan undangan acara ulang tahun dari kerabat Turki. Mereka mengadakan jamuan makanan khas Turki.

Tampak luar Hagia Shopia

Saat datang sudah dipersilahkan duduk, diambilkan piring dan gelas serta disodori makanan dan minuman. Mereka melayani tamu dengan sangaaaat ramah. Hal ini sedikit berbeda dengan budaya barat yang cenderung lebih dingin dan cuek. Rata-rata si suami Turki ini fasih berbicara bahasa inggris karena mereka dipindahkan ke Lisbon untuk pekerjaan. Sedangkan si istri tidak bisa, hanya 1 atau 2 orang yang bisa. Bisa dibayangkan meskipun kami berkomunikasi menggunakan body language, tetapi mereka tetap ramah dan tetap mengajak ngobrol dengan salah satu orang menjadi translator.

Bergaya dulu ditengah panasnya Istanbul

Landing di Istanbul masih dini hari, matahari belum terbit sekitar jam 4 pagi. Papi Fariz sudah order penjemputan bandara dari pihak hotel. Untuk traveling bersama keluarga memang metode ini yang paling efisien. Tidak perlu lagi mencari taksi atau jasa travel lainnya. Karena check in lebih awal, maka hotel memberikan penawaran untuk dicarikan kamar setengah hari. Setelah nanti jam 13.00 EEST (Eastern European Summer Time), akan pindah ke kamar sesuai yang kami pesan. Tubuh masih terasa berat dan ngantuk sekali, setelah sampai di kamar langsung cuci kaki dan tangan setelah itu tertidur lelap. Hahaha.

Setelah beres mandi dan pindah kamar, destinasi pertama hari ini jelas menuju Mall terbesar di Istanbul yang bernama Mall of Istanbul (Basaksehir). Cuma butuh 15 menit naik uber dari lokasi Uranus Hotel (tempat kami menginap) ke mall. Kami sengaja memilih hotel yang dekat dengan mall dan bandara, bukan mendekati pusat kota. Kisaran harga liburan di Istanbul memang lebih mahal dari Indonesia, tetapi lebih murah dari Lisbon.

Biaya uber dari hotel ke mall cukup bayar 200 TL (Turki Lira) dengan jarak 15 kilometer. Harga ini sangat terjangkau untuk 4 orang. Yuk kita bandingkan dengan naik transportasi umum yang membutuhkan transit satu kali. Tiket 3 orang (anak dibawah 6 tahun free) x 2 public transport (sekali jalan dari hotel ke mall) x 27 TL = 162 TL. Naik public transport masih harus jalan kaki sedangkan naik uber bisa langsung turun di tempat dan selisih harga tidak jauh. 100 TL sebanding dengan Rp.40.000 atau 2 Euros.
Pilihan makanan di Istanbul menurut kami tidak begitu bervariasi. Di food court mall kalau tidak ayam goreng kriuk, kebab, burger, atau pizza. Banyaaaaak sekali restoran yang menjual keempat makanan tersebut dengan menu sama. Makanan utama disana adalah roti tipis, sehingga susah sekali menjumpai nasi. Tidak seperti di Portugal, banyak sekali aneka menu nasi. Karena sebagian orang Portugal juga suka mengkonsumsi nasi. Yang paling membuat shock culture adalah aroma makanannya. Saya yang menyukai daging kambing langsung merasa aneh memakan hidangan daging kambing Turki. Bau prengusnya kuat sekali, sampai tidak tahan untuk menghabiskan.

Liburan ke Istanbul, belum sah kalau belum ke Blue Mosque dan Hagia Shopia. Mereka berdua adalah masjid cantik destinasi andalan turis. Karena banyaknya pengunjung dan hari yang sangat panaaas sekali, DoubleZ agak rewel sedikit. Sehingga cuma saya aja yang masuk ke dalam masjid. Pengunjung yang masuk harus mengenakan pakaian tertutup. Perempuan dan pria dilarang memakai celana/rok pendek. Mereka menyediakan sarung dan kerudung untuk menutupi area tubuh yang terbuka.
Blue Mosque, sesuai dengan namanya “blue”, masjid ini dihiasi dengan keramik biru Iznik dengan 6 menara megah yang sebelumnya hanya dimiliki oleh Masjidil Haram di Mekkah. Interior masjid dihiasi dengan ayat-ayat Al-qur’an dan kaligrafi. Memiliki halaman masjid yang luas. Salah satu yang terbesar dari masjid dinasti Ottoman.

Sedangkan Masjid Hagia Sophia memiliki cerita tersendiri. Hagia Sophia menjadi bukti perkembangan negara Turki khususnya kota Istanbul. Awal mulanya bangunan ini difungsikan sebagai gereja. Kemudian saat dinasti Ottoman masuk dialihfungsikan menjadi masjid. Pada tahun 1935 Hagia Sophia berubah menjadi museum. Akhirnya tahun 2020 dikembalikan lagi fungsinya menjadi masjid. Bangunan ini menunjukkan keharmonisan dan perpaduan antara Islam dan Kristen.

Gong dari liburan ini tak lengkap kalau belum menyeberang Istanbul bagian Eropa dan Asia. Dalam waktu singkat tubuh ini ada di dua benua. Wooooww, seruuuu kaan!!!! Dengan sisa-sisa tenaga mudik, ikuti lanjutan cerita DoubleZ membelah benua. Bersambung, OPP.

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img