Sisi Lain Liputan MotoGP Mandalika Lombok (habis)
MALANG POSCO MEDIA – Selain Gili Trawangan, ada satu tempat lagi yang tak boleh dilewatkan kalau wisata ke Lombok. Yaitu Desa Adat Sade di Pujut Lombok Tengah. Sekitar 45 menit dari Kota Mataram atau 10 km dari Bandara Praya Lombok arah menuju Sirkuit Mandalika. Di sini, wisatawan akan merasakan suasana asli Suku Sasak yang hingga kini masih terpelihara dengan baik.
Malang Posco Media pun menyempatkan mengunjungi kembali Desa Adat Sade saat tiba di Lombok, Jumat (27/9) lalu. ‘’Untuk memasuki kawasan Desa Adat Sade, wisatawan harus dikawal oleh guide lokal sini,’’ ujar Salim salah satu Guide kepada Malang Posco Media. Sebelum berkeliling ke dalam, Malang Posco Media pun mengisi buku tamu sembari memberikan uang administrasi berkunjung.
Siang itu, suasana sangat ramai. Dari pengeras suara Masjid di dalam Desa Adat Sade, terdengar ceramah agama. ‘’Itu pengajian maulid nabi. Nanti sore kita di sini juga merayakan maulid nabi bersama-sama. Tadi di luar sudah ada masakan banyak,’’ ujar Salim sambil mengajak Malang Posco Media mengelilingi perkampungan Sade.
Bagi orang Sasak, Mulud atau Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen yang ditunggu-tunggu. Selain sebagai ajang silaturahmi, masyarakat Sasak berlomba memberikan pelayanan prima dan menyuguhkan aneka makanan yang menggugah selera. Ragam hidangan disuguhkan dengan rupa, rasa, warna dan aroma yang berbeda dan pasti lezatnya. Acara ini bisa berlangsung sebulan penuh.
Sejak tahun 1975 Desa Sade telah dikunjungi banyak wisatawan. Memiliki luas sekitar 5 hektare, ada sekitar 150 rumah dengan 700 KK. Bangunan rumah, dinding dan tiangnya dari bambu dengan atap dari daun ilalang. Sedangkan alasnya asli dari tanah. Ilalang diganti setiap delapan tahun secara gotong royong. ‘’Yang unik di sini, kalau ngepel lantai dengan kotoran kerbau agar lebih hangat dan bisa mengusir nyamuk,’’ terangnya.
Rumah di Desa Sade umumnya dibagi menjadi tiga ruangan. Ruangan depan untuk tempat tidur orang tua dan anak laki-laki, ruangan dalam tempat tidur perempuan, dapur dan lumbung. Untuk mencapai ruangan dalam ini, harus melalui 2-3 anak tangga. Ruangan terakhir adalah ruangan kecil untuk tempat melahirkan. ‘’Pintunya juga dibuat lebih rendah dari tinggai manusia, agar kita membungkuk sebagai tanda hormat,’’ jelas Salim.
Berdasarkan penggunaannya, rumah Suku Sasak juga dibagi tiga jenis. Ada Bale Lontar yang digunakan untuk pejabat desa. Bale Tani untuk tempat tinggal sehari-hari. Dan Bale Kodong untuk penduduk yang baru menikah atau orangtua.
Lebih masuk ke lokasi dalam desa, Malang Posco Media juga melihat aneka tenun dan kerajinan dan pernak-pernik yang dijual untuk wisatawan. Mayoritas perempuan Sasak bisa menenun. Bahkan menghasilkan benang khas Suku Sasak dari kapas. Wisatawan juga diberikan kesempatan untuk memenun secara langsung sambal mengabadikan momen indah. ‘’Perempuan Sasak tidak boleh menikah kalau belum bisa menenun. Jadi perempuan di Sasak belajar menenun mulai usia 7-10 tahun,’’ jelas Salim.
Di tengah perkampungan juga berdiri pohon cinta. Pohon yang kering tanpa daun ini diyakini sebagai tempat perjodohan. Di dekat pohon cinta, ada bangunan yang paling tinggi seperti bangunan menara. Malang Posco Media menaiki dengan hati-hati, tangga demi tangga. Teryata dari atas menara ini, wisatawan bisa melihat pemandangan indah Desa Adat Sade dan sekitarnya.(abdul halim)