.
Sunday, December 15, 2024

Sempat Diremehkan, Kini Mendunia

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kisah Batik Kantil dan Topeng

Kesungguhan Yusnani Dwiana membawa batik karyanya dikenal hingga luar negeri. Batik motif Kantil dan Topeng itu  salah satu batik khas Malang. Diminati berbagai kalangan ia selalu sempatkan berbagi ilmu.

======

MALANG POSCO MEDIA- Sebuah canting panas perlahan diangkat dan digoreskan ke selembar kain putih. Dengan penuh perhatian, tangan Yusnani Dwiana luwes menggoreskan canting itu menjadi sebuah gambar. Dari satu motif, bertambah lagi, bertambah terus, hingga menjadi lembaran kain batik.

Seperti itu yang dilakukan Yusy, sapaan akrab Yusnani Dwiana  hampir tiap hari. Selesai mencanting, masih banyak proses yang harus dilalui menjadi batik.

Wanita paruh baya ini sejatinya baru menekuni batik beberapa tahun lalu. Berkat kesungguhan, kerja keras dan semangatnya, batik karya Yusy kini tidak hanya tersebar di seantero Indonesia, tapi sudah mendunia.

Memang Yusy merupakan penggagas atau pembuat batik motif Kantil dan Topeng yang belakangan sangat terkenal di Kota Malang. Batik Kantil murni motif batik yang diunggulkan dari Kelurahan Bunulrejo, yang merupakan tempat kediamannya.

“Basic saya penjahit mulai tahun 1996 sampai sekarang. Saya ingat, pertama bikin batik tahun 2019 sebelum pandemi waktu ada acara di kelurahan. Itu saya buat spontanitas saja, yang terpikir waktu itu adalah Bunga Kantil atau kuncup Bunga Cempaka Putih,” kenang Yusy kepada Malang Posco Media.

Dari kesempatan itu, akhirnya terciptalah sebuah motif baru. Menurut Yusy, Bunga Kantil ini dipilih karena bunga tersebut selalu ada ketika acara atau momen bahagia. Selain itu, motif itu juga terlihat begitu cantik dan lekat artiannya dengan keabadian.

“Karena bisa juga artinya Kanti Lestari atau kalau diartikan adalah sesuatu yang lestari atau abadi. Nah motif Kantil ini juga bisa jadi ‘isen-isen’ (isian). Bisa diaplikasikan ke motif Parang, bisa ke motif Kawung. Begitu juga sama motif Topeng, di mahkota (topengnya) itu bisa diisikan dengan motif Kantil. Digabung menjadi bagus dan cantik,” sebut Yusy.

 Proses membatiknya, menurut Yusy, awalnya tentu sempat kaget karena sebelumnya tidak pernah membuat batik. Namun begitu, kemudian ia merasa asyik dan menikmati dalam tiap prosesnya. Tidak saja ketika proses mendesain, tapi ketika mencanting di kain hingga mewarna, dikatakan Yusy menyenangkan. Proses begitu panjang itu sama sekali tak dijadikan beban baginya.

Yusy menegaskan, proses yang panjang ini harus dihormati dan dilestarikan. Karena hasilnya yaitu batik, sudah terbukti menjadi warisan budaya tak benda dunia. Maka dari itu, tak terlintas sedikitpun di benak Yusy untuk bosan dalam proses pembuatannya.

“Kita mempertahankan batik tulis ya pakai canting panas, seperti nenek-nenek kita dulu mengajari,” tegasnya.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, akhirnya batik Kantil buatannya pun secara resmi diluncurkan dan diperkenalkan ke publik. Tepatnya pada 23 Nopember 2019 lalu. Tidak disangka, respon dan animo masyarakat terhadap karya batik buatannya begitu tinggi.

Hanya berbekal ‘mulut ke mulut’, karya batik milik Yusy langsung diserbu. Kebanyakan saat itu, awalnya didominasi dari pemerintahan.

“Pertama kali pesanan dari pemerintah, entah itu souvenir sampai seragam. Lalu kemudian ada pesanan dari instansi BUMN, terus bertambah dari instansi lain lagi, karena memang hanya dari mulut ke mulut. Akhirnya terus ada yang datang dan beli pribadi pribadi,” bebernya.

Makin luas, batik buatan Yusy pun lantas dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Dengan mengusung ciri khas wilayah, baik Kantil maupun Topeng, batik karya Yusy nyatanya diminati di luar negeri. Misalnya seperti di Prancis, Amerika dan terakhir di Thailand. Bahkan batik miliknya juga diperkenalkan dalam sebuah fashion show di mancanegara.

Secara finansial, bagi Yusy pendapatan dari batik juga lebih bagus daripada hanya menjahit saja seperti pekerjaan dia sebelumnya. Dalam satu pekan, ia bisa membuat tiga lembar kain batik seukuran 110 sentimeter x 225 sentimeter. Tiap satu lembar, harganya bervariasi mulai dari satu juta hingga tiga juta. 

“Tiap lembar tergantung desain lama pengerjaannya. Paling cepat satu hari, paling lama itu pernah satu bulan karena motifnya full desain dan isen-isennya banyak,” sebut wanita kelahiran 17 September 1966 ini.

Yusy pun sangat kreatif mengelola sisa kain batiknya. Jika ada perca batik, ia ambil untuk diaplikasikan dalam media lain. Seperti tas, sarung bantal hingga tempat tisu. Artinya, tidak ada sedikitpun sisa kain yang terbuang dan menjadi limbah. Semua diubahnya menjadi ladang cuan.

Bukan sebuah perjalanan mudah. Semua ini didapatkan dengan perjuangan dan jatuh bangun yang cukup berat. Tidak hanya pengorbanan dalam bentuk tenaga dan materi, bahkan menurut Yusy, di awal ia sangat mencurahkan pikirannya. Sebab  banyak yang menyepelekan dirinya. Diakui Yusy, ia sempat kepikiran terhadap hal tersebut. Belum lagi persaingan fashion yang begitu ketat.

“Ada yang seperti kurang support awalnya, ya seperti mematahkan semangat, jadi kreativitas kita kayak down. Desainnya cuma begitu saja, begini begitu,” katanya.

“Untung saya satu tim kemudian bangkit, dengan hinaan itu makin kuat dan memang tidak punya maksud niat jelek. Bersyukurnya ya sampai saat ini justru pesanan selalu ada terus,” sambung ibu dua putra ini.

Karena semangatnya yang tinggi, Yusy pun tetap produktif hingga saat ini. Kini Yusy memproduksi batik Kantil dan Topeng bersama lima orang rekannya yang tergabung dalam satu tim. Batik motif Kantil dan Topeng pun kini sudah dikenal sebagai salah satu batik unggulan di Kota Malang. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img