MALANG POSCO MEDIA – Semangat beribadah pada bulan Ramadan, benar-benar ditunjukkan oleh para penyandang disabilitas atau difabel yang ada di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Netra (RSBN) Janti, Sukun, Kota Malang. Mengisi bulan suci ini, para difabel meningkatkan kegiatan mengaji atau membaca Al-Qur’an.
Bahkan ratusan difabel di RSBN, pada Ramadan ini menggelar lomba tilawah Al-Qur’an Sensori Braille, Kamis (6/3) kemarin.
Berbeda dengan masyarakat kebanyakan, penyandang disabilitas netra membaca Al-Qur’an dengan braille. Meski bukan hal yang mudah, namun para difabel di RSBN tetap semangat.
Salah satunya seperti Devi Vina Ariyanti, 20 tahun, disabilitas netra asal Nganjuk yang sudah delapan bulan menetap di RSBN.
“Yang pasti kesulitannya pas membaca, dan membedakan harokat. Lumayan susah, bedanya kalau huruf latin itu braille biasa, kalau tulisan Arab ada tambahan tanda harokat,” ujar Vina saat lomba di Masjid An-Nur RSBN kemarin.
Di RSBN, total ada sebanyak 105 difabel, dengan di antaranya 36 putri dan 69 putra. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok seperti kelompok Murottal Hafalan Juz Amma, Tartil Sensorik Alquran Braille tingkat dasar, tingkat mahir dan lainnya. Membaca Al-Qur’an dengan metode braille ini tetap dipertahankan di tengah adanya pendekatan metode hafalan lewat media digital.
Takmir Masjid An-Nur Muhammad Hafid menjelaskan, tantangan dalam mengajari membaca Al-Qur’an ini tidak cukup hanya pembelajaran klasikal. Untuk mengajari Al-Qur’an braille ini, ia harus menerapkan pendekatan secara individual. Sehingga perlu waktu dan ketelatenan dalam mengajari para difabel.
“Jadi tidak bisa seperti mengajar seperti siswa SD, SMP, SMA. Setelah memberikan pembelajaran, harus dicek satu per satu. Minimal apakah sudah mengerti atau belum, kemudian dilanjutkan dengan sekaligus membaca,” jelas Hafid.
Tingkat kemampuan masing masing difabel, dikatakan Hafid berbeda-beda. Sebab sensori meraba masing-masing juga sangat berbeda. Tidak selalu tangan kanan, terkadang tangan kiri bisa lebih peka dibandingkan sensor meraba di tangan kanan.
“Lalu kadang mereka yang terbiasa membaca Al-Qur’an miring, ketika diluruskan akan kehilangan arahnya. Selain pembelajaran klasikal, kami juga membentuk kelompok. Mereka yang mahir harus mau menjadi tutor ke teman-temannya yang ketinggalan. Sehingga satu dua bulan bisa terlihat progresnya,” beber dia.
Ratusan difabel yang ada di RSBN memiliki latar belakang yang berbeda. Ada yang datang ke RSBN dalam kondisi belum mempunyai ilmu tentang Al-Qur’an Braille, ada yang sudah mempunyai ilmu dasar, dan ada juga yang sudah khatam Al-Qur’an.
Terlepas dari itu, tiap kali Ramadan pihaknya selalu mengaji bersama dan bahkan juga menggelar lomba.
“Rutinitas tiap Ramadan ada tadarus dan salat tarawih tiap hari. Ramadan tahun ke tahun, kami juga menyelenggarakan lomba baca Al-Qur’an, baik Tartil Sensori Al-Qur’an Braille, hafalan dan tahun ini ditambah mensitir (mengaji) hadits,” pungkasnya. (ian/van)